Desa Jamblang, Desa Terompet

Senin, 31 Desember 2012 – 08:07 WIB
DESA Jamblang saat menjelang pergantian tahun dikenal sebagai Desa Terompet. Lantaran mayoritas warganya berbondong-bondong menjadi pengrajin terompet. Bisnis ini sekilas biasa saja. Namun dibalik ini, ada omzet yang sangat menjanjikan.
-------
Adinda Pratiwi, Cirebon
-------
Menjelang pergantian tahun, Desa Jamblang Blok Tegalan tak pernah sepi dari aktivitas membuat terompet. Warganya sibuk beralih profesi menjadi pengrajin terompet. Sekilas, menjadi pengrajin terompet bukan bisnis yang menjanjikan. Apalagi, datangnya hanya satu tahun sekali. Yakni saat menjelang pergantian tahun.

Namun perlu diamati, bahwa ternyata mayoritas warga Desa Jamblang Blok Tegalan sangat menanti momen ini. Bagaimana tidak, profesi warga yang didominasi oleh karyawan swasta dan wiraswasta banyak menggantungkan hidup melalui terompet.

Meskipun keseharian mereka banyak yang berbisnis mainan anak, nyatanya hal tersebut belum mampu mengalahkan omzet penjualan terompet seperti saat menjelang akhir tahun.

PJ Kuwu Desa Jamblang, Yoyon Kristiyanto membenarkan kondisi ini. Mayoritas warganya yang notabenenya diluar momen pergantian tahun banyak menjadi pengusaha mainan anak, ramai-ramai beralih profesi.

"Desa Jamblang ini sebenarnya sudah dikenal sebagai daerah penghasil mainan anak. Tidak hanya terompet. Mulai dari tembak-tembakan, kapal otok-otok, kedok (topeng, red), dan sebagainya," katanya saat ditemui Radar di Kantor Kuwu Desa Jamblang, kemarin.

Karena melihat potensi mainan anak yang tidak menentu pendapatannya, beberapa tahun belakangan, kata dia, warganya mulai menangkap event rutin, Tahun Baru. Khusus untuk Tahun Baru, warganya mulai membuat terompet sejak jauh-jauh hari.

"Bukan turun-temurun. Tapi sudah jadi kebiasaan warga sini ketika event Tahun Baru untuk beralih jadi pengrajin terompet," lanjutnya.

Melihat perkembangan yang begitu pesat di Desa Jamblang, terutama Blok Tegalan (blok penghasil terompet, red), Yoyon sangat bangga. Walaupun para warga belajar secara otodidak, namun hal ini mampu menciptakan kemandirian dan menurunkan angka pengangguran.

"Dengan sesama warga belajar. Akhir sudah pada bisa, menjalar. Bahkan sampai kaum perempuan tua pun ikut bekerja. Karena dianggap berpotensi," katanya.

Dia menuturkan, jumlah penduduk Desa Jamblang mencapai 5881 jiwa dan 10 persen dari jumlah penduduk, merupakan pengrajin terompet. Desa yang memiliki luas wilayah 133.837 hektar ini, semakin hari semakin menunjukkan adanya peningkatan perekonomian. Apalagi, Blok Tegalan yang dahulu dikenal sebagai Blok terbelakang diantara empat blok lain yang ada di Desa Jamblang seperti Lebak, Karang Anyar, Pandean, dan Pecinan.

"Akhirnya perindustrian di Blok Tegalan terangkat. Otomatis, membawa bagus Desa Jamblang juga," ujarnya.

Hal tersebut begitu nampak saat Radar melintasi Blok Tegalan Desa Jamblang Kabupaten Cirebon. Pemandangan dari rumah ke rumah di sepanjang jalan dipenuhi dengan para warga yang tengah sibuk merakit terompet.

Mereka tampak telaten. Walau hanya dengan alat seadanya. Maka jika ditilik, stok terompet yang begitu banyak di Desa Jamblang ini tak cukup satu bulan pengerjaannya. Karena permintaan yang tidak sedikit, maka tak heran jika sejumlah pengrajin ternyata sudah mempersiapkan diri sejak jauh-jauh hari.

Seperti yang dilakukan oleh Sartiman (33). Ia mempersiapkan ribuan terompet selama 11 bulan. Artinya, kurang lebih sejak bulan Februari dirinya sudah mulai memproduksi terompet. Untuk dipasarkan ke pedagang terompet eceran.

Bisnis ini semula tak pernah ia lirik. Apalagi, backgroundnya yang sudah menjadi seorang pengusaha organ tunggal. Namun empat tahun silam, ada kepingin pun muncul. Melihat tetangganya sibuk membuat terompet dan menerima banyak pesanan, ia pun mulai mengulik. Untuk dapat memiliki keahlian seperti para tetangganya.

"Suatu ketika, saya ingin punya bisnis yang sama dengan warga disini. Kerjaannya menjadi pengrajin terompet," ujarnya kepada Radar, Minggu (30/12).

Tanpa pikir panjang, ia ikut menjajal bisnis ini. Profesinya merambah. Bukan hanya sebagai pengusaha organ tunggal, tapi juga pengrajin terompet. Meski tidak memiliki kemampuan khusus soal membuat terompet, tapi Sartiman optimis dan percaya diri.

"Awale batur ana kang pesen (awalnya teman ada pesan, red). Lalu saya sanggupi. Nekad sajalah, saya panggil beberapa teman untuk membantu proses pembuatan terompet," katanya saat ditemui dikediamannya di JL Mohammad Ramdan Blok Tegalan Desa Jamblang Kabupaten Cirebon.

Dari jumlah yang hanya sedikit, promosi dari mulut ke mulut, bisnisnya pun berkembang. Bahkan selama empat tahun menggeluti bisnis ini, perkembangannya sangat pesat.

"Dulu juga saya tidak belajar khusus. Hanya menyimak cara membuatnya dari tetangga yang jadi pengrajin terompet. Modal awalnya tidak banyak. Hanya perlu bahan seperti kertas, spons, kertas mika, lem, dot peniup terompet, dan sebagainya. Responsnya pun sangat bagus," sambungnya.

Soal bahan baku yang didapat, Sartiman tak pernah merasa kesulitan. Meski harus mencari hingga keberbagai kota karena terompet yang ia buat dalam jumlah besar.

"Spon saya dapat dari daerah Bojong. Kertas dari Plered, biasanya butuh 2 ton. Lalu kain saten dari Tegal Gubung, biasanya 100 kilogram. Plastik kado dari Jakarta, minimal 3000 lembar. Plastik mika dari Tangerang, dot peniup terompet dari Cirebon," kata suami dari Bidan Kamini (32) ini.

Oleh karena itu, untuk mempersiapkan segala sesuatunya ia butuh waktu lebih lama. Sampai akhirnya masuk tahap produksi, finishing, dan pemasaran.

Karena melihat potensi yang sangat baik, Sartiman pun kini fokus untuk menggarap pesanan terompet dari berbagai daerah. Mulai dari Bandung, Jakarta, hingga ke luar Jawa. Seperti Kalimantan, Lampung, Bangka, Medan, dan sejumlah kota lain.

"Saya lebih fokus kirim terompet ke luar Jawa. Karena pasarnya lebih menjanjikan," tutur ayah dua orang anak ini.

Cukup dengan enam karyawan, Sartiman berani menggarap pesanan terompet dari berbagai daerah. Ia bahkan sudah hafal betul kapan waktu yang tepat untuk memulai proses pembuatan terompet.

"Dari bulan Februari persiapannya. Karena butuh stok banyak, satu pelanggan minimal 8000 terompet. Apalagi dibuatnya manual dengan tangan. Jadi lama," bebernya.

Setelah stok terompet yang ia buat tercukupi, barulah Sartiman mulai memasarkan terompet di bulan November. Sistem pengirimannya yang terbilang mudah, membuat pembeli dari luar Jawa nyaman.

"Barang tinggal kirim, uang tinggal transfer. Komunikasi hanya dengan telepon. Mudah. Jadi yang luar Jawa tidak harus jauh-jauh kesini. Meskipun, awalnya mereka kesini dulu untuk lihat langsung. Tapi sekarang sudah terbiasa dengan sistem ini," terangnya.

Untuk sekali pengiriman terompet, Sartiman meraup keuntungan yang begitu fantastis. Satu pelanggan tetapnya mampu memberi pemasukan untuknya berkisar Rp 20-30 juta dalam satu kali transaksi. Dengan harga terompet berkisar Rp 50ribu sampai Rp 110ribu per kodi. Bayangkan saja, bisnis ini tak main-main.

"Sekali kirim ya lumayan lah. Karena stoknya banyak dan sudah saya siapkan jauh-jauh hari. Apalagi, kalau untuk produksi ke luar Jawa biasanya sebelum atau pas bulan November sudah selesai," katanya.

Melihat omzet musiman yang menjanjikan seperti ini, Sartiman terlanjur jatuh hati. Ia juga tetap mempertahankan profesinya ini dari tahun ke tahun.

"Setiap tahun akan tetap begini. Jadi organ tunggal jalan, terompet pun tetap jalan. Karena sangat menjanjikan omzetnya," imbuhnya.

Bagaimana tidak, dari hasil penjualan terompet itu, Sartiman dapat membangun rumah, membeli mobil, sejumlah motor, menyekolahkan anaknya dan lain sebaginya.

Penghasilannya ini jelas berlipat-lipat ganda daripada saat ia menjadi pengusaha organ tunggal. Namun ia tak ingin menghilangkan awal karirnya sebagai pengusaha. Oleh karena itu, hingga saat ini Sartiman tetap menjalankan keduanya. "Ya Alhamdulillah rumah bisa kebangun, mobil dan motor bisa kebeli," ungkapnya. (*)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Sewindu Tsunami, Air Mata Bercucuran

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler