jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kemenkum HAM Jhoni Ginting menjawab pertanyaaan, kritikan, dan masukan, Komisi III DPR terkait polemik buronan terpidana korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra.
Sejumlah anggota komisi yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan itu mempertanyakan mulai dari bebasnya Djoko keluar masuk tanah air, status kewarganeraan asing tetapi bisa mendapatkan e-KTP hingga paspor Indonesia.
BACA JUGA: Ekstradisi Maria dan Lolosnya Djoko Tjandra, Anggota DPR Peringatkan Yasonna, Tajam
Djoko juga sempat mendaftarkan upaya hukum peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Terima kasih atas pertanyaan sehingga ini dibuat terang benderang. Dengan tidak mengurangi kelemahan dan kekurangan kami supaya ini bisa terang benderang," kata Jhoni dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (13/7).
BACA JUGA: Mayor Wawan Sok Gagah di Depan Polisi, Lihat Tuh Gayanya
Jhoni mengaku pertanyaan soal apakah Djoko sudah meninggalkan status kewarganegaraan Indonesia, menjadi warga negara asing, dan bagaimana bisa WNA mendapatkan paspor, sudah sering ditanyakan sejumlah pihak kepadanya.
"Saya sampaikan dari kacamata normatif, bukan defensif. Kalau memang ada kesalahan, kami akui," katanya.
BACA JUGA: Terungkap, Djoko Tjandra Lolos Dapat Surat Jalan dari Jakarta ke Pontianak
Dia mengatakan, pihaknya sudah menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprindik) untuk mengusut keluarnya paspor atas nama Djoko Tjandra oleh Imigrasi Jakarta Utara.
"Direktur intelijen sudah turun. Kalau memang ada (kesalahan), sikat saya bilang. Tidak ada kompromi, zero tolerance," ungkapnya.
Jhoni menjelaskan berdasar pertanyaan yang sudah disampaikannya kepada jajaran Imigrasi, diperoleh jawaban bahwa syarat Djoko membuat paspor sudah terpenuhi.
"Syarat membuat paspor yang utama adalah KTP. Dia (Djoko) memiliki KTP, dan ada paspor lamanya yang dibuat 2007 dan berakhir 2012," ungkap Jhoni.
Menurut dia, saat meninggalkan Indonesia pada 2009, Djoko tidak menggunakan paspor tersebut. "Sehingga saya katakan de jure dia di Indonesia. De facto-nya, kami ke penegak hukum lain karena kami aparat supporting," katanya.
Menurut dia, saat pengajuan paspor pada 22 Juni 2020, nama Djoko tidak masuk dalam daftar cegah. Djoko datang pada pukul 8.00 ke Imigrasi Jakarta Utara. Saat itu, kata dia, yang jaga adalah petugas baru.
"Bukan membela (diri) lagi. Kalau dia (petugas) masih 23 tahun, dia baru lulus, dia tidak akan kenal Djoko kalau pagi datang," kata dia.
Jhoni mengaku pihaknya sudah memeriksa petugas itu dan memasukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) bahwa yang bersangkutan tidak kenal Djoko. "Dari sistem juga tidak ada. Bukan defensif kami," kata Jhoni.
Penjelasan Jhoni langsung diinterupsi anggota Komisi III DPR Benny Kabur Harman. Benny mengatakan sebaiknya tidak usah menyampaikan alasan seperti itu.
"Penjelasan seperti itu tidak usah. Jangan penjelasan petugas masih 20 tahun tidak kenal, tetapi itu kan pegawai. Sistem ada kan? Pak tolong penjelasannya," kata Benny dalam rapat itu.
Jhoni lantas menjelaskan bahwa yang jelas syarat Djoko membuat paspor terpenuhi. "Di sistem clear. Di-DPO clear. Jadi, kalau dari sistem tidak ada hambatan bagi yang bersangkutan membuat paspor," ujarnya.
Lebih lanjut Jhoni menjelaskan berdasar informasi yang diperolehnya dari KBRI Papua Nugini, paspor Papua Nugini milik Djoko hanya dua tahun saja. Paspor itu dicabut pemerintah Papua Nugini karena Ombudsman setempat meragukan perolehan kewarganegaraan yang bersangkutan.
"Yang bersangkutan tidak melepas pelepasan WNI-nya," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Indonesia menganut sistem stelsel aktif. Karena itu, kata dia, kalau Djoko membuat paspor Papua Nugini, dan menjadi warga negara setempat, pasti menyerahkan paspor WNI-nya ke perwakilan pemerintah Indonesia.
"Namun, dia tidak menyerahkan. Karena stelsel aktif, dia harusnya mengajukan bahwa dia harus melepaskan kewarganegaraannya," katanya.
Terkait apakah Djoko telah melakukan dugaan pidana memberi keterangan palsu, Jhoni menjelaskan bahwa secara normatif yang bersangkutan telah memenuhi syarat membuat paspor. "Karena keluar KTP, dianggap sah. Dia masuk di sistem, ya kami keluarkan," katanya. (boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy