Dinilai Tak Mendidik, BLT Ditolak

Selasa, 13 Maret 2012 – 10:15 WIB

PURWOKERTO-Rencana pemerintah menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM tak serta merta membuat semua pihak senang. Termasuk Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Banyumas yang menentang keras kebijakan tersebut.

Mereka menilai, program BLT hanya akan menimbulkan konflik di tengah masyarakat, seperti disampaikan Tim IX PPDI Banyumas beserta ratusan perangkat desa kepada DPRD Banyumas, Senin (12/3).

Perangkat Desa Sudimara, Kecamatan Cilongok, Ahmad Rais mengungkapkan efektivitas program BLT cukup rendah, karena kurang mendidik masyarakat. Program ini juga dinilai bisa menimbulkan kecemburuan yang bisa berdampak pada pudarnya gotong-royong masyarakat setempat.

"Kalau ada kerja bakti, warga yang dapat BLT saja yang ikut. Artinya, ini justru menurunkan nilai gotong-royon dari masyarakat. Makanya, kami menolak program BLT," tegasnya.

Bahkan, program BLT atau yang dinamakan pemerintah sebagai Bantuang Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) ini pernah berakibat fatal bagi perangkat desa. Seperti yang diceritakan Junarso, Perangkat Desa Karangnanas. Gara-gara program BLT, sampai ada perangkat desa yang mengundurkan diri. Sebab pelaksanaannya menimbulkan konflik di masayrakat.

"Ini artinya, program BLT justru menimbulkan kecemburuan, hingga konflik di kalangan masyarakat," ujar Junarso yang diamini perangkat desa lainnya, Slamet Mubarok.

Hal ini dibenarkan Sudarko, selaku Ketua PPDI Banyumas. Persoalan yang dialami perangkat desa di Banyumas sifatnya menyeluruh. "Seperti di Desa Kuntili, sampai ada warga yang mendatangi perangkat desa dengan membawa senjata tajam, karena tidak kebagian BLT," ujarnya.

Belum lagi, di Desa Kedawung Kecamatan Sokaraja. Ada perangkat yang tidak berani pulang ke rumah sampai lebih dari satu bulan. Sebab, hampir tiap hari ada warga yang datang ke rumahnya, mempertanyakan kenapa dirinya tidak mendapatkan dana BLT.
"Di Kecamatan Cilongok, ada juga perangkat yang memilih mengundurkan diri karena setiap hari diteror warga gara-gara BLT," kata Prayitno menambahkan.

Berdasarkan pengalaman penyaluran dana BLT tahun 2008 lalu itulah, Sudarko mendesak pemerintah pusat membatalkan rencana tersebut. Menurutnya, sebaik apapun pendataan mengenai warga miskin yang dilakukan dalam rangka penyaluran BLT ini, keresahan pasti akan terjadi.

Sebab, tidak ada yang menjamin, pendataan warga miskin di desa benar-benar akan mencerminkan kondisi riil. Pasti akan ada saja warga miskin yang tidak terdata, sehingga menimbulkan konflik. "Apalagi kalau acuannya adalah data BPS yang pendataannya entah dilakukan kapan," tegasnya.

Jika pemerintah benar-benar berniat membantu masyarakat yang terkena dampak kenaikan BBM, lanjutnya, sebaiknya menggunakan pola padat karya yang lebih banyak manfaatnya dan tidak menimbulkan potensi konflik.

Selain itu, kondisi fasilitas publik akan makin baik karena menjadi sasaran program padat karya. Penerima dana kompensasi juga lebih jelas, karena hanya mereka yang ikut bekerja saja yang mendapat imbalan.  "Atau kalau memang program padat karya sulit dilakukan, ya batalkan saja rencana kenaikan harga BBM-nya. Jadi tidak perlu ada kompensasi segala macam," tutupnya. (guh/nun)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dinkes Bantah Penderita DBD di NTT Capai 6.071 Warga


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler