Diare Mewabah, Empat Sumber Air Diteliti

Kamis, 25 Oktober 2012 – 11:39 WIB
INDERALAYA- Wabah penyakit diare yang melanda Desa Santapan Timur Kecamatan Kandis, Kabupaten Ogan Ilir setidaknya membuat dinas kesehatan setempat dan Dinas Kesehatan Sumsel kewalahan. Betapa tidak, tim gabungan dari Dinas Kesehatan Ogan Ilir dan Dinas Kesehatan Sumsel turun ke Desa Santapan Timur, Rabu (24/10) sekitar pukul 15.00 dipimpin Kadinkes H Kosasi SKM MM.

Hanya saja kedatangan tim dari dinas kesehatan tersebut bukan untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Melainkan untuk mengambil sampel air yang biasa digunakan warga untuk memasak.

Yakni air Sungai Ogan yang mengalir di Desa Santapan Timur, sumur, sumur bor pamsimas  yang menjadi salah satu sumber air bersih bagi masyarakat, dan air galon isi ulang yang ada di desa tersebut. Empat sumber air tersebut diambil sampel untuk diteliti laboratorium di Palembang.

Bagaimana kebiasaan warga Desa Santapan Timur menggunakan air Sungai Ogan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari" Pantauan koran ini, Rabu (24/10) warga Desa Santapan Timur sudah terbiasa menggunakan sungai sebagai tempat untuk MCK (mandi cuci dan kakus).

Hal itu terlihat dari beberapa warga yang mandi, mencuci, dan buang air besar di bong (jamban) di sungai sehari-hari. Di sepanjang aliran Sungai Ogan yang melintas di Desa Santapan Timur terdapat bong yang dibuat masyarakat untuk mandi dan buang air besar. Kendati Sungai Ogan tidak surut selama musim kemarau. Namun debit air berkurang dan berwarna keruh. Warga tidak terlalu ambil pusing menggunakan air sungai untuk MCK sehari-hari.

Rista, warga Dusun I Desa Santapan Timur yang dibincangi koran ini mengaku warga desanya sudah terbiasa memanfaatkan sungai untuk MCK. Walaupun di desa sudah ada sumur, sumur bor pamsimas, dan air isi ulang. Ada warga yang ingin membeli air isi ulang untuk dimasak dan sumber air lainnya. “Namun ada pula warga yang tetap menggunakan air sungai untuk memasak,” kata Rista.

Dikatakannya bahwa warga yang menggunakan sumur dan sumur bor pamsimas terpaksa menggunakan air sungai untuk memasak. Karena sumber air di dua sumur tersebut kering saat musim kemarau. “Mungkin karena jarang menggunakan air sumur, makanya penyakit diare menyerang,” imbuhnya.

Penyakit diare yang menyebabkan empat warga Desa Santapan Timur, yang salah satunya adalah korban Rahma Yunita (3) menjadi pukulan bagi keluarga almarhumah. Suradi (42), orang tua almarhumah Rahma Yunita yang dibincangi koran ini mengaku sama sekali tidak mendapat firasat bahwa anak bunsunya itu akan meninggal dunia karena penyakit diare. Korban meninggal, Senin (22/10) sekitar pukul 08.00 di rumahnya setelah sempat dibawa ke RSUD Kayuagung. “Banyak pasien yang dirawat di RSUD Kayuagung. Sehingga anak kami dibawa pulang untuk dirawat oleh bidan desa,” ujar Suradi.

Anaknya itu menderita diare, lanjut Suradi, boleh dikatakan terbilang singkat. Yakni pada Senin subuh sekitar pukul 03.00, anaknya mengalami mencret sampai lima kali. Bahkan muntah pun tidak dialami anaknya. Hanya mual saja. “Rahma hanya bilang sakit perut dan mulutnya bergerak seperti mau muntah,” cerita Suradi.

Gejala diare dialami anaknya baru diketahui, terang Suradi, pada Minggu sore. Saat itu anaknya sudah terlihat lesu. Tetapi sang anak masih mau diajak bicara dan bergurau. “Walaupun badannya lesu, Rahma masih banyak bicara,” tuturnya. 

Bagaimana memenuhi kebutuhan air sehari-hari" Masjidah (35), ibu almarhum Rahma Yunita menuturkan bahwa air yang digunakan untuk memasak dan minum berasal dari ai isi ulang dan sungai. Sebab rumahnya memang terletak di pinggir sungai. “Air sungai yang digunakan selalu dimasak untuk mencegah munculnya penyakit,” tukas Masjidah.

Sementara itu Puskesmas Kandis yang biasa melayani pasien rawat jalan. Sudah beberapa hari ini difungsikan untuk rawat inap. Betapa tidak, ada sembilan warga Desa Santapan Timur yang dirawat dalam dua hari terakhir. Hanya saja, tiga warga lainnya sudah berangsur sembuh. Mereka adalah Anwar (30) dan Desi Ratnasari (8). Tujuh warga lainnya masih dirawat di puskesmas. Yakni Yunilawati (32), M Irsadi (15), Melly Yusmita (25), Intan Pandini (12), Nuraini (17), Yurni (20), dan Tasila (40).

Seluruh pasien warga Desa Santapan Timur tersebut terbaring lemah di atas tempat tidur. Infus terpasang di lengan pasien. Karena sempitnya ruangan, pasien terpaksa berbaring di lantai menggunakan tikar dan tempat tidur yang dibawa dari rumah. Ruang utama Puskesmas Kandis sepintas mirip rumah sakit dadakan. Beberapa bidan dan perawat terlihat sibuk memantau kondisi pasien.

Kepala Dinas Kesehatan Ogan Ilir H Kosasi SKM MM menyatakan bahwa empat sumber air yang digunakan warga Desa Santapan Timur, diambil sampel untuk diteliti di laboratorium di Palembang. Hasil tesnya baru akan diketahui seminggu terhitung Rabu. “Kita belum bisa menduga penyebab wabah diare yang menyerang warga apakah dari salah satu sumber air. Karena itu  keempat sampel air diambil untuk diteliti,” tandas Kosasi.

Dia mengimbau kepada warga Kecamatan Kandis khususnya dan Ogan Ilir umumnya untuk selalu menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih sehat) sehari-hari dengan memasak makanan sampai mendidih dan mencuci tangan sebelum makan. “Dengan PHBS, insyaAllah wabah penyakit tidak akan menyerang,” pungkasnya. (dom)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis Air Bersih, Warga Terpaksa Beli Air Galon

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler