BACA JUGA: Kloter Pertama Terbang 23 Oktober
Menurut Adnan Topan Husodo, Wakil Koordinator ICW, Kamis (23/7), dana tersebut didapat dari hasil upah pungut.Adnan menjelaskan, aturan kutipan upah pungut dimulai dengan adanya Keputusan Mendagri Hari Sabarno No 27 Tahun 2002
BACA JUGA: Soal NNT, DPD Pertanyakan Ketegasan BUMN
Sedangkan jenis pajak yang dikenai biaya pemungutan adalah pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak penerangan jalan, pajak air bawah tanah dan permukaan, pajak pengambilan bahan galian C, pajak reklame, pajak hotel dan restoran, serta pajak parkir dan pajak hiburan.Kepmendagri ini kemudian diganti dengan Kepmendagri No 35 Tahun 2002
BACA JUGA: Ritz Carlton Mulai Beroperasi
Hari Sabarno kemudian menerbitkan Kepmendagri No 36 Tahun 2002, yang menyebutkan bagian TPP - diberi nama Dana Penunjang Pembinaan (DPP) - diberikan oleh pemerintah provinsi dan kota/kabupaten, dalam bentuk lumpsum dan disetor ke rekening khusus TPP.Adnan menduga, DPP adalah bentuk pungutan nyang seolah-olah dipayungi ketiga Kepmendagri tersebutAlasan utamanya, lanjut Adnan, dananya ditampung dalam rekening liar, karena tak dimasukkan sebagai penerimaan dalam APBN setiap tahunPenerimaan dan pengeluarannya pun hanya dipertangungjawabkan kepada Mendagri secara triwulan, serta dilakukan jika dinilai perlu saja.
"Bahkan dengan terbitnya Kepmendagri No 36, Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2001 yang memerintahkan penampungan uang di rekening rekening khusus dan dilaporkan ke Menteri Keuangan, malah dihilangkan," kata Adnan.
Berdasar temuan ICW, dari Rp 104,4 miliar yang tak bisa dipertangggungjawabkan itu, selama 2001 sampai Agustus 2008 senilai Rp 78,98 miliar di antaranya digunakan untuk dana operasional dan dana taktis Mendagri dan pejabat eselon IAtas dasar inilah makanya, ICW mendesak KPK agar mengusut penggunaan dana hasil upah pungut ini(pra/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Pleno dengan Tim SBY
Redaktur : Tim Redaksi