Defisit Transaksi Berjalan Melebar

Triwulan II 2014 Tembus USD 9,1 M

Jumat, 15 Agustus 2014 – 05:59 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Derasnya impor menghantam postur transaksi berjalan (current account) Indonesia sepanjang triwulan II 2014. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, sepanjang triwulan II defisit transaksi berjalan tembus angka USD 9,1 miliar atau 4,27 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Angka sebesar itu naik signifikan dibanding (defisit transaksi berjalan) triwulan I yang USD 4,2 miliar atau 2,05 persen dari PDB," ujarnya kemarin (14/8).

BACA JUGA: Inilah Beda Fisik Uang NKRI dengan Uang Lama Rp 100.000

Menurut Agus, meskipun mencatat lonjakan, namun nilai defisit tersebut masih lebih rendah dibanding periode Triwulan II 2013 ketika mencapai angka USD 10,1 miliar atau 4,47 persen PDB. Dia menyebut, setiap triwulan II, defisit transaksi berjalan memang dalam tren naik. "Ini faktor musiman," katanya.

Agus mengatakan, sepanjang Triwulan II lalu, para pelaku usaha memang menambah impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi periode Puasa dan Lebaran. Karena itu, dia optimistis defisit transaksi berjalan pada periode Semester II 2014 akan membaik.

BACA JUGA: Rencana Tarif Angkutan Umum Naik Masih Alot

Salah satunya karena potensi membaiknya neraca perdagangan seiring mulai berjalannya kembali ekspor tambang yang sempat terhenti sejak awal tahun ini. "Sampai akhir tahun, perkiraan kami (defisit transaksi berjalan) di kisaran USD 27 miliar, membaik dibanding 2013 yang USD 30 miliar," jelasnya.

Senada dengan Agus, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan jika defisit transaksi berjalan akan membaik seiring membaiknya neraca perdagangan akibat ekspor tambang. Bahkan, Chatib memiliki proyeksi yang lebih optimistis dibanding BI, yakni defisit transaksi berjalan akan bisa ditekan di kisaran USD 24 - 26 miliar pada akhir tahun.

BACA JUGA: Prediksi Elpiji 3 Kilogram Bakal Langka

"Sebab, dari sisi impor juga akan berkurang karena program pengetatan konsumsi BBM subsidi," ujarnya.

Menurut Chatib, problem besar yang selalu membebani neraca perdagangan adalah impor BBM karena tingginya konsumsi, sementara produksi minyak di dalam negeri kian menyusut.

Karena itu, penghapusan solar subsidi di jalur tol maupun beberapa program lainnya akan terus dijalankan untuk menekan konsumsi BBM subsidi agar maksimal hanya 46 juta kiloliter. "Kalau konsumsi turun, impor pasti turun," katanya. (owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pipa Gas Belawan – KIM – KEK Tunggu Izin Prinsip Pemko Medan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler