Diplomasi Menjual Bahasa Indonesia Mendapat Momentum Menjelang Kunjungan Paus Fransiskus

Jumat, 19 April 2024 – 22:30 WIB
CENDERA MATA: Dewan Pembina PWKI AM Putut Prabantoro (kanan) menyerahkan cendera mata kepada Presiden Dikasteri Komunikasi Vatikan Dott. Paolo Ruffini di kantor Dikasteri Komunikasi Vatikan, Kota Vatikan, Rabu (17/4). Foto: PWKI/Gora Kunjana

jpnn.com - ROMA - Pengajar Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) Algooth Putranto mengungkapkan bahwa diplomasi publik untuk memperkenalkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi di dunia mendapatkan momentum menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada September 2024.

Diplomasi publik sebagai salah satu instrumen soft power adalah usaha untuk mempengaruhi orang atau organisasi lain di luar negaranya dengan cara positif sehingga mengubah cara pandang orang tersebut terhadap suatu negara.

BACA JUGA: Paus Fransiskus Dijadwalkan Kunjungi Indonesia pada September

Algooth mengatakan hal itu, setelah berdiskusi secara langsung dengan sejumlah pejabat di Takhta Suci Vatikan yang berasal dari Indonesia dan sejumlah pejabat Vatican News, portal resmi Takhta Suci Vatikan.

“Pengakuan UNESCO terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di PBB dan rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia ini dua momentum penting yang seharusnya dimanfaatkan seluruh pihak, khususnya perguruan tinggi,” tuturnya, Kamis (18/4).

BACA JUGA: Paus Fransiskus Sebut Israel dan Palestina Sama-Sama Bersalah

Algooth menjadi satu-satunya akademisi dalam delegasi masyarakat sipil Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) yang berkunjung ke Vatikan.

Delegasi PWKI yang hadir ialah Mayong Suryo Laksono, Tri Agung Kristanto, dan AM Putut Prabantoro (Dewan Pembina) serta L Gora Kunjana (Sekretaris).

BACA JUGA: Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi UNESCO, TKN Prabowo-Gibran: Ekspor Budaya Harus Kita Lanjutkan

Dalam kunjungan tersebut PWKI berdiskusi dengan sejumlah pejabat penting asal Indonesia, antara lain Rm Agustinus Purnomo MSF, Rm Budi Kleden SVD dan Rm Laurentius Tarpin OSC. Ketiganya adalah para jenderal (pemimpin tertinggi) di masing-masing kongregasinya dan bermarkas di Roma, Itallia.

Ketua Delegasi PWKI AM Putut Prabantoro, yang juga pengajar (Taprof) Bidang Ideologi di Lemhannas RI menegaskan bahwa, jika bahasa Indonesia digunakan dalam media komunikasi internasional, itu merupakan langkah yang strategis dalam mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945 tentang perdamaian dunia.

Selain merupakan alat komunikasi, bahasa Indonesia juga merupakan alat atau senjata untuk mencapai perdamaian. Ini terlebih karena bahasa merupakan identitas sebuah negara.

Algooth menjelaskan pentingnya diplomasi publik memperkenalkan bahasa Indonesia mendapatkan momentum ketika pada 20 November 2023 di Markas Besar Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) di Paris, Prancis.

Bahasa Indonesia yang juga digunakan secara luas di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei, komunitas di Belanda dan Suriname adalah bahasa resmi ke-10 yang diakui oleh Majelis Umum UNESCO. Sembilan bahasa lainnya yang diakui adalah Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, Hindi, Italia, dan Portugis.

Menurut Algooth penting bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk terlibat dalam diplomasi publik mempromosikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang penting karena sampai saat ini dikotomi karya ilmiah harus berbahasa Inggris maupun rezim jurnal ilmiah Scopus yang membelenggu dunia pendidikan di Indonesia masih sangat kuat.

“Salah satu kesulitan para dosen di Indonesia adalah tuntutan jurnal berbahasa Inggris, meski regulator pendidikan tinggi bahkan pemerintah sudah mengupayakan jalan keluar yang bijak salah satunya melobi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Unesco, Perguruan Tinggi juga harus bekerja keras mengupayakan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional,” katanya.

Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) menetapkan jurnal internasional adalah suatu karya ilmiah yang ditulis dan dipublikasikan dalam skala internasional dan dapat dipertanggungjawabkan, minimal ketika penulisnya berasal dari dua negara berbeda.

"Perguruan tinggi melalui berbagai saluran formal maupun nonformal harus bisa melakukan persuasi terhadap Dikti perihal bahasa Indonesia yang sudah diakui oleh UNSECO, sehingga dikotomi jurnal internasional harus bahasa Inggris seharusnya bisa diubah makin dinamis,” tuturnya.

Diplomasi publik yang intensif juga harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat global tentang pentingnya bahasa Indonesia.

“Jangan sampai bahasa Indonesia hanya menjadi tuan di kampung sendiri, sementara orang luar sebetulnya tidak terlalu menganggap itu penting," ujarnya.

Algooth mendapati, meskipun sudah menjadi bahasa resmi di UNESCO, bahasa Indonesia yang digunakan banyak individu ternyata belum menjadi salah satu bahasa yang disajikan oleh Vatican News yang multilingual. Vatican News adalah media resmi di Takhta Suci Vatikan.

“Vatican News sebagai bagian dari Dicastery for Communication Vatikan yang sudah berusia ratusan tahun melihat bahasa Indonesia belum sebagai hal yang penting, sehingga justru bahasa Melayu yang mereka pilih. Ini menjadi perhatian penuh Dubes Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, Trias Kuncahyono,” tuturnya. (*/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler