jpnn.com - Jika ke Madura, mampirlah ke Burneh, Bangkalan, Jawa Timur. Di sana banyak perajin batik tulis. Di antaranya, Naila, yang secara turun-temurun menekuni usaha kerajinan batik.
FANDI TP, Bangkalan
BACA JUGA: Tak Peduli meski Difitnah Cari Keuntungan Pribadi
Menurutnya, batik Bangkalan termasuk katagori batik pesisiran, bukan batik pedalaman. Batik pesisiran, lanjutnya, memiliki motif dan warna yang berani, sedangkan batik pedalaman bercorak klasik dan kalem.
’’Hal tersebut karena sifat masyarakat pesisir yang terbuka dari pengaruh budaya luar,’’ ujar Naila saat ditemui INDOPOS (JPNN Group) pada liputan daerah dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perindungan Anak di, Madura, Sabtu (29/3).
BACA JUGA: 27 Tahun Lalu Dibuang, Bertemu Ibu Lewat Facebook
Di kediaman Naila, para tamu disuguhi batik katagori biasa dan batik kategori premium. ’’Motif batik Bangkalan lebih dari seribu. Bagi orang luar sangat sulit menghafalnya. Nama motif biasanya terkait dengan gambar apa dan cara pewarnaannya yang dikonsonankan dengan bahasa daerah setempat,” tutur Naila.
Di antara nama-nama motif batik Bangkalan adalah ramo, banjar ramo, rongterong, perkaper, rawan, serat kayu, dan panca warna. Yang paling mahal dan paling terkenal dari batik Bangkalan ini adalah batik gentongan.
BACA JUGA: Orang - Orang Australia yang Cinta Setengah Mati kepada Indonesia
’’Batik gentongan dengan motif panji tukul, panji leko, panji susi, dan getoge,’’ beber Naila.
Untuk harga batik tulis Bangkalan sangat variatif, dari Rp 50.000 sampai Rp75.000 yang dikerjakan selama 1 minggu. Adapun batik tulis sutra yang harga sekitar Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000 dikerjakan selama 1-2 bulan. Sedangkan batik gentongan dikerjakan paling cepat 1 tahun, karena direndam dalam gentongnya saja membutuhkan waktu yang pertama selama 6 bulan kemudian setelah digambar, batik belum jadi itu direndam lagi selama 3 sampai 4 bulan.
’’Batik gentongan banyak diminati para kolektor. Batik ini berkualitas sangat bagus. Harganya sehelai bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah,” tutur Naila.
Berbeda dibandingkan proses produksi batik yang dilakukan di Pulau Jawa yang berbagi peran antara pekerja perempuan dan pria, seluruh proses pengerjaan batik gentongan di Bangkalan dilakukan oleh perempuan. Bahkan sentuhan terakhir yang penting pada gentong dilakukan oleh sang maestro, perempuan yang telah berusia lanjut.
Batik gentongan di Bangkalan terkenal akan keawetan warnanya, sehingga mempunyai harga yang sangat premium dibanding batik-batik lain. ’’Warna batik gentongan Madura bisa bertahan lama, tidak pudar selama puluhan tahun, kalaupun rusak pasti dari kainnya bukan warnanya. Dan yang paling terkenal yaitu batik gentong bewarna biru,” terang Naila.
Meski kekuatan warna gentongan dan batik halus pewarna sintesis sama, batik gentongan makin lama warnanya makin cemerlang meski kainnya telah rapuh. Naila kemudian menunjukkan batik gentongan miliknya yang sangat indah, bermotif cantik.
’’Batik dengan motif tersebut digunakan untuk kain gendongan anak bangsawan pada zaman lampau,” bebernya.
Uniknya, dalam proses membatik gentongan, dihentikan jika ada tetangga yang meninggal hingga tujuh harinya. Semasa penyimpanan dalam gentong, setiap hari dilakukan proses pengangkatan dan kain diangin-anginkan. ’’Jika ada yang meninggal proses ini dihentikan. Jika dipaksakan maka menghasilkan warna yang pudar,’’ terangnya. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menyusuri Kepingan Sejarah Perang Dunia II di Indonesia Timur (2)
Redaktur : Tim Redaksi