Didik J Rachbini: Pemimpin Diuji pada Masa Krisis

Rabu, 28 Juli 2021 – 22:58 WIB
Ekonom Senior INDEF Didik J Rachbini ketika memberikan paparan bertema "Memahami Politik APBN” pada peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute Angkatan X Seri 12 yang digelar secara zoom, Rabu (28/7) malam. Foto: Flyer Akbar Tanjung Institute

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance  (INDEF) Didik J Rachbini mengatakan seorang pemimpin atau kepala negara diuji di saat krisis, seperti pandemi Covid-19 saat ini.

Oleh karena itu, kepemimpinnya harus mampu memperlihatkan bagaimana dia menangani krisis dengan baik, termasuk bagaimana mengelola keuangan negara dalam rangka menuntaskan krisis tersebut.

BACA JUGA: Peringatan Serius dari Didik J Rachbini, Simak Baik-baik

“Sayangnya kepemimpinan negara saat ini dikelola oleh mereka yang kurang mampu mengelola krisis. Buktinya, anggaran digelontorkan sangat tinggi melalui APBN tetapi dampaknya kurang terasa,” ujar Didik J Rachbini ketika memberikan paparan bertema "Memahami Politik APBN”  pada peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute Angkatan X Seri 12 yang digelar secara zoom, Rabu (28/7) malam.

Didik yang juga Ketua Dewan Pengurus LP3ES ini lebih mengatakan kritik atas pola kepemimpinan di saat krisis pandemi Covid-19 harus terus disuarakan. Sebab tidak mungkin lingkaran dalam kekuasaan melakukan kritik atas jalannya pemerintahan.

BACA JUGA: Didik J Rachbini Direstui Hatta Radjasa

Dia mengungkap pengalaman sembilan tahun lalu ketika mendengar ceramah Joko Widodo (Jokowi) bahwa dia butuh waktu pendekatan 51 kali untuk memindahkan sektor informal tanpa harus menggusur.

“Kalau dengan pola ini ingin memindahkan transmigrasi, sampai kapan pun tidak akan berhasil,” jawab Didik diplomatis.

BACA JUGA: Kasus Covid-19 Melonjak, Rumah Sakit di Jayapura Mengalami Krisis Oksigen

Seperti diketahui, Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute ini memasuki Angkatan X Seri 12. Peserta diskusi bertema memahami politik APBN ini sekitar 45 peserta.

Hadir dalam acara ini, Direktur Program AT Institute Dr. Agustian, Direktur Eksekutif AT Institute Dr. Puji Wahono, dan Kepala Sekolah SKPB Dr. Alfan Alfian.

Secara rutin SKPB mengundang pakar berbagai bidang ilmu dan praktisi untuk mengisi proses pembelajaran yang kreatif dan aktual.

Direktur Program AT Institute Agustian mengatakan tema soal politik APBN ini sangat penting mengingat calon pemimpin itu harus memahami bagaimana sebuah APBN dan juga APBD disusun, proses tarik-menarik dan bagaimana implementasi di lapangan.

Sedangkan Direktur Eksekutif AT Institute Dr. Puji Wahono menambahkan selain politik praktis, maka calon pemimpin bangsa memang harus paham soal ekonomi, khususnya ekonomi negara berupa penyusunan APBN, sumber APBN, dan pengelolaannya.

Menurut Didik yang juga Rektor Unversitas Paramadina ini, tidak sulit memahami bagaimana APBN itu, karena tidak rumit dan mudah diteliti, apalagi jika ada kejanggalan antara pemasukan dan pengeluaran.

“Jika antara pemasukan dan pengeluaran ada perbedaan atau disparitas yang cukup tinggi, itu namanya defisit. Nah, defisit anggaran atau APBN kita saat ini sangat besar, tidak sesuai dengan penggunaannya,” kata Didik.

Defisit Rp 1.000 Triliun

Menurut Didik J Rachbini, defisit APBN kita saat ini sangat besar yaitu sekitar Rp 1.000 triliun. Ini terlihat dari angka pendapatan yang bersumber dari pajak dan non pajak (hibah dan royalty) sebesar Rp 1.699 triliun, tetapi pengeluaran atau belanja pemerintah pusat dan daerah sebesar 2.670 triliun rupiah.

Angka defisit Rp 1.000 triliun ini naik naik tiga kali lipat dari defisit sebelum pandemi Covid-19 yang hanya sekitar Rp 300 triliun. Kenapa demikian? Ketika APBN ini disusun, proyeksi penambahan anggaran untuk penanganan Covid dinaikan.

“Namun, apa yang terjadi, penanganan Covid-19 masih morat-marit. Padahal sudah disokong anggaran yang besar. Ini terjadi karena tidak ada check and balance yang kuat. Dan, di masa krisis biasanya ada ekonomi rente yang ikut bermain untuk mengutak-atik APBN, tetapi untuk kepentingan lain,” kata Didik.

Menurut Didik, angka defisit Rp 1.000 triliun itu bisa dikurangi dengan langkah efisiensi yang dilakukan. Tetapi hal ini malah tak terjadi, ujungnya generasi mendatang akan menanggung utang yang sangat besar itu.

“Saya sudah sering kritik. Cari saja di google, pasti banyak pernyataan saya soal kritik APBN ini. Jika tidak mau juga diperbaiki, itu namanya bebal dan DPR sepertinya diam. Jadi, DPR kurang kritis, sehingga APBN yang defisitnya sangat besar bisa lolos,” kata Didik.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler