Demi Indonesia, Blok Mahakam Harus Dikelola Pertamina

Senin, 01 April 2013 – 23:16 WIB
Blok Mahakam yang dikelolah Total E & P, perusahaan milik Prancis. Foto: Ist
JAKARTA - Status pengelolaan Blok Mahakam kembali mencuat. Demi kepentingan nasional, ladang gas terbesar di Indonesia yang berada di Kalimantan Timur itu harus dikelola oleh PT Pertamina (Persero).

PT Pertamina memperkirakan laba yang diperoleh dari pengambilalihan Blok Mahakam bisa meningkat drastis. Keuntungan yang didapat mencapai Rp 171 triliun pada tahun 2018 mendatang.

Menteri Badan Usaha dan Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan jika pengelolaan Blok Mahakam benar-benar diberikan maka bisa menjadi jalan pintas bagi Pertamina untuk mengejar laba yang diperolen Petronas milik Malaysia.

"Jalan itu bukan milik Pertamina. "Jalan tol" itu milik perusahaan luar negeri yang akan habis izinnya pada 2017: Blok Mahakam," kata Dahlan dalam tulisan Manufacturing Hope ke-71, Senin (1/4).

Mantan Dirut PT PLN itu mengaku gelisah dengan kondisi Pertamina yang labanya jauh tertinggal dengan Pertronas. Meski Pertamina menjadi perusahaan negara dengan laba tertinggi dengan Rp 25 triliun tahun 2012, namun masih jauh dibanding Petronas yang mencapai Rp 160 triliun.

Dahlan mengatakan di bidang sawit Indonesia sudah bisa mengejar Malaysia, bidang penerbangan Garuda Indonesia sudah mengalahkan Malaysia Airlines. Semen dan pupuk Indonesia sudah jauh meninggalkan Negeri Jiran.

"Di bidang pelabuhan kita sedang mengejarnya dengan proyek PT Indonesia Port Corporation (Pelindo II) yang insya Allah pasti bisa. Tapi, kita belum bisa menemukan jalan untuk Pertamina," katanya.

Makanya, Dahlan optimis Pertamina bisa mengejar Petronas setelah mendapat jawaban dari Direktur Pertamina Karen Agustiawan yang diminta menghitung keuntungan laba Blok Mahakam jika negara menyerahkan pengelolaannya. "Dengan cepat jawaban Karen masuk ke HP saya: Rp 171 triliun," katanya.

Blok Mahakam saat ini dikelola oleh dua perusahaan asing, Total E & P milik Prancis dan Inpex Corporation dari Jepang. Statusnya kontrak kerjasama (KKS) dengan Pemerintah.

Kontraknya sudah dilakukan dua kali. Yang pertama tahun 1967 dengan masa 30 tahun. Perpanjangan yang kedua selama 20 tahun dari tahun 1997 sampai 2017. Saat ini, Total E & P kembali mengajukan permohonan perpanjangan untuk kembali mengelola Blok Mahakam.

Terpisah, Pengamat Perminyakan, Kurtubi mendesak pemerintah untuk menolak perpanjangan izin yang dilakukan oleh Total E & P. Menurutnya, atas nama kepentingan nasional, kontraknya harus dihentikan dan diberikan kepada Pertamina sehingga keuntungannya dinikmati 100 persen oleh negara.

"Kalau Blok Mahakam diambil oleh negara dan dikelola oleh Pertamina maka keuntungannya tidak dibagi lagi. Lebih disetop sekarang. Toh tidak ada hukum yang dilanggar," kata Kurtubi kepada JPNN, Senin (1/4).

Kurtubi menjelaskan, sudah saatnya negara mengambil alih Blok Mahakam dan seluruh keuntungan digunakan untuk pembangunan kesejahteraan rakyat. Kata dia, kalau Total E & P mau menambang, lebih baik mencari tempat yang baru karena cadangan gas masih banyak.

"Ini blok produksi. Total itu sudah 50 tahun di Blok Mahakam. Kalau mau beroperasi, lebih baik di blok baru. Saya kira Pemerintah harus tegas," pungkasnya. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Mundur Karena Tak Hargai Petani

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler