Dewan Pembina Honorer Kecewa Hasil Raker Komisi II DPR

Selasa, 21 Januari 2020 – 09:59 WIB
Massa honorer K2 menyaksikan raker Komisi II DPR dengan MenPAN RB Tjahjo Kumolo di Senayan, Senin (20/1). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Forum Honorer Indonesia (FHI) Hasbi mengatakan, raker Komisi II DPR RI dengan MenPAN-RB Tjahjo Kumolo dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana pada 20 Januari, belum menghasilkan keputusan yang bisa mengakomodir tuntutan dan harapan tenaga honorer.

Itu terlihat dalam pembahasan, pemerintah hanya fokus menanggapi pertanyaan dan masukan anggota DPR RI terkait rekrutmen CPNS umum. Sedangkan pertanyaan berkaitan dengan honorer K2 hanya sedikit diulas pemerintah.

BACA JUGA: Gaji Guru Honorer Rp 150 Ribu, Naik jadi Rp 1 Juta, Tetapi Anggaran Hanya 6 Bulan

Di sisi lain antusias dan harapan seluruh tenaga honorer dalam mengikuti raker sangat tinggi. Semuanya menanti jawaban pemerintah, tetapi nihil hasilnya.

"Kemarin itu banyak honorer yang hadir ingin melihat political will pemerintah. Namun, semua sia-sia, pemerintah pinter berkelit," kata Hasbi kepada JPNN.com, Selasa (21/1).

BACA JUGA: Honorer K2 Jangan Menafsirkan Sendiri Kesimpulan Raker Komisi II DPR

FHI, lanjutnya, belum melihat upaya serius pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tenaga honorer.

Selain itu, menurut Hasbi, kesimpulan rapat di Komisi II DPR RI, tidak ada poin secara spesifik untuk penyelesaian tenaga honorer.

BACA JUGA: Kepala BKN: Ini Kesempatan Bagus untuk Honorer K2

Sedangkan dalam beberapa poin kesimpulan rapat tersebut, lebih menekankan keberadaan dan pelaksanaan UU ASN yaitu PNS dan PPPK.

Namun, tidak secara tersurat teks dan konteks mengamanatkan penyelesaian tenaga honorer. Khususnya dalam mengakomodir tuntutan tenaga honorer secara nasional.

FHI memandang, kunci utama penyelesaian tenaga honorer ada pada Presiden Jokowi sebagai penentu dan pengambil kebijakan. DPR RI khususnya komisi II, BKN dan MenPAN-RB mempunyai wewenang terbatas dalam posisi mengambil maupun memutuskan kebijakan yang bersifat strategis.

"Saat ini tinggal kemauan dan komitmen politik Presiden Joko Widodo, mau tidak menyelesaikan permasalahan tenaga honorer. Karena presiden sebagai pemegang kuasa anggaran dan kebijakan dalam pemerintahan," tegasnya.

Terkait permasalahan pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN, menurut Hasbi, dibutuhkan anggaran yang lumayan besar dalam APBN. Namun anggaran pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, tentu tidak sebesar anggaran yang digunakan pemerintah dalam megaproyek infrastruktur. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler