TEHERAN - Seorang pemuda Iran berusia 18 tahun, Ebrahim Hamidi, akan menghadapi eksekusi atas tuduhan perbuatan homoseksualitasHamidi yang bukan gay, dijatuhi hukuman mati karena melakukan sodomi atau yang di Iran disebut dengan istilah "lavat"
BACA JUGA: Presiden Paraguay Terserang Kanker
Padahal, Ebrahim Hamidi yang tidak memiliki perwakilan hukum telah dinyatakan berasalah oleh majelis hakim di mana tidak ada bukti yang meyakinkan
BACA JUGA: Lelang Keperawanan di Internet, Laku Rp 2,8 miliar
Perempuan berusia 43 tahun itu dijatuhi hukuman mati dengan cara dirajam atas tuduhan untuk perzinahanSeperti diberitakan The Guardian hari ini, Mostafaei dijadwalkan tiba di Norwegia kemarin, untuk memulai hidup di pengasingan sambil terus membantua kliennya, termasuk Hamidi
BACA JUGA: Anjing Selamatkan Majikan dari Diabetes
Pada saat yang sama, aktivis HAM Peter Tatchell telah menulis surat kepada Menteri Luar Negri Inggris, William Hague, agar segera menghubungi kepala pengadilan Iran dan meminta agar eksekusi atas Hamidi dihentikan."Kasus Ebrahim adalah bukti bahwa orang-orang heteroseksual yang tidak bersalah dapat dijatuhi hukuman mati atas tuduhan palsu homoseksualitas (di Iran)," kata Tatchell yang juga pendiri sebuah kelompok pembela HAM kaum gay bernama OurRage, yang berbasis di London.
Hamidi ditangkap dua tahun lalu di pinggiran barat kota Tabriz, di provinsi Azerbaijan Timur setelah bertengkar dengan anggota keluarga lainnyaTiga dari teman-temannya juga terlibat dalam insiden itu dan kemudian ditangkapKemudian, keempatnya dituduh melakukan serangan homoseksual pada seorang pria dan berusaha melakukan pelecehan seksual padanya.
Seseorang yang didakwa homoseksualitas di Iran dapat dicambuk, digantung atau dirajam sampai matiPeraturan tersebut mencakup berbagai hukuman untuk tindakan yang berbeda: 99 cambukan jika dua laki-laki tidur di bawah selimut yang sama - bahkan tanpa kontak seksualSeorang anak laki-laki yang diperkosa oleh seorang pria dewasa juga akan dicambuk jika pengadilan menyatakan bahwa ia "menikmati" hal tersebut.
Setelah tiga hari dalam tahanan, Hamidi mengakui kejahatan itu karena berada di bawah penyiksaanTiga orang lainnya dibebaskan dari segala tuduhan ketika dijanjikan oleh para pejabat bahwa mereka akan dibebaskan jika mereka bersaksi terhadap Hamidi.
Namun bulan lalu, korban Hamidi mengaku bahwa ia berada di bawah tekanan dari orang tuanya untuk membuat tuduhan palsuMeski demikian, peradilan lokal telah bersikeras bahwa Hamidi harus dieksekusi.
Sementara Mostafaei awalnya menulis surat terbuka tentang kasus Hamidi untuk menyorot eksekusi pelanggar anak-anakTetapi dua minggu yang lalu istri Mostafaei, Fereshteh Halimi, ditangkap dan ditahan dalam kurungan tersendiri dalam penjara Evin Teheran tanpa tuduhan apapun sampai tadi malam.
Mostafaei melarikan diri ke Turki, di mana ia ditangkap karena memasuki negara itu secara ilegalPada Jumat (6/8) lalu, otoritas Turki melepaskannya setelah adanya intervensi dari para diplomat Uni Eropa
Mostafaei telah berulangkali menyatakan kekhawatiran keselamatan istrinya"Mereka telah mengambil dia sebagai sandera; itu sama saja penculikan," katanya kepada Observer"Coba lihat apa yang terjadi pada istri saya dan lihatlah kesalahan dan kegagalan sistem hukum Iran, khususnya terhadap Ebrahim Hamidi dan Sakineh Mohammadi Ashtiani, yang tengah menunggu eksekusi atas dasar tuduhan palsu," tambahnya.
Mostafaei, yang kantornya di Teheran kini ditutup, diketahui telah menyelamatkan setidaknya 50 orang dari eksekusi selama karirnyaBanyak klien Mostafaie merupakan remajaSeorang klien baru-baru ini, Ali Mahin-Torabi, 21 tahun, dibebaskan pada bulan Juli setelah upaya Mostafaei untuk meringankan hukuman mati-nya
Dengan Mostafaei diasingkan, kini para aktivis mengkhawatirkan Hamidi"Sangat mengejutkan bahwa meskipun penuduh Hamidi mengaku dalam kesaksian yang direkam bahwa ia telah berbohong, Hamidi masih menghadapi eksekusi," kata Mostafaei.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jutaan Warga Pakistan Makin Menderita
Redaktur : Tim Redaksi