JAKARTA - Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) mengadukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sekretaris Jenderal PPRN, Joller Sitorus menyebut bahwa Bawaslu melanggar kode etik penyelanggaraan Pemilu karena tidak membuktikan dugaan pelanggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada sidang ajudifikasi gugatan yang diajukan.
Pelanggaran yang dimaksud Joller adalah Bawaslu mengabaikan bukti-bukti pelanggaran yang diajukan. "Adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Bawaslu tentang pelanggaran yang dilakukuan KPU saat verifikasi faktual dan sudah disidangkan beberapa waktu lalu, semua bukti-bukti yang diajukan, diabaikan Bawaslu," kata Joller di depan majelis sidang kode etik yang dipimpin Ketua DKPP Jimly Asshidiqie, Rabu (24/4).
Joller menjelaskan semua pengaduan PPRN yang dijawab KPU tanpa dicek kebenarannya oleh majelis Bawaslu pada sidang ajudifikasi. Salah satunya adalah kesaksian KPU Kabupaten Sula Provinsi Maluku Utara yang mengakui tidak pernah menerima data dari KPU Pusat.
Demikian pula dengan kesaksian KPU Rokan Hulu (Rohul), Riau yang mengakui bahwa tidak melakukan verifikasi faktual, meski kader PPRN sudah dikumpulkan.
"Di Riau, jawaban KPU Rokan Hulu memang benar PPRN sudah perintahkan berkumpul di satu tempat, tapi KPU tidak datang dan Bawaslu tidak pertimbangkan itu, sehingga kami dinyatakan tidak memenuhi syarat," tandasnya.
Selain itu kata Joller, PPRN juga telah mempersiapkan saksi sebanyak 400 orang, tapi tidak semuanya dimintai keterangan karena KPU menyatakan saksi-saksi tersebut tidak memenuhi syarat. Padahal mereka semuanya saksi PPRN yang telah dinyatakan dalam surat pernyataan bermaterai.
"KPU juga tidak menyampaikan bukti, telah mendatangi alamat kader PPRN, berupa paraf RT, RW atau lurah, tapi Bawaslu tidak pertimbangkan itu di sidang ajudifikasi," tandasnya.
Pelanggaran lainnya dalam sidang ajudifikasi adalah aduan PPRN terhadap KPU hanya digelar oleh seorang anggota Bawaslu, namun saat putusan, diputus oleh seluruh jajaran Bawaslu, bahkan putusan dibacakan ketua Bawaslu yang notabenen tidak mengikuti persidangan. (awa/jpnn)
Pelanggaran yang dimaksud Joller adalah Bawaslu mengabaikan bukti-bukti pelanggaran yang diajukan. "Adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Bawaslu tentang pelanggaran yang dilakukuan KPU saat verifikasi faktual dan sudah disidangkan beberapa waktu lalu, semua bukti-bukti yang diajukan, diabaikan Bawaslu," kata Joller di depan majelis sidang kode etik yang dipimpin Ketua DKPP Jimly Asshidiqie, Rabu (24/4).
Joller menjelaskan semua pengaduan PPRN yang dijawab KPU tanpa dicek kebenarannya oleh majelis Bawaslu pada sidang ajudifikasi. Salah satunya adalah kesaksian KPU Kabupaten Sula Provinsi Maluku Utara yang mengakui tidak pernah menerima data dari KPU Pusat.
Demikian pula dengan kesaksian KPU Rokan Hulu (Rohul), Riau yang mengakui bahwa tidak melakukan verifikasi faktual, meski kader PPRN sudah dikumpulkan.
"Di Riau, jawaban KPU Rokan Hulu memang benar PPRN sudah perintahkan berkumpul di satu tempat, tapi KPU tidak datang dan Bawaslu tidak pertimbangkan itu, sehingga kami dinyatakan tidak memenuhi syarat," tandasnya.
Selain itu kata Joller, PPRN juga telah mempersiapkan saksi sebanyak 400 orang, tapi tidak semuanya dimintai keterangan karena KPU menyatakan saksi-saksi tersebut tidak memenuhi syarat. Padahal mereka semuanya saksi PPRN yang telah dinyatakan dalam surat pernyataan bermaterai.
"KPU juga tidak menyampaikan bukti, telah mendatangi alamat kader PPRN, berupa paraf RT, RW atau lurah, tapi Bawaslu tidak pertimbangkan itu di sidang ajudifikasi," tandasnya.
Pelanggaran lainnya dalam sidang ajudifikasi adalah aduan PPRN terhadap KPU hanya digelar oleh seorang anggota Bawaslu, namun saat putusan, diputus oleh seluruh jajaran Bawaslu, bahkan putusan dibacakan ketua Bawaslu yang notabenen tidak mengikuti persidangan. (awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Saksi Dugaan Korupsi APBD di Tomohon
Redaktur : Tim Redaksi