Dihadang Bupati Nakal, Antam Sulit Bangun Pabrik

Kamis, 24 Mei 2012 – 03:46 WIB

JAKARTA – Membangun pabrik pengolahan hasil tambang di daerah terpencil bukan perkara mudah. Keterbatasan infrastruktur hingga ulah kepala daerah nakal sering kali menjadi penghadang. Hal itulah yang dialami PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, salah satu BUMN pertambangan.

Itu diungkapkan Direktur Utama PT Antam Alwinsyan Lubis. Dia menjelaskan, perseroan sering kali harus membangun sendiri infrastruktur jalan dan pembangkit listrik sendiri.”Jalan dan listrik tidak hanya untuk pabrik kami yang sedang dibangun, tapi juga bisa dinikmati oleh masyarakat sekitar. Inilah salah satu keuntungan adanya pabrik pengolahan tambang di suatu daerah,” tutur Alwin kepada INDOPOS (JPNN Group) di kantornya, Jakarta, Rabu (23/5).

Tapi rupanya itu sering kali tak cukup membuat bahagia kepala daerah setempat. Ada bupati yang berpikiran, keberadaan Antam memang bisa membuat daerah maju. Tapi dia pribadi tidak kebagian. Sehingga mereka lebih suka memberikan izin tambang ke perusahaan swasta nakal yang bisa memberikan keuntungan pribadi bagi sang bupati.

Pihak Antam selalu berusaha menjelaskan bahwa pembangunan pabrik pengolahan bertujuan memajukan daerah. ”Paling bupati bilang bagus, cuman terlalu lama. Ini rakyat sudah menuntut, harus sekarang,” tutur Alwin. Artinya, sang bupati ingin mendapat keuntungan materi saat itu juga, berupa sogokan. Ketika menekan perusahaan, kepala daerah nakal selalu mengatasnamakan rakyat.

Tapi, lanjut Alwin, pihaknya tidak pernah menyerah dengan keadaan itu. Lobi terus dilakukan. Meskipun Antam tidak akan menuruti kemauan sang bupati untuk menyogok. Ketika para bupati pemilik areal tambang sedang berkunjung ke Jakarta, pihak Antam akan sigap menemui mereka untuk mentraktir.

”Kita temui dan ajak makan, minum kopi. Karena Antam bisanya hanya begitu,” kata Alwin. Tapi rupanya bukan itu yang diharapkan para bupati. Ketika tahu tidak mendapat apa-apa setelah ditraktir makan, tamu daerah itu pasti nyeletuk. ”masa cuma begini. Kalau makan doang sih saya juga ada,” kata Alwin menirukan ucapan bupati nakal.

Tapi tidak semua kepala daerah nakal. Ada bupati yang sangat mendukung keberadaan PT Antam di daerahnya. Semua proses perizinan didukung, diawasi langsung dan diberikan kemudahan. Dia hanya minta dilibatkan dalam peresmian dan penandatanganan prasasti. Supaya namanya tetap tercantum di prasasti, meski sudah lengser kelak. ”Yang begini kan fair,” kata Alwin.

Seperti diketahui, UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara melarang ekspor bahan mentah tambang mulai 2014. Guna melaksanakan perintah undang-undang ini, PT Antam mulai membangun pabrik pengolahan bauksit dan nikel di beberapa daerah. Dana investasi yang disiapkan dalam kurun waktu 2010-2014 sebesar USD 4 miliar (sekitar Rp 36,8 triliun). (dri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembiayaan KUR Mandiri Rp7,3 Triliun, Teken Penjaminan Kredit dengan Askrindo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler