Dekan FH UGR Basri Mulyani: Saya Diteriaki seperti Orang Tak Berpendidikan Hukum

Rabu, 24 Maret 2021 – 09:54 WIB
Petugas Sat Pol PP Pemerintah Provinsi NTB dinilai arogan saat melakukan razia masker kepada pengguna jalan raya di wilayah Kota Mataram, Senin (22/3/2021). Foto: ANTARA/Basri Mulyani/dok

jpnn.com, MATARAM - Dekan Fakultas Hukum Universitas Gunung Rinjani (UGR) Basri Mulyani memerkarakan Satpol PP Nusa Tenggara Barat (NTB).

Basri mengalami kejadian tidak mengenakkan karena kartu tanda penduduk (KTP) miliknya diduga dirampas Satpol PP saat razia protokol kesehatan Covid-19.

BACA JUGA: Kubu Marzuki Alie Cabut Gugatan, Kuasa Hukum AHY: Kabar Baik

"Saya laporkan kepada Ombudsman RI Perwakilan NTB," kata Basri di Mataram, Selasa (23/3).

Basri menceritakan kronologi oknum Satpol PP NTB yang bertindak kurang simpatik terhadapnya di Kota Mataram pada Senin (22/3) lalu.

BACA JUGA: Brigjen TNI Toto: Insiden Ini Tidak Kita Kehendaki, Pelaku Sudah Diproses

Sekitar pukul 10.00 WITA, Basri yang mengemudikan mobilnya menuju Lombok Timur diberhentikan oleh polisi dan oknum Satpol PP NTB di Jalan Sandubaya, Bertais, Mataram.

Saat itu, Basri yang sedang bersama ibunya pulang dari Kantor Taspen Mataram diberhentikan petugas di lokasi razia.

BACA JUGA: Aksi Orang Ini Sungguh Nekat, Sampai Viral di Media Sosial

"Kegiatannya apa, tidak jelas," katanya.

Basri pun menanyakan alasan petugas memberhentikannya.

Namun, dia diminta polisi ke meja pengisian formulir.

"Saya tidak mengetahui apa isi form itu. Kemudian KTP saya diminta," tuturnya.

Selanjutnya, seorang petugas menyatakan Basri bersalah tidak memakai masker.

Sanksi untuk Basri ialah membayar denda Rp 100.000 atau menyapu.

"Saya pun keberatan," tegas Basri.

Basri merasa tidak menyalahi aturan karena dia maupun ibunya negatif Covid-19 dan menggunakan mobil pribadi yang kaca jendelanya ditutup.

Menurut Basri, seharusnya petugas memberi peringatan terlebih dahulu, bukan langsung menjatuhkan sanksi.

Dia pun mempertanyakan pasal apa yang telah dilanggarnya.

"Satpol PP kemudian datang menunjukkan pasal tentang sanksi tidak memakai masker di tempat publik," ujar pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.

Menurut Basri, dari situlah awal perdebatannya dengan oknum Satpol PP.

"Saya menolak sanksi itu," ujar Basri.

Biasanya, kata dia, kegiatan seperti itu harus dilengkapi plang razia.

Basri menuding petugas yang menyita KTP miliknya malah merundungnya.

"Seperti tidak menunjukkan diri aparat pemerintah," kata Basri.

Akhirnya, Basri berinisiatif memfotonya. Namun, dia mengaku diteriaki petugas.

"Kata mereka 'orang paham hukum tetapi melanggar hukum'," kata Basri.

Namun, perundungan yang dialami tidak berhenti di situ.

"Saya pergi ke mobil pun diteriaki seperti orang tak berpendidikan hukum," kata Basri.

Dia menilai tindakan oknum Satpol PP itu tidak manusiawi.

Selain itu, Basri sangat keberatan KTP miliknya diumbar ke publik saat razia tersebut. Sebab, KTP adalah data pribadi yang dilindungi oleh undang-undang.

Basri pun mengutip ketentuan pidana terkait perampasan KTP secara tidak sah.

Dia meminta Gubernur NTB Zulkieflimansyah memberikan sanksi kepada oknum Satpol PP yang bertindak di luar batas.

"Kepala Satpol PP NTB harus meminta maaf secara terbuka atas tindakan anak buahnya," ujar Basri.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler