jpnn.com, MAGELANG - Alunan musik unik terdengar di Omah Mbudur, kompleks Candi Borobudur, Kamis (8/4). Peralatan musik yang digunakan juga cukup aneh dan jarang ditemukan. Meski begitu, iramanya tetap merdu serta membuat tubuh tak sadar bergoyang.
Semua yang hadir, termasuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dibuat takjub dengan pertunjukan yang dibawakan musisi-musisi hebat sekelas Purwatjaraka, Trie Utami, Dewa Budjana dan lainnya itu.
Bertajuk Sound of Borobudur, para musisi nasional dan lokal berkumpul untuk menghadirkan kembali alat-alat musik tempo dulu yang terukir di dinding Candi Borobudur.
Setelah melalui riset panjang, alat musik yang ada itu berhasil dibuat, berbunyi dan bisa disatukan dalam sebuah orkestra.
BACA JUGA: Irsan Kaget, Tak Sangka akan Dapat Laptop dari Pak Ganjar
"Ini kelanjutan dari project kami lima tahun lalu, ketika saya diajak ke sini dan mendapat pengetahuan bahwa relief di Candi Borobudur ternyata menyimpan banyak sekali pengetahuan. Candi Borobudur seperti perpustakaan, yang semuanya ada di sini termasuk seni," kata Dewa Budjana.
Dari situlah Dewa bersama Trie Utami tergerak untuk mencoba mereplika alat musik di relief tersebut. Setelah terbentuk, dia berusaha untuk membunyikannya, tentu dengan metode zaman sekarang.
BACA JUGA: Malam Hari, Ganjar Pranowo Menemui Tanto Mendut
"Itu cukup lama prosesnya, akhirnya dapat komposisi dan kami garap serius. Meskipun kami sadar, terkait bunyi itu intepretasi saat ini, karena peradaban itu tidak mungkin diulang lagi," jelasnya.
Dewa menerangkan, ada ratusan alat musik yang tergambar di relief Candi Borobudur. Di antara alat musik itu juga ada yang bukan dari Jawa Tengah, melainkan dari Kalimantan bahkan ada yang dari Thailand atau India.
"Dari situ kami menduga, Borobudur merupakan pusat seni dunia atau kalau tidak, di sini merupakan pusat berkumpulnya seniman-seniman dari seluruh dunia, dengan alat-alat musik yang berbeda. Mungkin zaman dulu di sini pernah ada konser besar seluruh dunia," terangnya.
Dengan temuan itu, maka Dewa mendukung pengembangan kawasan Borobudur tidak fokus pada pembangunan fisik. Namun, pembangunan juga harus diikuti dengan menggali nilai-nilai historis di candi itu.
"Apa yang ada di Borobudur itu sangat kaya. Kalau saya masih melihat dari sisi seni saja, tentu orang lain melihat dari dimensi yang berbeda," tuturnya.
Sementara itu, Ganjar mengatakan Sound of Borobudur adalah karya seni yang dihasilkan musisi-musisi handal yang tergolong nekat.
Purwatjaraka, Trie Utami, Dewa Budjana dan sejumlah seniman sekaligus ilmuan yang meneliti ini, menghasilkan karya yang luar biasa.
"Ini karya luar biasa. Ada beberapa orang nekat, kang Purwa, mbak Iik, mas Dewa mengeksplorasi Candi Borobudur dan menemukan alat-alat musik di relief-relief itu. Mereka kemudian berusaha membuat replikanya, menemukan bunyinya dan sekarang jadi komposisi yang luar biasa. Mungkin hipotesisnya benar, bahwa Borobudur adalah pusat musik dunia. Kita ingin mewujudkan itu," kata Ganjar.
Ganjar menegaskan akan mendukung upaya menjadikan Borobudur sebagai pusat kesenian dunia. Melalui temuan para musisi-musisi itu, ia yakin bahwa Sound of Borobudur akan memperkaya dan menambah daya tarik kawasan ini.
"Ini baru dari sisi seninya, belum arsitektur, lingkungan, habitat, relasi sosial dan lainnya. Menurut saya ini kesuksesan penemuan kembali peralatan musik di Candi Borobudur dan menunjukkan bahwa candi ini merupakan pusat peradaban yang sebenarnya," tegasnya.
Oleh karena itu Ganjar sepakat, bahwa pengembangan kawasan Borobudur tidak boleh hanya fokus pada pembangunan fisik semata.
"Tidak menutup kemungkinan nanti tarian-tarian yang terpahat di relief itu bisa digerakkan di kehidupan nyata. Maka orang yang wisata nanti akan betah, karena akan mendapatkan soul nya," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia