Di AS Saja Tiga Ribu Anak Kena Luka Tembak

Minggu, 19 Mei 2013 – 08:18 WIB
DI tengah perdebatan soal Undang-Undang Kepemilikan Senjata di Amerika Serikat (AS), serangkaian insiden penembakan terjadi. Sedikitnya ada lima insiden fatal yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Itu terjadi karena belakangan ini usia pengguna senjata atau individu yang bisa mengakses senjata di Negeri Paman Sam menjadi kian muda.

Semakin hari, produsen senjata semakin kreatif saja mendekati kalangan muda dan anak-anak. The Huffington Post menyebutkan bahwa tren tersebut adalah dampak dari menurunnya angka pengguna senjata di AS periode 1977–2010. Berdasar survei Pusat Riset Opini Nasional University of Chicago, angka pengguna senjata menurun 40 persen daripada era sebelum 1977.

Sejak era 2000-an, produsen senjata gencar menyasar ’’mangsa’’ baru. Yakni, anak-anak. Mereka sengaja menarget anak-anak. Sebab, anak-anak cukup potensial untuk mempertahankan stabilitas produksi.

Bagi kalangan industri senjata, anak-anak adalah konsumen yang menjanjikan. Sebab, sekali mengenal senjata, mereka akan bertahan sebagai pengguna untuk waktu yang lama. Setidaknya sampai dewasa.

Untuk memasarkan senjata pada anak-anak, mau tidak mau, kalangan industri harus bersinggungan dengan budaya masyarakat. Sedikit demi sedikit, para produsen senjata memasukkan doktrin bahwa senjata bukanlah benda yang berbahaya.

Salah satu caranya adalah dengan merangkul National Rifle Association (NRA), organisasi nasional yang membawahi beberapa kelompok pengguna senjata di AS.

Yayasan Olahraga Tembak Nasional (NSSF) di bawah naungan NRA bahkan menerbitkan aturan baru soal senjata dan anak-anak. Pada 2008, mereka meluncurkan TaskForce 20/20 yang bertugas meningkatkan pengguna senjata sebanyak 20 persen dalam waktu lima tahun. TaskForce 20/20 pun lantas merekrut remaja dan anak-anak sebanyak mungkin.

Selain melibatkan NRA untuk mengampanyekan senjata bagi anak-anak, produsen senjata mengandalkan iklan dan media. Mereka membombardir masyarakat dengan berbagai iklan senjata untuk anak-anak. Produsen pun sengaja menciptakan senjata yang bernuansa anak-anak. Seperti Crickett dan Rascal. Tidak hanya berukuran kecil, senjata anak-anak juga memiliki desain warna-warni.

NRA bahkan meluncurkan majalah digital untuk memandu anak-anak dalam menggunakan senjata.

’’Kami sangat bangga dan gembira bisa mempersembahkan situs ini untuk kalangan muda Amerika,’’ ungkap Joe Graham, direktur eksekutif publikasi NRA, saat meluncurkan majalah InSights. Majalah NRA itu lantas menjadi lahan bagi iklan-iklan senjata untuk anak-anak.

Seiring berjalannya waktu, para orang tua AS pun tidak lagi menganggap senjata sebagai dominasi orang dewasa. Serbuan senjata bermotif kartun dan aneka warna di pasaran membuat mereka lantas menjadikan senjata sebagai hadiah. Anak-anak pun memperlakukan senjata sebagai mainan. Itu pula yang melatarbelakangi terjadinya tragedi di Kota Burkesville, Cumberland County, negara bagian Kentucky.

Jika belakangan banyak insiden penembakan yang merenggut nyawa anak-anak, sebenarnya, kasus lain yang melibatkan anak-anak dan tidak sampai berujung kematian jauh lebih banyak.

Data statistik menunjukkan bahwa jumlah anak-anak yang harus dirawat di rumah sakit gara-gara senjata semakin meningkat. Tahun lalu, sekitar 3.000 anak harus menginap di rumah sakit karena luka tembak.   

Dalam survei terbarunya, Harvard University melaporkan bahwa insiden penembakan baik fatal maupun nonfatal yang melibatkan anak-anak tidak lepas dari peran orang tua.

Sebagian anak yang menjadi korban dan pelaku dalam insiden penembakan memang memiliki senjata yang diberikan orang tuanya sebagai hadiah. Sementara itu, sebagian yang lain memang biasa mengakses senjata milik orang tuanya.

’’Lebih dari 40 persen keluarga yang memiliki senjata di dalam rumah membiarkan anak-anak mereka bebas mengakses senjata. Para orang tua itu juga sengaja tidak mengunci senjata yang mereka simpan,’’ terang Harvard University dalam laporannya. Sejauh ini, hanya sekitar 22 persen anak-anak yang bermain-main dengan senjata tanpa sepengetahuan orang tua mereka.

Cynthia Tucker, dosen University of Georgia, menyatakan bahwa serangkaian insiden senjata yang melibatkan anak-anak itu memantik topik baru tentang keselamatan anak-anak.

’’Gencarnya iklan soal senjata bagi anak-anak telah membuai orang tua untuk menjadi yakin bahwa balita mereka layak menyandang senjata. Itu sangat konyol,’’ kritiknya.

Banyaknya insiden yang melibatkan anak-anak, menurut Tucker, harus disikapi dengan tegas.

’’Sudah saatnya pemerintah merevisi batasan usia pengguna senjata. Termasuk, kepemilikan senjata untuk keperluan olahraga atau rekreasi,’’ ujarnya.

Namun, perubahan itu memang perlu waktu. Mengingat, kalangan industri senjata pun butuh waktu lebih dari satu dekade untuk membudayakan senjata pada anak-anak. (philly.com/huffingtonpost/c17 /hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tabrakan Kereta di AS, 60 Orang Terluka

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler