jpnn.com - Tidak ada lagi perdebatan dan kekecewaan seperti empat tahun lalu. Yakni, ketika bola hasil tendangan Frank Lampard yang sudah melewati mulut gawang ditangkap Manuel Neuer dan dilempar kembali ke lapangan seolah belum gol. Goal line technology resmi diterapkan pada Piala Dunia 2014.
Adalah Prancis yang memetik keuntungan dari teknologi yang sudah menjadi bahan kontroversi sejak bertahun-tahun lamanya itu. Untuk kali pertama, teknologi garis gawang menjalankan tugasnya. Salah satu gol kemenangan 3-0 Prancis atas Honduras Senin dini hari (16/6) ditentukan berdasar teknologi anyar tersebut.
BACA JUGA: Amazon Target Fire Phone Terjual 3 Juta Unit
Sang pencetak gol adalah striker Real Madrid Karim Benzema. Gol Prancis pada menit ke-72 itu terjadi saat Benzema menendang bola ke tiang jauh gawang Noel Valladares. Bola membentur tiang dan memantul menuju Valladares. Kiper 37 tahun tersebut menangkap bola kembali. Tetapi, bola sudah melewati garis gawang meski sangat tipis.
Kiper klub Liga Honduras, Olimpia, itu terlihat hendak menarik cepat bola keluar gawang. Namun, wasit Sandro Ricci telah menerima pemberitahuan via arlojinya bahwa bola sudah masuk. Ricci pun meniup peluit panjang tanda terjadinya gol.
BACA JUGA: Lenovo Percaya Diri dengan Otak Empat Inti
Jika teknologi itu tidak diterapkan, bukan tidak mungkin tendangan Benzema tidak dianggap gol. Seperti yang terjadi pada tendangan Lampard ke gawang Jerman empat tahun lalu.
Bagaimana teknologi garis gawang itu dioperasikan? Tiap perusahaan penyedia teknologi memiliki sistem berbeda. Pada Piala Dunia kali ini sejatinya ada dua perusahaan yang mengajukan diri. Yakni, GoalControl asal Jerman dan Hawk-Eye asal Inggris. FIFA lantas menunjuk GoalControl lantaran memiliki tawaran yang lebih bagus.
BACA JUGA: BlackBerry Messenger Masih Moncer, Pengguna Capai 85 Juta
’’Salah satu kelemahan manusia, dalam hal ini wasit, adalah mereka sering dalam posisi yang tidak menguntungkan. Mereka tidak mendapatkan vantage point yang tepat untuk membuat keputusan. Apakah itu gol atau tidak gol,’’ papar Johannes Holzmuller yang menjadi kepala proyek implementasi goal line technology di FIFA. ’’Kamera televisi yang normal juga begitu. Jarak pandangnya terbatas,’’ lanjut dia.
Mata manusia, tambah Holzmuller, hanya bisa merekam 16 frames kejadian per detik. Tidak bisa dibandingkan dengan kamera berkecepatan rekam tinggi. Yang tidak kalah penting adalah sistem buatan GoalControl itu off line alias tidak menggunakan koneksi internet. Jadi, tidak mungkin di-hack.
Cara kerjanya, GoalControl menanamkan chip di dalam bola. Setelah itu, 14 kamera berkecepatan tinggi dipasang di sejumlah sudut stadion. Tujuh kamera dipasang mengarah ke masing-masing gawang. Tiap kali bola memasuki kotak penalti, kamera akan menangkap momen pergerakan bola dari berbagai sudut pandang.
Tiap detik kamera-kamera tersebut memproduksi lebih dari 500 images dari sekuen pergerakan bola. Seluruh images itu dikirim ke central evaluation unit (CEU) via kabel serat optik. CEU akan menghitung posisi bola dalam format 3D. Jika bola melintasi garis gawang, CEU langsung mengirim pesan ke arloji wasit.
Seperti halnya tiap produk teknologi, tentu ada margin of error. Secara resmi, toleransi kesalahan mencapai sekitar 1,5 sentimeter. Namun, Holzmuller bilang tidak mungkin lebih dari setengah sentimeter. ’’Dalam uji coba, 2.400 insiden gol dikenali secara akurat oleh sistem ini. Jadi, kita percaya 100 persen,’’ lanjut dia.
Banyak yang menyambut gembira penerapan teknologi tersebut pada Piala Dunia. Petenis Denmark Caroline Wozniacki langsung nge-twit saat gol Benzema disahkan. ’’Rasanya luar biasa melihat teknologi diterapkan dengan baik untuk melihat bola melewati garis gawang #PialaDunia2014,’’ demikian bunyi Twitter resmi petenis yang gila bola itu.
Masalahnya, banyak yang menganggap teknologi tersebut membuat keindahan sepak bola berkurang. Para penolak teknologi beralasan bahwa sepak bola adalah olahraga ’’manusia’’. Dengan melibatkan terlalu banyak ’’mesin’’, olahraga menjadi kehilangan unsur subjektif. Padahal, itulah serunya. Tetapi, Presiden FIFA Sepp Blatter sudah bersikap tegas. ’’Tidak ada alasan lagi. Teknologi inilah yang kita butuhkan,’’ kata Blatter sebagaimana dikutip Guardian. (aga/c19/na)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menguji Kekuatan Sinyal Smartfren
Redaktur : Tim Redaksi