Dibentuk Tim Khusus Investigasi Kasus Sampang

Selasa, 03 Januari 2012 – 09:45 WIB

JAKARTA-Konflik horizontal yang disebut-sebut bernuansa agama menyudahi edisi 2011. Minimnya sikap toleransi keagamaan plus pendapatan menjadi pangkal kekerasan dengan melegalkan segala cara atas nama agama. Kondisi ini memang tidak murni terjadi di wilayah agama saja. Kekerasan dalam berbagai penampakannya dipicu oleh banyak faktor. Tidak terkecuali bentrok beraroma agama yang melibatkan penganut Sunni vs Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur, belum lama ini.

’’Tidak bisa melihat persoalan itu hanya dalam satu sudut. Banyak faktor yang melingkupi juga harus dikaji dengan seksama,’’ ungkap Suryadharma Ali, Menteri Agama, di Hotel Borobudur, Jakarta, tadi malam.

Khusus konflik Sunni vs Syiah, pria yang akrab disapa SDA ini menyebut pihaknya telah membentuk tim khusus. Tim bentukan Kementerian Agama itu bertugas melakukan investigasi secara menyeluruh apa yang terjadi di lapangan. Tindakan apa yang akan diambil nantinya akan disesuaikan dengan tingkat kerumitan di lapangan. ’’Belum bisa disimpulkan hasilnya,’’ kata Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Ketika disinggung mengenai progres tim khusus melakukan investigasi kasus tersebut, SDA belum mau menyebutkannya. Hasil sementara, kata dia, ada di tangan Wakil Kementerian Agama (Wamenag). ’’Ada di wakil saya. Tanya aja,’’ ujar pria berkacamata itu.

Dia tidak menampik untuk menuntaskan kasus itu tergolong rumit. Pola-pola lama yang selama ini diterapkan harus dipertegas lagi. Misalnya, pendidikan Agama harus mendapat perhatian serius. Di level keluarga, orang tua harus berperan aktif tidak menyerahkan anak pada didikan televisi.

’’Tentu ini menjadi keprihatinan kita bersama. Makanya, saya berharap konflik ini tidak melebar dan menyebar sedemikian rupa. Mari kembangkan pendidikan Agama yang toleran dan menghargai keragaman,’’ harapnya.

Karena itu, sebut SDA, keterlibatan kepala daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat menjadi mutlak ditingkatkan. Cara paling jitu melalui penghormatan terhadap keragaman dan perbedaan dalam berbagai spektrum itu tidak akan bermakna apa-apa kalau seluruh elemen tidak satu komitmen. ’’Perbedaan ini sudah menjadi fitrah Allah, maka amat naif jika kita tidak melihat dan menerima apa adanya,’’ tegasnya.

Nah, penekanan akan adanya perbedaan ini ke depan yang harus dititikberatkan. Pola pendidikan Agama di sekolah-sekolah juga harus ditekankan. Harus dilihat dan diakui bahwa pendidikan agama di bawah panji Kementerian Agama dan pendidikan di bawah komando Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) punya titik singgung berbeda. Di Kemenag 90 persen pendidikan didukung swasta dan 80 persen negeri. Sedangkan di wilayah Kemendikbud sekitar 90 persen negeri dan 80 persen atas peran serta swasta.

’’Tapi, yang penting lagi ke depan adalah peningkatan pendidikan Agama di kalangan generasi muda,’’ tandasnya.

Sementara itu, KH Nur Iskandar SQ mengungkap bahwa tidak benar Syiah disebut sesat. Dua kubu merupakan aliran yang masih dalam satu koridor. Jadi, untuk menyelesaikan problem itu kedua belah pihak harus saling silaturrrahmi dan berdialog.

’’Tidak benar itu dikatakan sesat. Mereka harus berdialog agar persoalan ini tidak berkepanjangan,’’ tukas Pengasuh Pondok Pesantren Assyiddiqiyah Jakarta itu.

Nur Iskandar juga tidak sepakat dengan relokasi masyarakat Syiah. Kata dia, masyarakat itu harus segera dikembalikan kepada tempat asalnya. ’’Sekali lagi harus berdialog dengan kepala dingin,’’ ucapnya.(far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Agama Kutuk Kekerasan di Sampang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler