LHOKSEUMAWE - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kota Lhokseumawe, diminta serius memperjuangkan nasib guru bersertifikasi. Pasalnya, dana Tunjangan Prestasi Kerja (TPK) guru sudah dipangkas oleh Pemko Lhokseumawe, tahun 2013, sebesar Rp 6 miliar.
Bukan itu saja, dampak aksi yang pernah dilakukan ratusan guru ke gedung DPRK Lhokseumawe, 13 Maret lalu, membuat 4 guru dimutasi ke Sekretariat Pemko Lhokseumawe.
Walaupun mutasi itu melanggar aturan yang berlaku, yakni bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor : SE/15/ M.PAN/ 4/2004 tentang Larangan Pengalihan PNS dari Jabatan Guru Ke Jabatan Non Guru.
Namun, Pemko tetap saja melakukan mutasi tersebut hingga mengangkangi Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Kami hanya meminta kepada DPRK Lhokseumawe, untuk terus memperjuangkan nasib kami para guru di Kota Lhokseumawe, yang sudah dihilangkan dana TPK,” terang Afifuddin salah seorang guru yang dimutasi, kepada Rakyat Aceh (Grup JPNN), kemarin.
Menurutnya, sebagai wakil rakyat harus bersikap adil dan netral dalam menyelesaikan persoalan guru bersertifikasi di Kota Lhokseumawe.
Sementara Ketua Komisi D DPRK Lhokseumawe, Tgk Mujiburrahman, saat dikonfirmasi Rakyat Aceh, baru-baru ini, mengatakan, awalnya dewan sudah menganggarkan dana TPK guru itu melalui APBK Lhokseumawe, 2013, sebesar Rp 6 miliar.
“Tapi kenapa sekarang tidak diberikan lagi, karena pihak Inspektorat Lhokseumawe, sudah melihat petunjuk teknis pembayaran tunjungan profesi bagi guru. Disitu disebutkan, guru tidak boleh diberikan dua kali tunjangan,”ungkapnya.
Menurut dia, pihak dewan mengalokasikan dana TPK guru itu karena sudah menjadi rutinitas dari setiap tahun diberikan kepada guru.
“Tapi sekarang tidak ada lagi, kita sudah tanya kepada Inspektorat, menurut mereka tidak bisa dianggrakan lagi karena sudah dianggap daubel, guru sudah menerima dana tunjangan sertifikasi guru,”terangnya.
Namun, pihaknya dari dewan meminta kepada Walikota untuk merespon pernyataan sikap daripada ratusan guru tersebut.
“Kalau kita lihat, sikap dari Insprekator itu tetap menyalahi hukum jika dana TPK diberikan kepada guru, jadi mau tidak mau pihak guru harus menempuh jalur hukum,” ucapnya.
Sebutnya, dewan juga menginginkan pemerintah dalam hal ini, Walikota Lhokseumawe dan Inspektorat harus duduk kembali membahas apakah dana TPK disalurkan atau tidak.”Kalaupun melanggar hukum yang dianggap oleh Pemko jika dana TPK disalurkan, maka guru dapat menempuh jalur hukum,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, dana TPK guru Rp 6 miliar sudah dialokasikan saat pengesahan APBK Lhokseumawe 2013.
“Ketika kita mengesahkan APBK dana itu masih ada, tapi saat APBK bukukan dana TPK masih ada, tapi sudah dialihkan kepada guru bakti yang belum punya gaji sejak 2003,” katanya. (arm)
Bukan itu saja, dampak aksi yang pernah dilakukan ratusan guru ke gedung DPRK Lhokseumawe, 13 Maret lalu, membuat 4 guru dimutasi ke Sekretariat Pemko Lhokseumawe.
Walaupun mutasi itu melanggar aturan yang berlaku, yakni bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor : SE/15/ M.PAN/ 4/2004 tentang Larangan Pengalihan PNS dari Jabatan Guru Ke Jabatan Non Guru.
Namun, Pemko tetap saja melakukan mutasi tersebut hingga mengangkangi Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Kami hanya meminta kepada DPRK Lhokseumawe, untuk terus memperjuangkan nasib kami para guru di Kota Lhokseumawe, yang sudah dihilangkan dana TPK,” terang Afifuddin salah seorang guru yang dimutasi, kepada Rakyat Aceh (Grup JPNN), kemarin.
Menurutnya, sebagai wakil rakyat harus bersikap adil dan netral dalam menyelesaikan persoalan guru bersertifikasi di Kota Lhokseumawe.
Sementara Ketua Komisi D DPRK Lhokseumawe, Tgk Mujiburrahman, saat dikonfirmasi Rakyat Aceh, baru-baru ini, mengatakan, awalnya dewan sudah menganggarkan dana TPK guru itu melalui APBK Lhokseumawe, 2013, sebesar Rp 6 miliar.
“Tapi kenapa sekarang tidak diberikan lagi, karena pihak Inspektorat Lhokseumawe, sudah melihat petunjuk teknis pembayaran tunjungan profesi bagi guru. Disitu disebutkan, guru tidak boleh diberikan dua kali tunjangan,”ungkapnya.
Menurut dia, pihak dewan mengalokasikan dana TPK guru itu karena sudah menjadi rutinitas dari setiap tahun diberikan kepada guru.
“Tapi sekarang tidak ada lagi, kita sudah tanya kepada Inspektorat, menurut mereka tidak bisa dianggrakan lagi karena sudah dianggap daubel, guru sudah menerima dana tunjangan sertifikasi guru,”terangnya.
Namun, pihaknya dari dewan meminta kepada Walikota untuk merespon pernyataan sikap daripada ratusan guru tersebut.
“Kalau kita lihat, sikap dari Insprekator itu tetap menyalahi hukum jika dana TPK diberikan kepada guru, jadi mau tidak mau pihak guru harus menempuh jalur hukum,” ucapnya.
Sebutnya, dewan juga menginginkan pemerintah dalam hal ini, Walikota Lhokseumawe dan Inspektorat harus duduk kembali membahas apakah dana TPK disalurkan atau tidak.”Kalaupun melanggar hukum yang dianggap oleh Pemko jika dana TPK disalurkan, maka guru dapat menempuh jalur hukum,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, dana TPK guru Rp 6 miliar sudah dialokasikan saat pengesahan APBK Lhokseumawe 2013.
“Ketika kita mengesahkan APBK dana itu masih ada, tapi saat APBK bukukan dana TPK masih ada, tapi sudah dialihkan kepada guru bakti yang belum punya gaji sejak 2003,” katanya. (arm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nuh: Kunci Jawaban UN Rahasia Negara
Redaktur : Tim Redaksi