Lagi, seorang ibu diduga menjadi korban malapraktik. Akibatnya, Martini Nazif, 34, harus kehilangan anaknya saat proses persalinan di Rumah Sakit Asri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Ditemui di YLBHI, kuasa hukum Martini menceritakan, kasus ini berawal ketika dirinya yang menjadi pasien di Rumah Sakit Sam Marie, melakukan konsultasi kehamilan kepada dr. Otamar Samsudin.
Martini menginginkan dirinya melahirkan menggunakan metode caesar." Namun dokter Otamar Samsudin menganjurkan menggunakan metode water birth atau melahirkan dalam air, karena kondisi klien kami yang sehat," ujar kuasa hukum Martini, Nurkholis Hidayat, di Jakarta Pusat, Kamis (24/5).
Nurkholis mengungkapkan, saat masa hamil, Martini dianjurkan dr. Otamar untuk banyak makan, sampai-sampai bobotnya melebihi berat badan ideal wanita hamil. "Itu merupakan salah satu kejanggalan yang dirasakan klien kami," tandasnya.
Selain itu, lanjutnya, saat menjelang masa persalinan, Martini diminta proses melahirkan dengan cara water birth dan tidak dilakukan di RS Sam Marie. Namun, Martini meminta persalinan dilakukan di RS Asri dimana dr Otamar juga berpraktik di sana.
"Tanggal 5 November 2011, Martini masuk sebagai pasien RS Asri untuk melakukan persalinan dengan water birth. Setelah diobservasi, Martini diberikan induksi untuk merangsang rasa mulas. Tiga hari kemudian, atau tepatnya pada tanggal 8 November 2011, baru Martini mengalami proses pembukaan ketiga dalam rahimnya," ungkapnya.
Tak lama, dia pun masuk ke dalam kolam dan masih diberikan induksi. Pada saat pembukaan penuh dr. Otamar datang terlambat, sehingga pada saat itu Martini hanya ditemani oleh seorang perawat yang menjaga secara bergantian dan berbeda-beda. Saat dr. Otamar tiba, pasien sudah tidak kuat lagi untuk mengejam dan meminta untuk divakum saja.
Pada saat yang bersamaan pula, dr. Otamar juga tengah menangani dan lebih mendahulukan pasien water birth lainnya, sehingga tidak bisa tetap menemani Martini pada saat proses persalinan. "Ketika bayi Martini dilahirkan, bayi tersebut tidak mengeluarkan tangisan dan tidak bernapas. Bayi nya sempat diberikan pertolongan namun akhirnya meninggal dunia," katanya.
Seorang kuasa hukum Martini, Nur Annissa Rizki mengatakan, pada hari yang sama, setelah bayinya meninggal, sempat dilakukan pertemuan antara pihak keluarga pasien dan pihak manajemen RS Asri dan tim dokter yang meminta penjelasan tertulis dan rekam medik (medical record) saat melahirkan.
Namun hingga dilakukan beberapa kali musyawarah dari bulan Februari sampai dengan Maret 2012, Martini belum mendapatkan penjelasan baik dari dokter dan RS Asri, terkait bayinya yang meninggal saat melahirkan."Kami berencana melaporkan kejadian ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia," tukasnya.
Nurkholis mengatakan, hak atas kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia secara tegas diakui dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 10 Desember 1948, Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya pada 16 Desember 1968, serta telah termuat pula dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Namun sampai dengan saat ini dalam praktiknya perlindungan hak atas kesehatan dirasakan belum memenuhi rasa keadilan bagi korban malapraktik di dunia kedokteran. Hubungan medis tidak berimbang antara dokter dengan pasien yang kebanyakan adalah awam, menyulitkan pasien untuk mengetahui apakah setiap informasi dan tindakan yang dilakukan oleh dokter sudah tepat dan sesuai. (dew)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepertiga Obat Malaria di Asia Tenggara Palsu
Redaktur : Tim Redaksi