Digitalisasi di AirAsia Terbukti Dahsyat

Sabtu, 17 September 2016 – 14:41 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Program Go Digital yang diusung Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dalam memasarkan turisme terus mendapat respons positif. Salah satu talk show di tengah Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) III Pariwisata di Ecopark Ancol, 15-16 September 2016 adalah buktinya.

Marketing Manager AirAsia Yohannes Heraldo yang menjadi pembicara pada salah satu talk show di Rakornas Pariwisata membeber cara untuk mengikat pelanggan. Ternyata, konsepnya adalah efisiensi dan digitalisasi.

BACA JUGA: Begini Cara KemenPU Mendukung Percepatan Pembangunan Pariwisata

“AirAsia murah dan cepat. Inilah yang membuat penumpang banyak yang loyal dengan kami,” katanya.

Di era digital saat ini siapa yang tak kenal AirAsia. Maskapai penerbangan pimpinan Tony Fernandez yang berbasis di Malaysia itu terkenal dengan konsel low cost carrier (LCC).

BACA JUGA: Tak Ada Titik Balik Lagi, Go Digital!

AirAsia mampu mencuri perhatian publik ketika menyabet penghargaan Best World’s Best Low Cost Airline dari Skytrax selama 6 tahun berturut-turut. Yohannes pun membagi semua kisah sukses AirAsia itu ke peserta rakornas yang diikuti semua stakeholder pariwisata itu.

AirAsia memang sangat efisien dalam penggunaan pesawatnya. Hal ini bisa dilihat dari waktu berhenti pesawat di bandara yang hanya berkisar 25 menit. Selain itu, tingkat produktivitas awak pesawat di AirAsia juga sangat tinggi. Angkanya tiga kali lipat daripada Malaysia Airlines. AirAsia juga dapat meraih utilisasi rata-rata pesawat sebesar 13 jam sehari.

BACA JUGA: Bereskan Masalah Dwelling Time, Menteri Budi Beri Batas Waktu Sebulan

Tapi, bukan itu saja faktor yang membuat AirAsia berkibar. Peralihan pola kerja dari konvensional menjadi digital juga memberi dampak besar. Pembelian tiket yang tadinya manual, diubah ke online.

Murahnya akses internet membuat AirAsia makin efisien. Ujung-ujungnya, internet dijadikan senjata untuk menyalurkan distribusi tiket. 

“Sudah dua tahun kami beralih ke transaksi berbasis online. Cara ini menambah keuntungan karena biaya pendistribusian tiket bisa dikurangi,” ujar Yohannes.

Meski awalnya mendapat resistansi dari pelanggan yang belum terbiasa dengan pola pembelian tiket secara online, AirAsia tetap jalan terus dengan gaya digitalnya. Pelanggan sedikit dipaksa dengan gaya main digital. Dibiasakan dengan iklim online yang sudah banyak diterapkan di belahan bumi Eropa.

Hasilnya? AirAsia bisa mengurangi ‘lemak-lemak’ ketidak efisienan. Menurut data di Global Distribution System (GDS), 80 persen transaksi pembelian tiket dan check-in AirAsia sudah menggunakan situs resminya.

Keuntungan lainnya, digital juga bisa dijadikan senjata memasarkan produk. Dari Facebook, Instagram dan media sosial lainnya, AirAsia bisa mendeteksi apa yang paling dicari setiap orang dari belahan bumi mana pun. Misalnya, ke mana saja anak-anak muda Singapura jalan-jalan. Atau apa yang disukai orang-orang Tiongkok.

Dari digital pula AirAsia tahu ke mana saja warga Jepang dan India menghabiskan liburan mereka hingga budget yang dikeluarkan. Semua bisa dideteksi dengan mudah.

Hasilnya, strategi pemasaran pun bisa dengan mudah dirancang. Beragam promo menarik bisa dengan mudah dibuat. Bisa dengan gampang ditawarkan ke setiap orang.

Dengan upaya yang tak terlalu besar dan SDM yang tak terlalu banyak, AirAsia pun bisa dengan gampangnya menjaring banyak ikan di mana-mana. Dari mulai wisatawan keluarga, anak-anak muda, solo traveller, halal tourism, wisata bahari, nature, man made, semua terjaring. Semua bisa dilayani.

Dengan pola digital ini pula AirAsia berani mematok target untuk menerbangkan enam juta wisatawan ke Indonesia. Angkanya lumayan tinggi. Jumlahnya sudah sepertiga dari target capaian kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia yang dipatok di angka 20 juta pada 2019.

Rute-rute penerbangan ke Indonesia diperbanyak. Terutama rute pergi pulang dari sekitar India dan Tiongkok selatan dan Singapura ke Indonesia.

“Kami sudah berkomitmen untuk menerbangkan enam juta wisatawan ke Indonesia hingga 2019 nanti. Dan akan kami penuhi karena semua sudah kami perhitungkan lewat analisis berbasis digital. Jadi bila pariwisata Indonesia beralih ke digital, itu sudah sangat tepat. Lompatan capaiannya pasti akan jauh lebih dahsyat dari pola konvensional,” urai Yohannes.(adv/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari ini Menteri Budi Panggil Semua Manajemen Pelindo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler