jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mengusut sengketa lahan di Meruya Selatan, Jakarta Barat.
Mantan aktivis Forkot '98, Agung mengungkapkan, tindakan Pengadilan Negeri Jakarta Barat mempersilakan PT. Porta Nigra untuk menguasai seluruh tanah Masyarakat Meruya Selatan adalah hal yang janggal.
BACA JUGA: Pemprov DKI Segera Melelang Jabatan Tinggalan Empok Sylvi
"Kemenangan PT. Porta Nigra diraih melalui perkara perdata akal-akalan, tidak punya bukti kuat tapi dimenangkan oleh institusi peradilan yakni Pengadilan Negeri Jakarta Barat," kata Agung saat dihubungi di Jakarta, Minggu (25/9/2016).
Agung menerangkan lahan di Meruya Selatan merupakan lahan bersertifikat yang diserobot oleh PT Porta Nigra yang dilegalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
BACA JUGA: Ahok dan Djarot Segera Cuti, Saefullah Bakal Kawal RAPBD DKI
Agung heran pada tanggal 31 Maret 2016 lalu PN Jakbar menuruti permintaan PT Porta Nigra untuk melakukan eksekusi tanah Meruya Selatan.
"Dalam proses berjalanya eksekusi tanah warga, PT Porta Nigra patut di duga/dicurigai ada indikasi suap terhadap lembaga peradilan dan institusi pemerintahan," terang dia.
BACA JUGA: Mayat Laki-laki Ditemukan di Kolam Bundaran HI
Agung menuntut KPK untuk segera memeriksa oknum yang terkait beberapa hal. Pertama, pihaknya mendesak KPK untuk segera memeriksa seluruh Pejabat dilingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
"Selanjutnya mendesak KPK untuk memeriksa Juru Sita Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang patut dicurigai menerima suap dari PT. Porta Nigra," terang dia.
Ketiga, Agung juga mendesak KPK untuk memeriksa Walikota Jakarta Barat Anas Effendi dan mendesak Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk segera mencopot Walikota Jakarta Barat, Anas Effendi.
"Karena Anas Effendi hanya diam melihat kesewenang- wenangan PT Porta Nigra mengambil tanah warga dan kepemimpinan Anas hanya dapat berpangku tangan," ucap dia.
Kemudian Agung juga mendesak KPK untuk memeriksa Herry Sutanto Direktur Utama PT Porta Nigra, mengawasi seluruh Pejabat Beserta Majelis Hakim di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang sedang menangani Gugatan Perlawanan Putusan Eksekusi PT Porta Nigra dan mengingatkan Pengadilan Negeri Jakarta Barat agar tidak tunduk dan patuh terhadap PT Porta Nigra.
"Pada akhirnya kami mendesak KPK untuk membersihkan mafia hukum yang bercokol di Pengadilan Negeri Jakarta barat dan meminta pengadilan pencabut surat eksekusi atas lahan warga Meruya Selatan," tandas dia.
Diketahui bahwa, kasus dengan Porta Nigra ini terjadi sejak tahun 1972. Porta Nigra sudah membebaskan lahan seluas 44 hektare di Meruya. Lahan tersebut dijual kepada Pemda dengan surat palsu yang dibuat Lurah Meruya Udik Asmat bin Siming.
Kasus kepemilikan lahan di Kelurahan Meruya Selatan, Jakarta Barat, telah dilakukan dua kali kasasi ke MA. Kasasi yang pertama dimenangkan oleh Porta Nigra, sedangkan kasasi kedua dimenangkan Pemprov DKI.
Pemprov DKI akan mengajukan peninjauan kembali kepada MA untuk menggugurkan putusan MA pada kasasi pertama. Namun, MA menolak peninjauan kembali kepada Pemprov DKI dan memenangkan Porta Nigra.
Pemprov DKI pun diharuskan untuk membayar ganti rugi sesuai putusan kasasi pertama. Putusan kasasi pertama tersebut mengharuskan Pemprov DKI membayar ganti rugi materil sebesar Rp291 miliar dan ganti rugi inmateril Rp100 miliar kepada Porta Nigra berdasarkan perkara nomor 2971 K/PDT/2010 yang mengabulkan permohonan perusahaan tersebut.
Aset daerah yang menjadi sengketa dengan Porta Nigra berada di Jakarta Barat, terdiri dari 14 bidang tanah di Kelurahan Meruya Selatan yang luasnya 44 hektare.
Di keempat belas bidang tanah itu, terdapat empat Sekolah Dasar Negeri (SDN), satu kantor kelurahan, satu kantor milik Dinas Sosial DKI, satu puskesmas, lima fasos-fasum yang menjadi kewajiban pihak developer dan satu tanah kosong eks BPPT Tomang. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warganya Jadi Korban JPO Maut, Wakil Wali Kota Depok Kecam Ahok
Redaktur : Tim Redaksi