Desak MA Putuskan Penggunaan Videoconference

LPSK Kritik Danrem Pamungkas Soal Kondisi Saksi

Jumat, 07 Juni 2013 – 03:43 WIB
JAKARTA - Jelang persidangan kasus penyerangan Lapas Cebongan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mulai mempersiapkan pemasangan piranti videoconference. LPSK pun mendesak Mahkamah Agung segera memberi kepastian boleh tidaknya penggunaan videoconference.

Saat ini, persiapan jaringan untuk videoconference telah dilakukan di Lapas Cebongan. Namun, piranti videoconference belum dipasang karena belum mendapat lampu hijau dari MA. Jika disetujui, videoconference bakal dipasang di tiga titik. Yakni, pengadilan Militer Yogyakarta, Lapas Cebongan, dan kantor LPSK di Jakarta.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan MA untuk persoalan penggunaan videoconference dalam sidang kasus Cebongan. "Kami berharap MA segera mengambil sikap dan menjawab surat LPSK terkait penggunaan VCR (videoconference) tersebut," terangnya kemarin.     

Desakan itu menyusul sinyal dari Mabes TNI AD jika sidang kasus yang menewaskan empat tahanan Lapas Cebongan itu bakal dilakukan pertengahan Juni mendatang. Jika saksi dipaksakan hadir dalam sidang, dikhawatirkan psikologisnya terganggu. Saat ini, 42 saksi kasus tersebut sedang menjalani perawatan oleh 18 psikolog.      

Menurut Abdul, pihaknya mengusulkan penggunaan videoconference semata-mata untuk mengakomodir kepentingan para saksi yang dilindungi LPSK. UU nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban pun telah mengatur penggunaannya di pasal 9(3).      

Abdul sekaligus membantah pernyataan Danrem 072/Pamungkas Brigjen Adi Widjaja yang mengatakan jika tidak ada saksi Cebongan yang keberatan hadir di persidangan. "Pernyataan seperti itu tidak pantas diucapkan seorang Danrem," tukasnya. Terlebih, jika dia belum pernah membaca hasil rekam psikologis dan tidak melihat langsung kondisi para saksi.     

Dia menilai, sikap Danrem yang demikian justru menunjukan sinyal buruk pelaksanaan sidang kasus LP Cebongan. Dengan membiarkan saksi berhadapan langsung dengan pelaku,akan membuat saksi ketakutan, tertekan, dan trauma berulang. Akibatnya,keterangan yang diberikan para saksi tidak bisa maksimal.     

"Jika saksi dianggap tidak trauma dan stres, buat apa 18 orang psikolog kami kerahkan untuk memulihkan psikologis para saksi," lanjutnya. Abdul menjelaskan, saat ini saksi mengalami kecemasan jelang bergulirnya masa persidangan.

Mereka masih sering mengalami mimpi buruk soal peristiwa itu. Kemudian, jika diminta mengingat kejadian tersebut, mereka merasa ketakutan sampai mengeluarkan keringat dingin.

Angota LPSK Teguh Soedarsono mengatakan, pemasangan jaringan videoconference tidak akan menunggu keputusan boleh tidaknya penggunaan piranti tersebut. "Menyiapkan dan memasang piranti VCR itu tidak mudah dan perlu waktu karena harus tersistemasi dengan titik-titik lokasi serta jumlah alat yang digunakan," terangnya.     

Aktivitas pemasangan jaringan saat ini lebih dimaksudkan agar saat penggunaannya disetujui, piranti untuk itu sudah siap digunakan. Terlebih, penggunaan videoconference tersebut merupakan salah satu alternatif untuk melindungi saksi saat persidangan berlangsung.                                                                                                                                                                             

Sementara itu, belum ada jawaban konkrit dari MA. Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur menyarankan LPSK langsung mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan militer atau majelis hakim yang akan menangani perkara tersebut. Nantinya pengadilan atau majelis hakim tersebut akan berkonsultasi kepada pimpinan MA.     

"Permintaan semacam itu sudah menjadi ranah majelis hakim yang menyidangkan perkara. Nanti, majelis hakim akan menentukan melalui ketetapan. Terkadang pihak pengacara terdakwa keberatan," ujarnya.     

Pembicaraan juga disarankan dilakukan dengan oditur militer selaku jaksa penuntut umum terkait pemeriksaan para saksi tersebut. Sebab perlindungan saksi sudah diberikan sejak awal yakni sejak proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan.     

Ridwan mengatakan memang benar sesuai aturan terdapat beberapa skenario untuk memeriksa saksi yang berada di bawah perlindungan LPSK. Pertama, pemeriksaan melalui teleconference atau jarak jauh, pemeriksaan di pengadilan tetapi tidak berada dalam satu ruang yang sama, atau pemeriksaan dengan distorsi misalnya saksi tidak diperlihatkan wajahnya atau pemeriksaan saksi tanpa dihadiri terdakwa.(byu/gen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pergeseran Pola Konflik di Poso Harus Diwaspadai

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler