Din Syamsuddin: Siapkah Pemerintah Menanggung Akibat dan Risikonya?

Selasa, 22 September 2020 – 17:22 WIB
Din Syamsuddin bicara soal Pilkada 2020. Ilustrasi Foto: Fathra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin mengkritik keras keputusan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak mau menunda pelaksanaan Pilkada 2020.

Din Syamsuddin menyebut keputusan tersebut sebagai kediktatoran konstitusional.

BACA JUGA: Hadar Gumay: Kami Tak Ingin Pilkada Menjadi Bencana Buat Semua

Pasalnya, berbagai organisasi dan lembaga swadaya masyarakat telah menyuarakan Pilkada 2020 ditunda pelaksanaannya.

Namun, aspirasi riil tersebut diabaikan oleh pemerintah bersama DPR dan KPU.

BACA JUGA: Jubir Jokowi Sebut Pilkada Serentak Tetap Digelar, Ganjar: Ini Enggak Main-Main

"Keputusan DPR bersama pemerintah, KPU, dan Bawaslu bahwa Pilkada serentak tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020, walaupun ada keberatan dari berbagai organisasi masyarakat madani, sungguh menunjukkan apa yang disebut dengan kediktatoran konstitusional," tutur Din dalam pesan singkatnya kepada jpnn, Selasa (22/9).

Lebih lanjut, kata Din, ketetapan memaksa penyelenggaraan Pilkada 2020 bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2020.

BACA JUGA: Hakim MK Minta Rizal Ramli Tegas, jadi Capres 2024 atau Tidak

Penjelasan Pasal 201A ayat 3 aturan itu menyatakan bahwa Pilkada ditunda apabila tidak dapat dilaksanakan karena musibah nasional pandemi Covid-19. 

"Hal ini mengandung arti bahwa Pemerintah melanggar peraturan perundang-undangan yang ada," beber Din.

Selain itu, Din Syamsuddin menilai, memaksakan penyelenggaraan Pilkada 2020 bertentangan dengan ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengedepankan sektor kesehatan terkait penanganan Covid-19.

"Pelaksanaan Pilkada serentak itu nanti tidak sejalan dengan ucapan Presiden Jokowi sendiri bahwa pemerintah lebih mengutamakan penanggulangan masalah kesehatan dari pada stimulus ekonomi dan tentu juga agenda politik," beber dia.

Menurut Din, pengabaian aspirasi rakyat, pelanggaran aturan, dan ketaksesuaian ucap dan laku, sangat beresiko besar. 

"Siapkah Pemerintah menanggung akibat dan risikonya? Waktu masih ada untuk berpikir jernih dengan akal sehat untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat, daripada ingin mengedepankan kekuasaan, atau mengutamakan kepentingan politik kelompok atau partai politik," pungkas Din Syamsuddin. (ast/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler