JAKARTA -- Direktur Utama PT Netway Utama, Gani Abdul Gani, menjalani sidang perdana, Rabu (26/6), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Gani duduk sebagai terdakwa perkara dugaan korupsi proyek pengadaan alih daya Roll Out-Customer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PT PLN Distribusi Jakarta Raya-Tangerang pada 2004 sampai 2006.
Kemudian, perkara pengadaan Sistem Informasi Pelanggan berbasis teknologi informasi di PT PLN Distribusi Jawa Timur pada 2004 sampai 2008.
Persidangan mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
JPU Asyrul Alimina menyatakan, Gani yang juga bekas Dosen di Politeknik Institut Teknologi Bandung bersama-sama dengan mantan Direktur Utama PT PLN, Eddie Widiono Suwondo, Margo Santoso, dan Manajer Utama PLN Disjaya Tangerang, Fahmi Mochtar, dianggap melakukan korupsi dalam proyek itu.
JPU mengungkapkan, Gani selaku kontraktor CIS-RISI, mengarahkan Eddie memerintahkan penunjukan langsung kepada Fahmi.
"Untuk menunjuk PT Netway sebagai pelaksana proyek itu pada 2004-2006," ungkap Asyrul membacakan dakwaan.
JPU Ali Fikri, menyatakan, proyek CIS-RISI yang sudah berjalan di PT PLN (persero) Disjaya dan Tangerang sejak 1994 ini dihidupkan kembali pada sekitar 2000.
Padahal, Gani pun tahu PLN yang bekerjasama dengan ITB sudah menjalankan proyek itu dari 1994, yang awalnya bernama Sistem Informasi Manajemen Pelanggan-Rencana Induk Sistem Informasi (SIMPEL-RISI).
Tetapi, dia berusaha mengarahkan Eddie melakukan alih daya pengerjaan proyek CIS-RISI itu kepada perusahaannya, PT Netway Utama. Jadi seolah-olah Gani mengajukan pengadaan proyek baru padahal sama fungsinya dengan sistem SIMPEL-RISI.
JPU KPK, Risyma mengatakan, negara mengalami kerugian Rp 46,1 miliar akibat korupsi dalam proyek CIS-RISI di PLN Disjaya-Tangerang itu.
Menurut JPU, dari proyek CIS-RISI Disjaya-Tangerang itu terdakwa secara melawan hukum memperkaya diri sendiri sebesar Rp 46 miliar lebih, dan orang lain.
"Yakni Haji Rusdi Sunaryo Rp 100 juta, Zulkifli Rp 10 juta, Riyo Supriyanto Rp 1 juta, Pandu Angklasito Rp 15 juta, Joko Tetratmo Pandu Putro Rp 13 juta, dan Rex R. Panambunan Rp 20 juta," ujar JPU Risyma.
Dia menyatakan, Gani secara melawan hukum juga melaksanakan alih daya proyek Pengelolaan Sistem Manajemen Pelanggan (Customer Management System/CMS) berbasis teknologi informasi di PT PLN (persero) Distribusi Jawa Timur (Disjatim) pada 2004 sampai 2008.
Dalam perkara itu, Gani didakwa bersama-sama dengan Manajer Utama PT PLN (persero) Disjatim, Ir. Hariadi Sadono, memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum.
"Dalam proyek CMS PLN Disjatim, terdakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 68,5 miliar, dan Ir. Hariadi sebesar Rp 560 juta," ujar Jaksa Asrul.
Gani juga dianggap memperkaya 41 pihak lain dalam proyek CMS PLN Disjatim itu dengan rentang Rp 300 juta sampai Rp 500 ribu. Sementara kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp 69,97 miliar.
Dalam proyek CMS itu, Hariadi juga menunjuk langsung PT Netway Utama sebagai pelaksana. Tetapi, PLN Disjatim juga membebankan biaya operasional sistem CMS kepada para pelanggan di beberapa Area Pelayanan. Yakni Madiun, Kediri, Ponorogo, dan Bojonegoro.
"Penunjukkan langsung itu dilakukan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa oleh panitia pengadaan," ujar Jaksa Asrul.
Atas perbuatannya, penuntut umum menjerat Gani dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Gani menyatakan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). "Saya mengerti dakwaan, dan tidak mengajukan eksepsi," kata Gani.
Majelis Hakim yang diketuai Amin Sutikno, langsung meminta JPU menyiapkan saksi pada persidangan yang akan digelar kembali pekan depan.
"Kepada penuntut umum supaya segera disiapkan saksinya pada persidangan Rabu (3/7) mendatang," kata Hakim Ketua Amin Sutikno.(boy/jpnn)
Kemudian, perkara pengadaan Sistem Informasi Pelanggan berbasis teknologi informasi di PT PLN Distribusi Jawa Timur pada 2004 sampai 2008.
Persidangan mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
JPU Asyrul Alimina menyatakan, Gani yang juga bekas Dosen di Politeknik Institut Teknologi Bandung bersama-sama dengan mantan Direktur Utama PT PLN, Eddie Widiono Suwondo, Margo Santoso, dan Manajer Utama PLN Disjaya Tangerang, Fahmi Mochtar, dianggap melakukan korupsi dalam proyek itu.
JPU mengungkapkan, Gani selaku kontraktor CIS-RISI, mengarahkan Eddie memerintahkan penunjukan langsung kepada Fahmi.
"Untuk menunjuk PT Netway sebagai pelaksana proyek itu pada 2004-2006," ungkap Asyrul membacakan dakwaan.
JPU Ali Fikri, menyatakan, proyek CIS-RISI yang sudah berjalan di PT PLN (persero) Disjaya dan Tangerang sejak 1994 ini dihidupkan kembali pada sekitar 2000.
Padahal, Gani pun tahu PLN yang bekerjasama dengan ITB sudah menjalankan proyek itu dari 1994, yang awalnya bernama Sistem Informasi Manajemen Pelanggan-Rencana Induk Sistem Informasi (SIMPEL-RISI).
Tetapi, dia berusaha mengarahkan Eddie melakukan alih daya pengerjaan proyek CIS-RISI itu kepada perusahaannya, PT Netway Utama. Jadi seolah-olah Gani mengajukan pengadaan proyek baru padahal sama fungsinya dengan sistem SIMPEL-RISI.
JPU KPK, Risyma mengatakan, negara mengalami kerugian Rp 46,1 miliar akibat korupsi dalam proyek CIS-RISI di PLN Disjaya-Tangerang itu.
Menurut JPU, dari proyek CIS-RISI Disjaya-Tangerang itu terdakwa secara melawan hukum memperkaya diri sendiri sebesar Rp 46 miliar lebih, dan orang lain.
"Yakni Haji Rusdi Sunaryo Rp 100 juta, Zulkifli Rp 10 juta, Riyo Supriyanto Rp 1 juta, Pandu Angklasito Rp 15 juta, Joko Tetratmo Pandu Putro Rp 13 juta, dan Rex R. Panambunan Rp 20 juta," ujar JPU Risyma.
Dia menyatakan, Gani secara melawan hukum juga melaksanakan alih daya proyek Pengelolaan Sistem Manajemen Pelanggan (Customer Management System/CMS) berbasis teknologi informasi di PT PLN (persero) Distribusi Jawa Timur (Disjatim) pada 2004 sampai 2008.
Dalam perkara itu, Gani didakwa bersama-sama dengan Manajer Utama PT PLN (persero) Disjatim, Ir. Hariadi Sadono, memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum.
"Dalam proyek CMS PLN Disjatim, terdakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 68,5 miliar, dan Ir. Hariadi sebesar Rp 560 juta," ujar Jaksa Asrul.
Gani juga dianggap memperkaya 41 pihak lain dalam proyek CMS PLN Disjatim itu dengan rentang Rp 300 juta sampai Rp 500 ribu. Sementara kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp 69,97 miliar.
Dalam proyek CMS itu, Hariadi juga menunjuk langsung PT Netway Utama sebagai pelaksana. Tetapi, PLN Disjatim juga membebankan biaya operasional sistem CMS kepada para pelanggan di beberapa Area Pelayanan. Yakni Madiun, Kediri, Ponorogo, dan Bojonegoro.
"Penunjukkan langsung itu dilakukan tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa oleh panitia pengadaan," ujar Jaksa Asrul.
Atas perbuatannya, penuntut umum menjerat Gani dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Gani menyatakan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). "Saya mengerti dakwaan, dan tidak mengajukan eksepsi," kata Gani.
Majelis Hakim yang diketuai Amin Sutikno, langsung meminta JPU menyiapkan saksi pada persidangan yang akan digelar kembali pekan depan.
"Kepada penuntut umum supaya segera disiapkan saksinya pada persidangan Rabu (3/7) mendatang," kata Hakim Ketua Amin Sutikno.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengamat: Tak Ada Jokowi, Pilpres Akan Gersang
Redaktur : Tim Redaksi