SURABAYA - Pemerintah terus mengeluarkan aturan yang membantu atasi masalah backlog (kekurangan pasokan) rumah di Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Kementerian Perumahan Rakyat dengan mengeluarkan Permenpera Nomer 10/2012 yang mewajibkan pengembang membangun hunian berimbang.
Meski memiliki semangat untuk memperbesar kesempatan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah, namun pengembang memiliki keraguan akan cepat terealisasi. Mengingat banyaknyanya kendala dilapangan.
"Secara semangat, kami para pengembang menyambut baik aturan hunian berimbang tersebut," ungkap Ketua asosiasi Real Estate Indonesia (REI) Jatim Erlangga Satriagung kemarin. Akan tetapi, aturan tersebut muncul disaat dunia properti Indonesia masih bergulat dengan aturan pemerintah terdahulu mengenai Rumah Sederhana.
Permenpera No 10/2012 adalah aturan pelaksana dari UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pasal 34. Pasal itu mengamanatkan bahwa badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang. Dengan tujuan bahwa pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di satu wilayah memiliki jumlah dan sebaran yang berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.
Aturan tersebut menegaskan bahwa pengembang wajib menerapkan konsep hunian berimbang dengan pola 1:2:3 bagi pengembang yang membangun rumah dengan jumlah minimal 50 unit. Yaitu satu rumah mewah berbanding dengan dua rumah menengah dan tiga rumah sederhana.
"Peraturan mengenai hunian berimbang ini memang sudah memiliki perubahan dari yang lama. Seperti penerapannya yang dulunya satu rumah mewah berbanding tiga rumah menegah dan enam rumah sederhana. Selain itu pembangunannya tidak harus di satu kawasan lagi, tapi bisa dalam radius satu kabupaten," imbuh Wakil Ketua Bidang Pembiayaan dan Pendanaan DPD Real Estate Indonesia (REI) Jatim Novri Susanti.
Yang menjadi kendala, lanjutnya, adalah ganjalan dalam pembangunan Rumah Sederhana itu sendiri. Hingga kini, kalangan pengembang masih mempersoalkan mengenai ketentuan bebas PPH dalam pembelian Rumah Sederhana melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Saat ini, batasan harga Rumah Sederhana yang bebas PPH adalah Rp 70 juta per unit. Sedangkan dalam UU no.1/2012, ukurab minimal rumah 36 meter persegi. Pengembang merasa kesulitan untuk bisa membangun rumah dengan ukuran tersebut dan menjualnya dengan harga Rp 70 juta.
"Jika masih ada kendala dalam hal realisasi Rumah Sederhana, bagaimana pengembang bisa membangun unit," ujar Erlangga.
Secara terpisah, Ketua Umum REI Setyo Maharso akan mengajukan uji materiil Permenpera 10/2012 ke Mahkamah Agung (MA) dalam waktu dekat. Dua poin yang menjadi ganjalan adalah batasan jumlah rumah yang harus membangun hunian berimbang. Yang kedua adalah adanya kriteria mengenai rumah sederhana, menengah, dan mewah.
"Permenpera 10/2012 hanya mendefinisikan rumah sederhana sebagai rumah dengan harga jual sesuai ketentuan pemerintah. Tapi harga sebaiknya tidak menjadi tolok ukur karena sangat fluktuatif. Tapi, lebih baik berdasarkan luas," ujar dia. (aan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RI Incar Investasi 4 Raksasa Migas
Redaktur : Tim Redaksi