Dinkes Akui Penanganan DBD Lambat

Senin, 30 Januari 2012 – 10:05 WIB
SAMPIT – Kepala Dinkes Kota Waringin Timur (Kotim), Yuendri Irawanto mengakui penagangan penanganan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terlambat. Dikatakan, Dinas Kesehatan Kotim (Kotim) baru gencar mencegah meluasnya penyebaran penyakit setelah kasus terjadi dan meluas yang menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Akibatnya, penyebaran penyakit sulit diberantas ditambah kurangnya kesadaran masyarakat menjaga kebersihan di lingkungannya masing-masing.

“Penanganan DBD baru gencar dilakukan setelah kasus terjadi. Untuk kedepannya, penanganan harusnya dilakukan sebelum kasus terjadi agar meluasnya penyebaran penyakit bisa ditekan,” kata Yuendri Irawanto saat evaluasi penganangan wabah DBD di kantor Bupati Kotim, belum lama tadi.

Status KLB DBD di Kotim ditetapkan pada 19 November 2011 lalu. KLB ditetapkan karena telah menelan korban jiwa dalam beberapa bulan serta jumlah penderita yang terus meningkat drastis.

Yuendri menambahkan, lambatnya penanganan DBDB karena dana yang terbatas. Untuk penanganan DBD pasca ditetapkan status KLB, pihaknya terpaksa mengambil dana dari pos tidak terduga. Karena itu, diharapkan setiap tahun ada alokasi dana untuk penanganan DBD sebelum kasus terjadi.

Menurut Yuendri, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungannya masing-masing juga memicu semakin meluasnya penyebaran penyakit. Akibatnya, jumlah penderita DBD bukannya menurun, justru bertambah setiap bulannya.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit mencatat, terjadi tren peningkatan kasus DBD, yakni, pada November 2011 sebanyak 120 orang, meningkat menjadi 171 orang pada Desember, dengan jumlah korban meninggal selama 2011 sebanyak 7 orang. Kemudian, pada awal tahun hingga 22 Januari 2012, jumlah penderita DBD mencapai 67 pasien, dimana satu pasien meninggal dunia.

Serangan penyakit yang ditularkan melalui nyamuk aedes aegepty itu hingga kini masih mengancam keselamatan masyarakat. Akibatnya, status KLB belum bisa dicabut karena masih ditemukan penderita DBD.

Diberitakan sebelumnya, belum meredanya penyebaran wabah DBD disebabkan kurangnya peran aktif masyarakat memberantas sarang dan jentik nyamuk. Meski Dinkes dan Puskesmas sudah berupaya keras melakukan pengasapan atau fogging massal dan pembagian bubuk abate, namun upaya pencegahan itu belum membuahkan hasil maksimal karena belum diiringi kesadaran warga untuk membersihkan lingkungan.

“Bagaimana penanganan bisa berlangsung maksimal jika tidak diikuti dengan peran serta masyarakat terutama dalam membersihkan lingkungan dari wadah-wadah yang sering digenangi air dan menjadi tempat tumbuhnya jentik dan larva nyamuk. Karena perlu diingat, fogging hanya untuk memberantas nyamuk demam berdarah dewasa saja, dan tidak bisa memberantas jentik dan larva,” kata Yuendri.

Yuendri menegaskan, tempat dan lingkungan yang bersih belum tentu bebas dari jentik dan larva nyamuk demam berdarah. Karena tempat perkembangan jentik nyamuk mematikan itu bisa pada air yang tergenang di pot-pot bunga, ban bekas, botol bekas, dan benda-benda yang bisa menampung air. Nyamuk demam berdarah biasanya hanya terbang pada pagi sekitar pukul 08.00 dan sore hari sebelum petang.

“Saat ini program fogging massal kita hentikan dulu paling tidak rentang waktunya satu bulan. Karena program ini tidak bisa dijadikan andalan untuk memberantas nyamuk, tetapi harus peran aktif masyarakat yang dominan. Karena walau pun terus disemprot itu tidak akan bisa untuk membasmi jentik,” tandasnya. (rm-45/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Heboh, Penampakan Makhluk Gaib Bentuk Tengkorak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler