Demokrat: Tonggak Penting Menghadapi Perubahan Iklim

Sabtu, 21 November 2015 – 16:31 WIB
Susilo Bambang Yudhoyono. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Menjelang Conference of the Parties (COP) to the United Nations Framework Convention on Climate Change sessi ke-21 atau dikenal dengan COP21 di Paris, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat akan menyelenggarakan Seminar Perubahan Iklim, Jumat 27 November 2015 di Jakarta.

Seminar yang mengusung tema “Dari Bali Road Map Menuju COP 21” ini akan menghadirkan Presiden Majelis Global Green Growth Institute (GGGI) Susilo Bambang Yudhoyono sekaligus Presiden ke-6 RI dan Ketua Umum DPP Partai Demokrat sebagai pembicara utama.

BACA JUGA: Pulau Jawa Tak Mungkin Bisa Dimekarkan jadi 14 Provinsi

Hal itu disampaikan Anggota Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat, Jan Prince Permata, Sabtu (21/11).

Menurut Jan, Seminar Perubahan Iklim DPP Partai Demokrat di Bali dan Conference of the Parties (COP) to the United Nations Framework Convention on Climate Change sessi ke-21 atau dikenal dengan COP21 yang akan mengadakan pertemuan pada 30 November – 11 Desember 2015 di Paris, Perancis, menjadi tonggak penting perjuangan menghadapi perubahan iklim.

BACA JUGA: Effendi: Sudirman Said Alihkan Isu Divestasi Saham Freeport

“Seminar Perubahan Iklim di Bali dan Pertemuan COP21 di Paris, akan menjadi sebuah tonggak penting perjuangan menghadapi Perubahan Iklim,” tegas Jan Prince Permata.

Sekretaris Divisi Hubungan Luar Negeri Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, Muhammad Husni Thamrin menjelaskan pertemuan COP21, untuk kali pertama dalam 20 tahun, memungkinkan perjuangan komunitas internasional dalam menghadapi Perubahan Iklim menjadi lebih efektif.

BACA JUGA: Yang Nyuruh kan Pak JK, jadi Tolong Tertibkan Sudirman Said Ini

Menurut Husni Thamrin, pertemuan COP21 ini bertujuan untuk memberikan penguatan terhadap transisi upaya pencegahan maupun adaptasi. Pertemuan tersebut juga bertujuan membangun masyarakat low carbon dan program-program ekonomi yang bersifat low carbon.

Indonesia, kata Husni, adalah kawasan yang sangat penting dan sekaligus rawan terkait dengan persoalan perubahan iklim. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kawasan hutan luas rawan terhadap perubahan iklim yang dihasilkan dari penambahan emisi karbon akibat alih fungsi lahan hutan.

Posisi tersebut, memberikan konsekuensi dan dampak yang besar terhadap demokrasi, institusi pemerintahan, ekonomi dan komunitas dalam berbagai aspek. Kawasan hutan tropis yang terdapat di Indonesia adalah kawasan terbesar kedua di dunia sesudah Brazil, dimana jutaan hidup manusia tergantung, terkait dengan pesoalan kepemilikan dan kestabilan keamanan, seperti yang ditunjukan oleh fenomena pembakaran hutan dan asap yang ditimbulkan hingga ke negara tetangga lain di ASEAN seperti Malaysia dan Singapore.

Kemajuan berbagai upaya dalam meghadapi perubahan iklim hanya dapat dicapai dengan proses keterlibatan penuh berbagai komponen yang ada didalam masyarakat, baik masyarakat umum maupun sector swasta. Solusi yang akan ditempuh hanya mungkin melalui sebuah dialog dan kerjasama dari berbagai stakeholders yang ada, termasuk partai politik dan kelompok pemuda.

Menurutnya, upaya menhadapi perubahan iklim dapat dilakukan dengan dengan cara-cara mitigasi (pencegahan), adaptasi maupun membangun ketahanan ekonomi, sosial dan lingkungan nasional dengan menanggulangi kemiskinan, kekurangan gizi, kekurangan pangan, dan lain sebagainya.

Pengembangan upaya adaptasi adalah prioritas yang dapat dilakukan oleh negara berkembang seperti Indonesia, yang terintegrasi didalam program pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development). Kerangka adaptasi perlu dibangun dengan menyusun perkiraan dan peta kerawanan serta kerentanan sosial dan lingkungan terhadap perubahan iklim.

Proses adaptasi juga harus mencakup penyadaran terhadap masyarakat (public awareness), reformsi kebijakan dan penguatan lembaga public yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan lingkungan. Selain itu sistem ekonomi harus dibangun dengan sebuah strategi pembangunan yang rencah karbon (low carbon).

“Visi yang baik harus dibangun dalam upaya melakukan pencegahan dan adaptasi terhadap perubahan iklim, baik di tingkat nasional, regional maupun global,” katanya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Keren! Pembangunan Rumah Tercepat Masuk Rekor MURI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler