Demi Bidik Misi, Calon Mahasiswa Ngaku Miskin

Rabu, 17 Juli 2013 – 03:37 WIB
JAKARTA--Memasuki masa validasi pelamar beasiswa pendidikan mahasiswa miskin (bidik misi), temuan mahasiswa yang mengaku miskin semakin banyak. Para rektor diminta lebih teliti dalam memvalidasi data pelamar. Sehingga penyaluran beasiswa bidik misi benar-benar tepat sasaran.

Seruan untuk para rektor itu disampaikan oleh Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) Idrus Paturusi. Guru besar sekaligus rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu menuturkan, di kampusnya juga ada kasus mahasiswa yang mengaku-ngaku miskin. Kasus seperti ini juga ditemukan sebelumnya di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

"Kalau menemukan kasus-kasus seperti itu, instruksi MRPTNI kepada jajaran rektor sudah tegas. Dicabut beasiswanya," tegasnya.

Idrus menuturkan, pencabutan alokasi beasiswa ini tidak otomatis menggugurkan keterterimaan mahasiswa itu di salah satu PTN. Sebagai gantinya, calon mahasiswa yang ketahuan mengaku miskin itu diwajibkan membayar biaya kuliah seperti mahasiswa non-bidik misi lainnya.

Idrus mengatakan, penentuan mahasiswa yang lolos bidik misi itu tidak bisa diterapkan dengan kaku. Sebab di lapangan, kondisinya benar-benar komplek. Dia mencontohkan ketentuannya bidik misi ini hanya menerima calon mahasiswa yang orang tuanya berpenghasilan rata-rata Rp 3 juta perbulan. Tetapi untuk kasus tertentu, gaji Rp 5 juta per bulan juga tetap bisa diloloskan program unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) itu.

"Jika ternyata yang berpenghasilan Rp 5 juta per bulan itu masih menghidupi empat orang anak, itu saya rasa masih layak mendaftar bidik misi," tandasnya.

Pada prinsipnya Idrus menegaskan MRPTNI ini terus menjaga komitmen dalam menyalurkan beasiswa untuk mahasiswa miskin itu. Dia bahkan mengatakan melaporkan perkembangan penyaluran bidik misi secara berkala ke Kemendikbud.

Untuk itu dia mengingatkan, jika ditemukan profil pelamar bidik misi yang janggal, langsung di cek ke lapangan. Misalnya kekurangan tenaga, Idrus mengatakan bisa memanfaatkan mahasiswa program atas untuk menjalankan visitasi ke rumah pelamar bidik misi.

Selain urusan bidik misi, Idrus juga menjelaskan perkembangan persiapan pemberlakuan uang kuliah tunggal (UKT). Dia menjelaskan UKT di Unhas terdiri dari empat kategori. Dua kategori pertama untuk mahasiswa paling miskin yang tidak masuk dalam bidik misi. Sedangkan dua ketegori berikutnya adalah untuk mahasiswa dengan kondisi ekonomi yang lebih mampu.

"Intinya rata-rata SPP program sarjana di Unhas tetap Rp 750 ribu per semester. Tetapi untuk mahasiswa tertentu lebih mahal, karena untuk subsidi silang," tandasnya. Idrus juga mengatakan program UKT ini bisa diterima mahasiswa maupun masyarakat umum.

Sebab, katanya, dengan sistem UKT ini biaya kuliah bisa terasa lebih ringan. Misalnya dalam sistem pembayaran uang kuliah yang lama, ada prodi tertentu yang menuntut mahasiswa menyiapkan uang hingga RP 150 juta di depan. "Tetapi dengan UKT ini biaya tadi dibagi menjadi delapan semester. Jadi terasa tidak terlalu memberatkan," papar Idrus. Selain itu mahasiswa tidak boleh lagi dibebani dengan biaya apapun di luar UKT. (wan/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Tak Daftar Ulang, Unair Tambah Jalur Mandiri

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler