JAKARTA---Detasemen Khusus Mabes Polri terus melakukan operasi penangkapan terhadap tersangka kasus terorisme. Yang terbaru, Korps Burung Hantu menangkap Cahya Fitrianta alias Fadliansyah dan istrinya Nurul. Keduanya terkait dengan sel teror yang beroperasi di Poso, Sulawesi Tengah.
"Saat ini sudah resmi ditahan, status mereka tersangka," ujar Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar kemarin (23/03). Tersangka Fadliansyah ditahan di Rutan Brimob sedangkan istrinya berada di blok sel yang sama dengan istri Umar Patek.
Polri harus menunggu 7 x 24 jam untuk memastikan status mereka setelah ditangkap tanggal 17 maret 2012 lalu. "Kita punya waktu sepekan dengan dasar Undang Undang Anti Teror," ujar mantan Kanit negosiasi Densus 88 ini.
Menurut Boy, Fadliansyah terkait dengan jaringan Heru Kuncoro yang beroperasi di Jawa Tengah dan Jawa Barat dan sel di Poso, Sulawesi Tengah. "Dia terkait kasus pelatihan militer di Poso dengan menggunakan M16. Pelaku juga membeli peluru M16 dari Santoso pada saat berlatih. Dia juga berlatih detonator," katanya.
Santoso alias Abu Wardah adalah buron kasus Poso. Santoso disebut-sebut sebagai pemimpin utama kelompok teror Poso yang hendak melakukan amaliyah jihad di Sulawesi Tengah. Kelompok Poso ini memang pernah menggelar latihan militer dan juga terlibat operasi penembakan tiga orang polisi yang berdinas di depan BCA, Palu, Mei 2011 lalu.
Kelompok ini dibentuk oleh Musthofa alias Abu Tholut sebelum Mustofa sibuk menggelar latihan militer di Aceh. Abu Tholut sudah ditangkap dan divonis delapan tahun Oktober 2011 dan sekarang masih proses banding.
Menurut Boy, Cahya ditangkap polisi di kamar 217 di sebuah hotel di Jalan Dewi Sartika, Bandung. Dalam penangkapan itu turut disita 10 lembar kartu tanda penduduk, 10 kartu ATM, aplikasi formulir paspor. Dia dikenakan sejumlah pasal pidana yakni pasal 15 junto pasal 7, junto pasal 9, junto pasal 11 UU Antiteror 15 tahun 2003.
"Istrinya dikenakan pasal 13 huruf b UU Antiteror 15 tahun 2003," kata mantan kapolres Pasuruan, Jawa Timur itu. Setelah menangkap Cahya, Kamis (22/03) lalu polisi menggeledah rumahnya yang sekaligus konter handphone di Sumedang, Jawa Barat.
Dari tempat itu turut disita satu buah CPU, dua buah HP dan enam sim card. Polisi juga mengamankan seorang berinisial Ctr yang kebetulan tinggal di rumah itu. "Status Ctr masih terperiksa," jelas Boy.
Cahya alias Fadliansyah juga terkait dengan Heru Kuncoro, yakni saat mereka berdua melakukan latihan bongkar pasang senjata di Pare, Kediri, Jawa Timur. Heru Kuncoro adalah pelaku teroris yang ditangkap di Pekalongan, Jawa Tengah, setelah peledakan bom bunuh diri M Syarif di Cirebon, Jawa Barat, Juni lalu.
Heru merupakan adik sepupu Dulmatin, salah satu perencana dan perakit bom Bali I bersama Umar Patek. Keterlibatan Heru adalah membantu kelompok teroris bom Bali I membeli peralatan elektronik yang digunakan Dulmatin untuk merakit bom Bali I. Heru juga terlibat mengurus paspor yang digunakan oleh Umar Patek untuk pergi ke Pakistan. Paspor itu diurus di Kantor Imigrasi Jakarta Timur.
Saat ini Umar Patek masih proses sidang di PN Jakarta Barat. Umar Patek dicokok oleh aparat keamanan Pakistan pada Maret 2011 di Abbotabad, Pakistan. Ia ditangkap di lokasi yang sama dengan terbunuhnya pimpinan Al-Qaedah, Usamah bin Ladin. Sejak ikut mengotaki Bom Bali pada 2002, Umar Patek belum tersentuh hukum.
Umar Patek adalah alumnus Akademi Militer Mujahidin angkatan 1991 dan lulus 1994 ini disebut sebagai salah satu buronan teroris berbahaya. Bahkan, pemerintah Amerika Serikat sampai menghargai kepalanya sebesar US$ 1 juta atau sekitar Rp 8,7 miliar. Patek kabur dari Indonesia pada 2003 dengan bantuan Abdullah Sonata. Ia juga sempat bergabung dengan Front Pembebasan Islam Moro di Filipina.
"Jaringan seperti ini memang saling mengkait, kalau satu sel terbongkar akan ada informasi untuk memburu yang lain," kata Boy. Saat ini, tiga orang DPO dalam rangkaian kasus yang sama dengan Fadliansyah masih diburu. (rdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Amir Sebut Lapas Banjar Laksana Hotel
Redaktur : Tim Redaksi