JAKARTA--Alasan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi demi menyelamatkan APBN agar tidak jebol ternyata tidak realistis. Pasalnya, defisit subsidi dapat ditutup dari sisa anggaran APBN yang tidak terserap (Sisa Anggaran Lebih/SAL).
"Jika dalam RAPBNP 2012 lifting minyak 930 ribu barel/hari, ICP 105 dollar AS/barel, subsidi listrik maksimal 90 trilliun rupiah, SAL 30 triliun rupiah digunakan semua, dan harga BBM bersubsidi tetap 4500 rupiah per liter, semua belanja tetap seperti APBN 2012 maka APBNP 2012 tidak akan jebol," kata anggota Komisi XI DPR, Sadar Subagyo kepada wartawan di Jakarta.
Sadar bahkan mempertanyakan apa dasar penetapan harga 105 dollar AS pada APBN 2012. Padahal dalam APBN 2011 saja, asumsi harga ICP 95 dollar AS/barel, sementara realisasi harga ICP mencapai 112 dollar AS/barel. Dimana rencana lifting minyak 950 ribu barel/hari, sedangkan realisasi hanya mencapai 900 ribu barel/hari.
"Terjadi selisih harga ICP sebesar 17 dollar AS/barel dan selisih realisasi sebesar -50.000 barel/hari, artinya terjadi beban subsidi bertambah sekitar 70 triliun rupiah. Namun APBN 2011 tetap sehat," tambahnya.
Yang lebih mengherankan, kata Sadar, APBN 2012 ini baru berjalan 2 bulan dan pemerintah mengajukan rencana APBN-P karena asumsi awal harga ICP 90 dollar AS/barel dan diperkirakan realisasi harga ICP mencapai 105 dollar AS/barel.
Asumsi awal lifting 950 ribu barel/hari dan diperkirakan hanya mencapai 930 ribu barel/hari. Sudah tentu akan terjadi penambahan beban subsidi. "Pengalaman APBN 2012, BBM bersubdisi tak perlu naik," jelas dia.
Karena itu, dia meminta pemerintah menghitung dengan skenario ICP 105 dollar AS/barel, lifting 930, subsidi listrik maksimal 90 trilliun rupiah, harga BBM bersubsidi tetap 4.500 rupiah /liter, " SAL 2011 sebesar 30 triliun rupiah digunakan semua, dan belanja lainnya tetap,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia meminta pemerintah jujur dalam menyampaikan data. "Kami minta pemerintah jujur kepada rakyat. Apa alasan sebenarnya dari kengototan pemerintah untuk menaikan harga BBM tersebut. Karena waktu dan sejarah akan mencatat serta membuktikannya," tegas politisi Partai Gerindra itu.
Dia melihat, masih banyak potensi sumber daya yang bisa digenjot untuk memperkuat APBN. Misalnya dengan mengoptimalkan penerimaan sektor perpajakan. Namun masalahnya, selama 4 tahun sektor penerimaan pajak tidak pernah tercapai 100 persen.
"Yang mengejutkan, pemerintah bukannya memperbaiki kelemahan ini. Tapi kok malah diturunkan targetnya," tanya dia.
" Sementara itu dari sisi penerimaan negara nonpajak, harga Migas yang naik, tapi mengapa penerimaan SDA Migas turun dari 45.79 triliun rupiah menjadi 39.70 triliun rupiah. Tentu ini sangat tidak masuk akal," paparnya. (Fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demo Marak, TNI Keluar Barak
Redaktur : Tim Redaksi