Dikabulkan MA, Tukang Gigi Bisa Praktik Lagi

Senin, 27 Oktober 2014 – 20:30 WIB

SURABAYA - Upaya Persatuan Tukang Gigi Indonesia (PTGI) Jatim untuk menolak peraturan menteri kesehatan (permenkes) yang melarang mereka berpraktik akhirnya berhasil. Mahkamah Agung (MA) memerintahkan agar peraturan itu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Hal tersebut diputuskan majelis hakim yang terdiri atas Yulius, Supandi, dan Hary Djatmiko. Salinan putusan sudah dikirim kepada beberapa pihak.

Gugatan itu diajukan Ketua PTGI Jatim Mahendra Budianta dan Sekretaris PTGI Jatim Arifin melalui pengacaranya, M. Sholeh. ''Alhamdulilah, akhirnya dimenangkan,'' kata Sholeh.

Dia menjelaskan, gugatan tersebut diajukan karena PTGI tidak setuju dengan Permenkes No 1871/Menkes/Per/IX/2011 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan No 339/Menkes/Per/V/1989. Peraturan terbaru itu ditetapkan pada 5 September 2011.

Sholeh mengungkapkan, awalnya keberadaan tukang gigi dipayungi Permenkes No 53/DPK/I/K/1969. Peraturan tersebut mengakui keberadaan tukang gigi. Kemudian, muncul peraturan baru nomor 339/Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan Tukang Gigi. ''Dalam peraturan itu, tukang gigi yang masih memiliki izin untuk berpraktik memperoleh peluang. Tapi, sejak tahun itu, tidak ada lagi izin baru yang dikeluarkan,'' katanya.

Parahnya, pada 2011 keluar peraturan baru yang justru melarang praktik tukang gigi. Padahal, pengguna jasa tersebut adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah yang tidak mampu pergi ke dokter gigi. Dampak dari peraturan itu adalah penangkapan terhadap tukang gigi yang dianggap melanggar undang-undang praktik kedokteran.

Padahal, ada bidang lain yang sama persis dengan tukang gigi. Misalnya, praktik bidan, sangkal putung, pijat urut tradisional, patah tulang, sunat, dan dukun bayi. ''Ini sama saja peraturan diskriminatif,'' tegasnya.

Selain itu, permenkes tersebut bertentangan dengan pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-undang itu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional. Asalkan, manfaat dan keamanannya dapat dipertanggungjawabkan.

Hakim dalam vonisnya sepakat dengan dalil penggugat. Pada pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa tukang gigi adalah profesi turun-temurun yang terdaftar berdasar peraturan menteri kesehatan yang lama. Hanya, mereka tidak memiliki standar kompetensi dan prosedur.

Meski demikian, hakim menganggap bahwa tidak berarti tukang gigi dilarang beroperasi. Hakim malah berpendapat bahwa menteri kesehatan seharusnya membuatkan standar kompetensi dan prosedur bagi tukang gigi.

Atas dasar itulah, hakim menegaskan bahwa permenkes tersebut bertentangan dengan undang-undang kesehatan sehingga tidak sah. MA memerintah menteri kesehatan untuk mencabut Permenkes Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011. (eko/c14/ib)
 

BACA JUGA: Berharap Menteri Pariwisata tak Bali-Sentris

BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Bondowoso Wajib Hafal Alquran


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler