Desain Abstrak dalam Balutan Linen

Minggu, 23 November 2014 – 07:37 WIB
SELEBRASI: Baju-baju bertema Rebirth karya enam siswa Arva School of Fashion dalam perayaan ulang tahun perak Arva Sabtu (22/11) di Surabaya. Foto: Dipta Wahyu/Jawa Pos

jpnn.com - SURABAYA – Kehidupan, kematian, dan kelahiran adalah sebuah siklus yang wajar. Kehidupan yang dinamis hingga saat menjelang ajal yang penuh kegelapan bercampur aduk dengan perasaan senang, sedih, dan dendam.

Semua perasaan itu bisa berubah melalui proses lahir kembali. Kondisi abstrak yang sering dirasa oleh tiap manusia tersebut direfleksikan dalam enam desain busana bertema rebirth.

BACA JUGA: Abadikan Momen Kehamilan dalam Foto

Didominasi bahan kain linen cokelat dan pale (pucat), enam siswa Arva School of Fashion menampilkan karya terbaiknya saat perayaan ulang tahun perak Arva ke-25 kemarin.

"Memang temanya agak abstrak dan surreal. Dan kami pilih warna-warna yang soft,” ungkap Tan Andini, salah seorang desainer, Sabtu (22/11).

BACA JUGA: Khasiat Lipstik Ekstrak Cokelat

Misalnya, busana yang merepresentasikan detik-detik menegangkan bangkit dari kematian. Perasaan yang campur aduk itu tertoreh dalam motif abstrak pada busana rancangan Yessy Yuliani Khoe. Blazer dengan kombinasi lipit di pundak seolah menjadi kanvas mereka. Biar tak monoton, detail twist itu dibentuk dari bahan kain organdi berwarna krem.

Material blazer merupakan perkawinan antara bahan linen dan wol di bagian dalam. Hangat dan tetap gaya. Aura ketegasan perempuan, power, dan kedinamisan hidup tertuang jelas dalam karyanya.

BACA JUGA: Mengabadikan Kehamilan saat Lagi Senang

Bahkan, dia mengakui, inspirasi karyanya datang dari Lazarus Phenomenon. Atau, peristiwa kebangkitan Lazarus yang diceritakan dalam Alkitab.

Grafis kehidupan yang turun naik dan penuh gelombang juga tampak dalam busana rancangan Hany Mustikasari. Bentuk flowing atau mengembang tertuang dalam miniskirt berbahan linen. ”Saya ingin mengesankan sesuatu yang ringan, namun penuh kekuatan,” ucap Hany.

Merefleksikan siklus hidup manusia dalam linen itu merupakan annual fashion show kreasi lulusan Sekolah Arva. Juga, sebagai pesta kelulusan siawa. Temanya berubah setiap tahun.

Tapi, tetap harus berciri Indonesia. Itu dijelaskan owner Arva School Aryani Widagdo bahwa Arva selalu menampilkan busana-busana yang tidak pernah lepas dari unsur Indonesia.

”Kami selalu mengajarkan bagaimana cara mengendapkan karakter busana Nusantara. Tidak serta-merta langsung ditiru, harus melalui research agar terlihat lebih indah,” ungkapnya.

Aryani berharap lulusan Arva bisa mandiri. ”Karyanya bisa dijual, bisa dijual sudah pasti harus melihat pasar dan mampu menentukan target pasar,” ungkapnya.

Tak lupa juga dia selalu menegaskan kepada lulusannya bahwa Arva tidak pernah mengekang keputusan apa pun yang diambil siswa-siswanya. Mau jadi desainer sendiri atau berada di bawah sebuah brand. Dia yakin Indonesia bakal mampu melahirkan sejumlah desainer andal. (bir/rid/c10/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perlu Kesabaran Memotret Ibu Hamil


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler