jpnn.com, SURABAYA - Pengembangan destinasi wisata superprioritas dimulai dengan mengembangkan desa-desa kreatif. Potensi desa yang besar bahkan bisa jadi basis pengembangan wisata karena efeknya yang langsung pada pemberdayaan dan kesejahteraan warga desa.
“Dengan jumlahnya yang masif (75,436 desa di seluruh Indonesia), pembangunan yang bersifat bottom-up, hanya akan berhasil apabila ikut memberdayakan seluruh sumber daya yang ada di desa,” kata Ketua Tim Quick Win 5 Destinasi Super-Prioritas Irfan Wahid, dalam keynote speech-nya di seminar Arah Pengembangan Industri Desa Berbasis Teknologi di Surabaya, Kamis (19/9).
BACA JUGA: Tim Quick Win Superprioritas Tancap Gas Garap 33 Destinasi di Danau Toba
“Mengembangkan desa-desa kreatif merupakan salah satu pendekatan kami dalam mengembangkan pariwisata di lima destinasi super-prioritas. Desa kreatif di Joglosemar, Kawasan Danau Toba dan Mandalika terbukti menjadi daya tarik wisatawan mancanegara karena nilai budayanya yang begitu kental. Membangun desa dengan pariwisata sebagai driver-nya,” kata Irfan.
foto: dari Tim Quick Win 5 Destinasi Super-Prioritas
Seminar tersebut juga ikut dihadiri oleh Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur, Emil Dardak, dan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November, Prof Mochammad Ashari. Pembangunan fisik di berbagai desa di Indonesia, kata Ipang, sapaan akrab Irfan Wahid, harus diikuti dengan pengembangan sumber daya manusia, dengan cakupan pengetahuan yang luas termasuk digital.
“Dalam kasus pariwisata, ketika kita membangun suatu daerah hanya dengan pembangunan fisik saja terbukti tidak akan menciptakan sustainabilitas. Pengembangan sumber daya manusia juga sangat penting. Pola strategi ini juga yang kami terapkan di lima destinasi superprioritas nanti,” tambah Ipang.
Membangun desa kreatif, kata tokoh senior di dunia branding Indonesia itu, apabila dipandang dari segi makro juga memperkuat perekonomian Indonesia. “Bayangkan apabila 1,000 desa kreatif Indonesia memiliki 1 saja produk ekspor dan terkoneksi dengan teknologi digital. Artinya ada 1,000 produk ekspor yang dihasilkan oleh desa. Hal ini tentu akan menghasilkan multiplier effect yang luar biasa”, ujar Ipang.
Menurut dia, pengembangan desa kreatif ke depannya harus mendukung strategi meja seribu kaki yang sempat dipaparkan ke Presiden Joko Widodo. Strategi ini menjadi salah satu jurus menghadapi pelemahan daya beli global yang diprediksi terjadi dalam waktu dekat.
“Kita harus memperkuat ekonomi sekaligus menyebar risiko atas potensi resesi global yang akan terjadi. Kita harus menciptakan desa kreatif berbasis agrikultur, holtikultur, aquakultur, budaya, maupun keindahan alam. Semuanya berbasis digital, beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Intinya, kolaborasi menjadi kunci dalam hal ini,” pungkas Irfan Wahid. (*/adk/jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi