Dato' Sri Tahir, Orang Terkaya ke-12 di Indonesia yang Jadi Filantropi

Sumbangkan Rp 1 Triliun Gara-Gara Salah Sebut

Jumat, 25 April 2014 – 13:01 WIB

jpnn.com - Terlahir dari keluarga miskin hingga sekarang menjadi orang terkaya ke-12 di Indonesia membuat owner Mayapada Group Dato' Sri Tahir terpanggil untuk mendermakan kekayaannya. Dia menyisihkan triliunan rupiah untuk akses kesehatan dan pendidikan bagi yang kurang mampu.

RESTU DISTIA, Surabaya

BACA JUGA: Blusukan di Pulau Tanpa Penduduk Jelang Piala Dunia

DATO' Sri Tahir tidak memiliki banyak alasan dan kepentingan mengapa dirinya getol mendermakan harta. Semua bermuara pada kehidupan masa kecil Tahir yang berasal dari keluarga tidak mampu.

“Sebenarnya simpel. Saya lahir dari keluarga miskin. Ketika memiliki tabungan, maka wajar kalau saya mesti melihat ke belakang dan banyak orang yang tidak seberuntung saya. Saya dibesarkan di negeri ini, minum air dan menghirup udara di sini, maka suatu hal yang wajar pula bila saya kembalikan ke negeri ini,” kata Tahir setelah menjadi pembicara dalam acara konvensi bisnis keluarga yang digelar Drs J. Tanzil & Associates di Grand City Convention Centre Surabaya Kamis (24/4)

BACA JUGA: Tak Bergerak, Tak Melihat, dan Tak Dibantu

Sumbangannya yang fenomenal terjadi ketika pria kelahiran Surabaya, 26 Maret 1952, itu mendonasikan USD 100 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun (USD 1 = Rp 11.500) untuk Bill & Melinda Gates Foundation, yayasan amal milik Bill Gates. Sumbangan yang diserahkan pada 2013 tersebut merupakan bagian dari program match plan yang ditawarkan orang terkaya di dunia itu. Gates akan melipatgandakan setiap sumbangan yang masuk ke yayasannya. Karena itu, sumbangan Tahir pun menjadi berlipat, yakni USD 200 juta.

Menurut Tahir, awalnya dirinya didatangi staf Bill & Melinda Gates Foundation. Orang itu mengatakan bahwa Bill Gates ingin mencari partner untuk program match plan. Singkat cerita, Tahir tertarik untuk bergabung di proyek tersebut.

BACA JUGA: Gembong Gagal Tiga Kali Nyaleg, Kali Ini Lolos ke Dewan

Namun, saat Tahir menyebutkan nominal sum­bangan yang akan diberikan, “kecelakaan” terjadi. “Bahasa Inggris saya kan kurang bagus. Seharusnya saya bilang 1 juta dolar, keliru 100 juta dolar,” tuturnya, lantas terkekeh.

Tak lama kemudian Bill Gates menyurati Tahir secara pribadi. Intinya, bos Microsoft itu berkomitmen melipatgandakan nominal sumbangan Tahir yang USD 100 juta menjadi USD 200 juta. “Jumlah itu lalu saya tambahi USD 3,5 juta dan USD 3,5 juta lagi dari Melinda, istri Bill Gates. Jadi, total terkumpul USD 207 juta,” urainya.

Dari donasi sebanyak itu, 75 persen disumbangkan kepada Global Fund untuk memerangi penyakit malaria, TBC, dan HIV di Indonesia. Tahir sejak awal menekankan agar sebagian besar sumbangan tersebut ditujukan untuk masyarakat Indonesia.

Sedangkan untuk penyaluran sumbangan, yayasan Gates sudah memiliki ketentuan sendiri dalam seleksi penerima dan cara pendistribusian. “Rata-rata sehari sebanyak 300 orang Indonesia mati karena TBC sehingga setahun ada sekitar 100 ribu orang. Ini harus dicegah dan diobati,” ujarnya.

Tahir sempat mengunjungi seorang pasien di RS Hasan Sadikin Bandung. Dia terkena TBC jenis multidrug resistant (MDR). Obat TBC itu harus dikonsumsi selama 6-9 bulan. Sedangkan banyak penderita yang hanya meminumnya dua hari, lalu pada hari ketiga lupa. Akibatnya, bisa timbul resistansi.  “Tentu ini berat, apalagi dengan biaya obat yang tidak murah,” tuturnya.

Atas kedermawanan Tahir, Gates sampai menyempatkan diri terbang ke Indonesia awal April lalu. Dalam kunjungan singkat itu Gates sempat menggelar pertemuan dengan sekitar seratus pengusaha Indonesia. Dalam pertemuan tersebut Gates menyerukan pentingnya gerakan filantropi. Hasilnya, delapan pengusaha berkomitmen menyumbangkan masing-masing USD 5 juta. Donasi USD 40 juta itu lalu dilipatgandakan oleh Gates sehingga total menjadi USD 80 juta.

Tahir sangat bangga mendapat tamu istimewa. Apalagi, dia menjadi tuan rumah. “Sebagai tuan rumah, saya benar-benar bangga. Apalagi, saya bisa bicara sampai tujuh jam bersama Gates,” paparnya.

Yang spesial lagi, Tahir berkesempatan mengajak Bill Gates untuk dinner di rumahnya. Selama makan malam itu, papar Tahir, Gates menyampaikan bahwa Indonesia dapat menjadi model atas gerakan filantropi di negara lain.

Biasanya, negara yang mengajukan dana ke Bill & Melinda Gates Foundation menyerahkan proposal dengan besaran tertentu. Proposal yang masuk itu lalu diteliti. Bila memenuhi syarat, pengajuan disetujui.

“Nah, yang di Indonesia ini pertama kali dalam sejarah filantropi Bill Gates. Karena ada putra daerah yang bersedia bersama-sama membantu negara. Makanya, saya bersyukur mendapat kesempatan bersama Bill Gates,” tuturnya.

Tidak berhenti begitu saja. Setelah bertemu Gates, melalui Tahir Foundation, Tahir telah menyiapkan program pengobatan gratis untuk anak-anak berusia di bawah 12 tahun yang terkena kanker. Program itu akan diluncurkan pada 2 Mei mendatang. “Program ini berlaku di seluruh Indonesia. Anak-anak yang terkena kanker seperti leukemia bisa datang ke yayasan kami,” urainya.

Sebagai pengusaha, Tahir sadar harus memiliki pijakan yang kuat untuk membangun bisnisnya. Berbisnis tidak sekadar melakukan transaksi dan mendapatkan keuntungan, melainkan lebih dari itu. Caranya, membangun platform.

“Bisnis saya memiliki lima platform, yaitu keuangan, properti, ritel, rumah sakit, dan media. Sementara arti dari platform ada tiga hal. Yakni, keuangan harus kuat, teamwork harus jelas, dan ada ruangan untuk terus tumbuh. Misalnya, datang opportunity bisnis, tapi keuangan tidak kuat, jangan dipaksa,” paparnya.

Bank Mayapada merupakan tulang punggung bisnis jasa keuangan grup. Belum lama ini mereka memulai perusahaan multifinance serta merambah ke industri asuransi. Sedangkan duty-free shop juga berkontribusi besar terhadap bisnis Mayapada. Outlet-nya tersebar di bandara Jakarta dan Denpasar.

Mayapada Group berekspansi ke jasa kesehatan dengan membangun rumah sakit Mayapada Hospital pada 2008. Rencananya, mereka juga membangun di Surabaya.  “Kami segera bangun itu. Apalagi, Surabaya adalah my home town,” kata dia.

Di tengah bisnisnya yang terus tumbuh, Tahir mempersiapkan anak-anaknya sebagai generasi penerus. Menurut dia, diperlukan strategi dalam membina anak. Tidak hanya menguasai satu sektor, tapi harus beragam, mulai teknologi, keuangan, sampai memahami hukum.

“Dulu sekolah lulusan ekonomi, sosial, dan budaya tidak berguna. Sekarang ambil akuntan dan hukum itu hebat,” ucap Tahir. (*/c11/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warsito Sanyoto, Pengacara Langka Spesialis Kejahatan Asuransi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler