Dikembangkan, Obat Kanker Murah

Kamis, 15 Maret 2012 – 09:40 WIB

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang mengembangkan pengobatan penyakit kanker dengan biaya yang lebih murah. Sekarang ini, pengobatan penyakit tersebut masih memakan dana yang sangat besar. Mencapai puluhan juta. Hal tersebut karena dianognosis dan menentukan faktor resiko yang cukup sulit.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, penanganan kanker masih belum optimal. Hampir 70 persen pasien datang ketika sudah berada pada stadium 3 dan 4. Akibatnya, pengobatan yang bisa dilakukan juga kurang optimal. Selain itu, tidak semua puskesmas memiliki peralatan yang dapat mendiagnosis keberadaan kanker.

"Kanker disebabkan oleh berbagai macam faktor risiko dan penanganannya pun bisa dilakulan dengan kombinasi berbagai pengobatan. Hal inilah yang membuat pengobatan kanker menjadi mahal dan sulit dijangkau masyarakat," ujar Endang usai meresmikan PET Scan di RS Pusat Kenker Nasionnal Dharmais di Jakarta, (14/3).

Menurut Endang, untuk lebih menyederhanakan proses pengobatan dan efisiensi, kementrian kesehatan juga berencana menyusun suatu database yang memuat beberapa jenis kanker dan besaran biaya pengobatannya di tiap-tiap stadium. Hampir seluruh obat-obatan yang digunakan saat ini untuk kemoterapi diimpor dari luar.

"Kemenskes sudah meminta RS Dharmais untuk  mengembangkan pengobatan kanker yang bersumber dari dalam. Pasien bisa menempuh berbagai macam pengobatan," katanya.

Endang melanjutkan, ada beberapa cara untuk mengobati kanker, yaitu dengan kemoterapi, radiasi, brakioterapi. Selain itu, hampir 100 persen obat-obatan kanker di impor dari luar negeri. "Sudah saatnya kita mengupayakan sumber-sumber lokal agar pasokannya tidak tergantung dari luar. Salah satunya adalah mengoptimalkan penggunaan dan penelitian tentang herbal dan obat tradisional," papar Endang.

Ketua Unit Pengobatan Komplementer RS Dharmais dr Aldrin Neilwan menambahkan, obat herbal seperti jamu dapat dikembangkan sebagai komplementer (pelengkap) bagi pasien kanker. "Obat tradisional seperti jamu adalah budaya bangsa yang besar yang harus kita gali. Jamu itu tidak digunakan untuk membunuh sel kanker, tapi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien," ujarnya.

Ditegaskan Aldrin, keampuhan obat tradisional sudah terbukti sebagai penunjang terapi kanker. Jamu bisa sangat membantu mengatasi efek kemoterapi seperti mual, muntah, dan membantu memperbaiki daya tahan tubuh. Obat tradisional yang digunakan hanya yang telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Sementara itu, Presiden Direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat menambahkan, pasien yang menderita kanker tidak dianjurkan mengganti obat modern dengan jamu. Tapi yang harus dilakukan adalah menjadikan obat herbal tersebut sebagai pendamping. Misalnya daun sirsak dan kulit manggis yang berfungsi sebagai anti oksidan dapat dikonsumsi sebagai pelengkap obat modern.

"Saya usulkan pasien-pasien yang menderita kankee setelah kemotherapy nanti kalau kemudian dibarengi minum obat hermal dan yang tidak cepat sembuh yang mana. Pengalaman saya ternyata kulit manggis dan daun sirsak anti oksidan yang baik," ungkap Irwan.

Dilanjutkan Irwan, pihaknya bersedia membantu pemerintah untuk melakukan penelitian jamu sebagai obat kanker. Sayaratnya, setelah berhasil obat tersebut lebih banyak digunakan bagi pasien tidak mampu. Sehingga mereka mempunya alternatif pengobatan.

"Kalau tidak mampu cukup konsumsi saun sirsak dan kulit manggis saja.dia sudah bisa melakukannya sendiri," kata Irwan. (cdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Terlalu Sering Membasuh Wajah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler