Diakui Tidak Gampang, Renegosiasi Kontrak Tambang

Sabtu, 05 Mei 2012 – 08:36 WIB

JAKARTA – Renegosiasi atau perundingan ulang kontrak tambang dengan beberapa perusahaan industri ekstraktif tetap dilakukan sesuai undang-undang guna mencari titik temu. Kendati demikian, diakui proses negosiasi ulang tersebut bukanlah perkara yang mudah.

Ada perusahaan yang mengiyakan semua poin yang disodorkan pemerintah, namun ada yang setuju sebagian, bahkan ada yang tak setuju. ”Freeport sudah setuju, makanya sebaiknya ditunggu saja, karena renegosiasi ini tidak sederhana,” kata Menko Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat (4/5).

Salah satu pembahasan antara pemerintah dan perusahaan tambang yang masih alot, yakni menyangkut besaran royalti dari hasil tambang, yang di mata pemerintah masih kurang adil. Hatta menegaskan, pemerintah menolak kenaikan hanya dua atau tiga kali lipat dari royalti sekarang yang cuma satu persen. ”Hanya satu persen gross itu hasilnya terlalu rendah,” ujarnya. Sekurang-kurangnya, kenaikannya lima kali lipat.

Disamping itu, proses perundingan ulang kontrak juga terkait dengan divestasi saham, pembangunan industri hilirisasi, dan perluasan lahan yang semua masih dalam proses tim yang dipimpin oleh Menko Perekonomian. ”Poin-poin pentingnya itu. Berapa besarannya sedang dalam dilakukan pembahasan,” jelas dia.

Sebagaimana diketahui, pada 10 Januari 2012 Presiden SBY telah membentuk tim evaluasi kontrak pertambangan batubara. Tim ini dibentuk atas dasar Keputusan Presiden No 3/2012 tentang evaluasi penyesuaian kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara sebagai landasan hukum dalam bertugas. Masa kerja tim evaluasi hingga Desember 2013 dan setiap enam bulan tim harus hasilnya ke Presiden. Menko Perekonomian dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral masing-masing duduk sebagai ketua dan ketua harian.

Sementara itu, terkait penetapan bea keluar (BK) untuk 14 jenis mineral mentah dengan besaran rata-rata 20 persen, Ketua Umum DPP PAN ini menjelaskan, hal itu tidak akan mempengaruhi ekspor Indonesia secara keseluruhan.  ”Jangan khawatir soal itu. Kita akan terapkan BK, bukan untuk menggenjot penerimaan, tapi untuk mendorong pengembangan smelter (pabrik pengilangan, Red),” katanya.

Pembangunan smelter guna mendorong hilirisasi sangat penting, karena saat ini banyak bahan tambang Indonesia yang dieksploitasi secara berlebihan oleh perusahaan tambang.  ”Pengembangan smelter agar tidak terjadi over exploited dan over produksi. Data menunjukkan, bulan kemarin nikel didorong produksinya sampai 800 kali lipat menjadi 4,5 juta ton. Ini menyangkut kewajiban kita untuk menjaga sumber daya alam,”  tuturnya.

Pemerintah telah menerbitkan sejumlah peraturan pertambangan baru. Rincinya, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 7/2012 tentang nilai tambah, dan Peraturan Pemerintah No 24/2012 tentang perubahan PP 23/2010 mengenai pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Permen 7/2012 mewajibkan perusahaan tambang membangun smelter dan melarang ekspor bijih di 2014. Serta, PP 24/2012 mewajibkan perusahaan asing melakukan divestasi saham hingga 51 persen ke pihak Indonesia. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gandeng Solaria, Kemenakertrans Buka Lahan Pangan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler