jpnn.com, JAKARTA - Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI) Dini Trisyanti mengatakan, masalah sampah di Indonesia bisa diatasi bila semua stakeholder berkolaborasi.
Mengingat siklus dan rantai nilai sampah secara umum sangat kompleks. Mulai dari upstream atau hulunya, midstream, dan downstream.
BACA JUGA: Bersih-bersih Sampah di Muara Cisadane Diundur, Ini Alasannya
“Jadi semua stakeholder-nya punya peran, baik industrinya, distributornya, konsumennya, itu semua punya peran. Membuang sampah dengan benar, memilah sampah dengan benar, ini kuncinya kalau kita mau membuat kolaborasi yang baik,” kata Dini dalam keterangannya, Selasa (9/2).
Menurut Dini, yang penting diperhatikan dalam penanganan sampah adalah sirkularitas kemasan dengan membuat loop yang baik. Bicara tentang loop, kata Dini, yang pertama harus dilakukan adalah reuse.
BACA JUGA: Ketahuilah, Ini Tiga Tujuan Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional 2021
“Ini yang paling sederhana, galon misalnya harus diambil lagi,” ujarnya.
Kemudian yang kedua adalah recycle atau close loop. Jika ini tidak bisa dilakukan, ada yang namanya recycle open loop.
BACA JUGA: PPPK Bergembira, Ada yang Tak Disangka terkait Gaji
Jadi misalnya sisa-sisa emberan tidak bisa dibikin lagi menjadi kemasan, bisa dibuat paving block.
Jadi, kata Dini, produsen tidak perlu khawatir untuk menjalankan Extended Producer Responsibility (EPR) seperti yang tertuang dalam UU No 18 Tahun 2008, di mana produsen mulai untuk bertanggung jawab atas kemasan yang dihasilkan dari produknya.
Juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh produsen. Isinya mendorong produsen untuk mengurangi sampah dengan capaian target 30% dibandingkan jumlah timbulan sampah pada 2029.
“Dalam rangka EPR, produsen tidak usah takut, karena ini sebenarnya konsep yang sama-sama untung. Produsen untung, industri daur ulang juga untung, dan konsumen juga diuntungkan. Karena, pada akhirnya ini sangat baik untuk mengurangi sampah ke TPA,” tuturnya.
Buktinya, menurut Dini, sudah ada beberapa perusahaan yang menjalankan EPR ini. Prinsipnya tidak usah menunggu layanan persampahan sempurna dulu tetapi bisa melaksanakan secara paralel.
EPR ini bisa membantu persebaran pengelolaan sampah, di mana produsen bisa membuka wilayah mana yang memang belum ada pengelolaan sampahnya.
"Jadi saya rasa EPR ini sangat perlu kita dorong,” ucapnya.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Atong Soekirman beberapa waktu lalu menyatakan sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan perusahaan air minum AQUA yang sudah menggunakan reuse untuk botol kemasannya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan, Anang Taufik, juga menyampaikan dalam kolaborasi yang dilakukan dengan Danone Indonesia, setiap bulan Kabupaten Lamongan bisa mengurangi sampah yang ada di tempat pembuangan akhir (TPA) dari 1.200 ton menjadi 500 ton pada 2020 lalu.
Dia bercerita hal itu bisa dilakukan sejak dibangunnya tempat pengolahan sampah terpadu sampahku tanggung jawabku (TPST Samtaku).
TPST ini berdiri di atas lahan seluas 5.500 meter persegi dengan kapasitas maksimal 60 ton sampah per hari.
Tak hanya itu, TPTS Samtaku ini melayani sampah 15 ribu rumah tangga serta kawasan industri dan komersial yang ada di Kabupaten Lamongan. (esy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad