Demi Hoegeng, Toko Bunga pun Ditutup

Senin, 18 November 2013 – 07:24 WIB
Meriyati Roeslani saat menghadiri peluncuran buku biografi suaminya, mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso di Jakarta, Minggu (18/11). Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA- Usia tak menghalangi langkah lunglai Meriyati Roeslani (89) untuk hadir dalam peluncuran buku suaminya, mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso di sebuah mall terkenal di kawasan Jakarta Selatan, Minggu, (17/11). Perempuan yang telah menemani Hoegeng selama hampir 60 tahun berkarya itu tersenyum saat datang dan melihat sejumlah orang menyambutnya penuh kasih. Dibantu alat untuk berjalan Meriyati yang akrab disapa Meri langsung menebar senyum pada siapapun yang menyapanya.

Meri patut berbangga hati, hingga hari ini sosok suaminya masih mengundang kekaguman dari banyak pihak. Hoegeng yang sederhana, jujur, berani dan pekerja keras adalah tipe pejabat yang selalu dijadikan contoh inspirasi.

BACA JUGA: Juara Mirip Dahlan Iskan Kantongi Rp5 Juta

Putri dari seorang dokter Soekmano dan wanita keturunan Belanda Jeanne Reyneke van Stuwe ini nampaknya mewarisi perilaku sederhana yang diilhami dari sang suami.

Menjadi istri pejabat tidak membuat Meri menjadi sombong dan bermewah diri. Justru sebaliknya. Ia terbiasa hidup sederhana karena Hoegeng yang sudah beberapa kali menjadi pejabat selalu menolak fasilitas yang negara berikan untuknya. Hoegeng menolak pengggunaan mobil dinas. Ini tentu saja berbeda dengan pejabat masa kini yang justru memanfaatkan mobil dinas untuk kebutuhan pribadi.

BACA JUGA: Diduga Malpraktek, Dokter di Menado Ditahan

Perempuan yang masih menyisakan paras manis di wajahnya ini menyimpan cukup banyak kenangan indahnya bersama Hoegeng yang dicintainya. Saat diminta untuk menceritakan hal itu, Meri tersenyum.

"Saya masih ingat semua enggak ya, ada beberapa yang masih cukup ingat sebenarnya," kata Meri setengah tertawa karena diminta menceritakan kisah suaminya.

BACA JUGA: Kejagung Eksekusi Mati Terpidana Narkoba Asal Pakistan

Saat yang paling dikenang Meri adalah ketika ia harus menutup toko bung yang ia rintis untuk menambah keuangan keluarga. Pasalnya, saat itu, Hoegeng belum diberi jabatan apapun, sehingga belum ada penghasilan. Meri akhirnya berinisiatif berjualan bunga di Pasar Cikini. Karena usaha yang laris, ia akhirnya membuka sendiri sebuah toko. Saat Hoegeng akhirnya mendapat jabatan sebagai Kepala Jawatan Imigrasi, Meri pun diminta menutup toko bunganya.

"Saya tahu maksudnya jadi saya enggak tanya. Saya sudah 60 tahun bersamanya, saya mengerti pikirannya. Kalau saya terus buka toko bunga itu, relasi mas pasti akan beli banyak bunga di situ. Itu dianggap tidak baik, jadi akhirnya ditutup," tutur Meri terbata-bata. Usia yang sudah sangat tua membuatnya sulit untuk menceritakan lebih lancar kisah Hoegeng. Meri menerima dengan lapang dada permintaan suaminya.

Meri pun mengaku sedih dan tahu perasaan suaminya ketika dipensiunkan dini saat menjadi Kapolri. Saat itu, Hoegeng baru 49 tahun. Meri tahu, jiwa muda dan semangat kerja Hoegeng masih sangat tinggi. Namun, Hoegeng tetap menerima ketika diberhentikan oleh Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971. Setelah diberhentikan, Hoegeng ditawari oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan M. Panggabean untuk menjadi Duta Besar di Swedia. Namun, ia menolaknya karena ingin tetap mengabdi di Indonesia.

Hoegeng juga kembali menolak ketika ditawarkan menjadi Dubes di Kerajaan Belgia, Benelux dan Luxemburg. Banyak yang menilai tawaran menjadi dubes adalah salah satu cara Soeharto membuang Hoegeng, sosok pemimpin yang baik agar keluar dari Indonesia. Beruntung ia menolaknya.

"Setelah diberhentikan jadi Kapolri, dia menjumpai ibunya, dia sungkem bilang saya tidak punya kerjaan lagi bu. Ibunya pegang tangannya dan bilang, kalau kamu jujur langkah, kami pun bisa hanya makan nasi dan garam. Itu yang saya ingat. Ini yang bikin, saya juga jadi kuat dengar itu," ungkap Meri dengan suara bergetar.

Setelah berhenti menjadi Kapolri Hoegeng mengembalikan semua barang yang pernah dipakainya semasa menjabat. Menurut Meri, sang suami akhirnya melanjutkan mengisi waktu luang dengan bermusik. Hoegeng memang mencintai musik sejak muda.
Ia pernah membuat sebuah grup band bernama The Hawaiian Seniors. Yang membawakan lagu-lagu irama Hawaiian.
Selain memainkan ukulele, ia juga menjadi vokalis saat itu.

"Saya ingat dulu ada yang tanya kenapa main golf saja, dia jawab, kalau golf harus pakai uang. Saya enggak punya uang, kalau bernyanyi hiburan, tidak harus pakai uang," cerita Meri sambil tertawa kecil. Meri lalu terdiam. Nampaknya, ia tak dapat terus bercerita banyak. Meski hanya sepenggal cerita yang disampaikan, tapi kisah Hoegeng dan Meri ini membuat semua yang mendengarnya terpana. Tidak terkecuali Kapolri Jenderal Sutarman, Ketua KPK Abraham Samad, Penggiat Antikorupsi Teten Masduki dan Anggota Komisi III Bambang Soesatyo.

Kini Meri menikmati masa tuanya tanpa Hoegeng. Ia ditemani tiga anaknya Reni Soerjanti Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng, dan Sri Pamujining Rahayu. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PMI Siapkan Bantuan untuk Korban Topan Haiyan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler