Kasus ini melibatkan mantan Camat Juwana yang sekarang menjabat Bupati Pati, Haryanto, dan sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Misalnya DPR meminta Jaksa Agung menegur, bila perlu mengganti jaksa penuntut umum (JPU) karena dinilai ada kecurigaan-kecurigaan,” kata penggiat antikorupsi, Adilsyah Lubis, menjawab wartawan di Jakarta, Minggu (25/11).
Kasus ini menarik perhatian masyarakat di sana karena Haryanto sudah tiga kali mangkir dari persidangan sebagai saksi untuk terdakwa Sugiyono, mantan Kades Kebonsawahan.
Haryanto beralasan tidak hadir karena urusan kedinasan. Tetapi menurut Adilsyah Lubis, alasan itu kuno. “Itu alasan klasik, tidak logis, toh dia bisa membatalkan urusan kedinasan lain atau menggeser jadwal kedinasannya untuk kepentingan penegakan hukum,” ujar aktivis Satuan Kerja Anti Korupsi(SKAK) itu.
LSM Masyarakat Pati Anti Korupsi(Mapak) sejak awal mengawal kasus ini. Menurut koordinatornya, Fariq Noor Hidayat, jaksa tidak serius menghadirkan Haryanto di persidangan.
“Padahal itu perintah majelis hakim,” katanya, saat dihubungi lewat telepon. Dia mencium aroma tidak sedap dalam perkara ini sampai JPU tidak pernah serius menghadirkan Haryanto sebagai saksi.
“Haryanto merupakan saksi kunci, ketika kasus tukar guling ini terjadi tahun 2004, dia menjabat Camat Juwana merangkap pejabat PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), proses penjualan tanah ditangannya,” kata Fariq.
Menurut dia, majelis hakim Jhon Halasan Butar-Butar yang memimpin jalannya persidangan perkara Sugiyono sempat terheran-heran dengan jaksa, karena hakim meminta JPU menghadirkan Haryanto sebagai saksi tetapi tidak bisa dihadirkan.
“Ini ada apa? Jangan sampai wibawa hukum dinjak-injak, dilecehkan oleh seseorang tetapi oleh penegak hukum membiarkannya,” tandas Fariq. Sebab tambah dia jika sampai tiga kali pemanggilan tidak digubris, jaksa punya hak untuk memanggil paksa termasuk menahan.
Dia menegaskan, kehadiran Haryanto dipersidangan sangat diperlukan. Karena itu sangat disayangkan dia tidak menggubris mejelis hakim untuk diminta keterangannya.
“Kami berharap, Jakarta bisa memerhatikan kasus di Tipikor Semarang yang menangani perkara ini,” harapnya.
Karena itu kata Adilsyah Lubis, majelis sebaiknya bisa meminta JPU-nya diganti dengan jaksa yang lebih profesional untuk menangani perkara ini sampai selesai. “Kalau memang ada kecurigaan ada permainan, ganti saja jaksanya,” katanya.
Mapak, kata Fariq, telah melaporkan kedua JPU yang menangani perkara itu ke Jaksa Muda Pengawas (Jamwas) Kejaksaan Agung karena dianggap melakukan pelanggaran kode etik jaksa dalam menangani perkara ini. Kasus ini juga dilaporkan ke Komisi III DPR RI, KPK, Kementerian Hukum dan HAM dan Mahkamah Agung (MA) RI. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kecelakaan Kereta Renggut 406 Nyawa
Redaktur : Tim Redaksi