Desak Reshuffle Menteri yang Tak Sensitif

Rabu, 08 April 2015 – 10:21 WIB
Seskab Andi Widjojanto. FOTO: dok/jpnn.com

jpnn.com - JAKARTA - Kontroversi uang muka atau down payment (DP) mobil pejabat terus menjadi buah pembicaraan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Atas “bobolnya” Peraturan Presiden (Perpres) 39/2015 yang mengatur DP mobil pejabat itu, beberapa kalangan mendesak agar menteri tidak cakap di-reshuffle.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Agus Pambagio mengatakan, dkeluarnya Perpres 39/2015 yang mengatur pemberian fasilitas uang muka kendaraan bagi pejabat negara, beberapa menteri memang bertindak kurang pas. "Mereka tidak punya sensitivitas politik dan sosial," ujarnya saat dihubungi kemarin (7/4).

BACA JUGA: Kongres Jadi Momentum bagi PDIP Ingatkan Jokowi Sebagai Petugas Partai

Menurut Agus, tiga menteri yang dinilai paling bertanggung jawab dalam lahirnya perpres itu adalah Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto, dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno 

Ketiganya, lanjut dia, memang belum memiliki jam terbang tinggi sebagai pejabat di ring satu presiden. "Karena itu, isu sensitif diperlakukan seperti isu biasa-biasa saja," katanya.

BACA JUGA: Idrus Marham: Sudah Sejak Awal Bohong

Agus menyebut, dari sisi prosedur standar, lahirnya perpres persekot kendaraan pejabat itu memang tidak salah. Alurnya berasal dari Setkab ke Menkeu untuk meminta pertimbangan atas usulan DPR. Lalu, oleh Menkeu, usulan tersebut dikembalikan ke Seskab, kemudian diteruskan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Setneg.

Namun, papar Agus, untuk kebijakan tentang pemberian fasilitas kepada pejabat yang bisa dipastikan selalu memicu kontroversi publik, mestinya tiga menteri tersebut mengusulkannya agar masuk di agenda sidang kabinet (sidkab) atau setidaknya rapat terbatas (ratas). 

BACA JUGA: Tiga Menteri tak Sensitif Isu, Jam Terbang Rendah

Dengan begitu, presiden mendapat informasi secara komprehensif dan bisa memberikan masukan sebelum perpres ditandata­ngani. Sayang, hal itu tidak dilakukan. "Akhirnya, presiden cuma disodori draf perpres dalam map yang sudah banyak diparaf. Jadi, wajar jika presiden langsung tanda tangan," ucapnya.

Menurut Agus, Menkeu, Seskab, maupun Mensesneg, memang tidak memiliki latar belakang politikus sehingga sense of politics mereka kurang. Kekurangan itulah yang harus segera ditutupi, terutama di pos Seskab dan Mensesneg sebagai filter utama setiap kebijakan sebelum sampai di meja presiden.

Karena itu, Seskab Andi Widjajanto dan Mensesneg Pratikno harus cepat belajar agar kejadian serupa tidak terulang. "Sebaiknya Seskab dan Mensesneg harus cepat berbenah. Jika tidak, desakan-desakan reshuffle akan makin kencang dan mengganggu stabilitas politik."

Suara yang mendesak reshuffle menteri memang mulai bermunculan. Apalagi, hasil survei Indo Barometer menyebutkan bahwa tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sangat rendah, hanya 57,5 persen. 

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman mengatakan, periode enam bulan pertama pemerintah seharusnya masih masa bulan madu. Dengan demikian, tingkat kepuasan diharapkan bisa berada di angka 75-80 persen. "Kalau hanya 57 persen, ini sudah lampu kuning," katanya. (owi/bay/c11/end) 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Punya 400-an Batu Akik, Fadli Zon Suka yang Jenis Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler