Dirlantas Polda Ditantang Beber Hartanya

Sabtu, 04 Agustus 2012 – 10:32 WIB
JAKARTA - Mulai terkuaknya dugaan korupsi pengadaan simulator pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas Mabes Polri hanyalah puncak gunung es. Sudah menjadi rahasia umum, bagian pelayanan pembuatan SIM ini menjadi ladang mengeruk uang secara tidak halal.

Sekjen Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan mengatakan, terendusnya dugaan korupsi pengadaan simulator yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus menjadi titik awal pembersihan di lingkup Korlantas, dari pusat hingga daerah.

Karena cakupannya cukup luas, tidak mungkin KPK menyisir semua unit Korlantas. Karenanya, Yuna mendesak sejumlah Dirlantas Polda di sejumlah daerah besar, untuk membeberkan asal-usul harta kekayaannya, dan melaporkannya kepada KPK.

"Harus dilakukan pembuktian terbalik terhadap harta kekayaan Dirlantas di kota-kota besar yang selama ini banyak mendapatkan pajak dari kendaraan bermotor. Dirlantas Polda Sumut, Jateng, Jatim, Sumsel, Sulsel, Jabar, harus melakukan pembuktian terbalik. Kalau tak bisa membuktikan asal hartanya diperoleh secara halal, ya harus diamputasi (ditindak KPK secara hukum, red)," ujar Yuna Farhan.

Memang, kata Yuna, nilai uang yang dikorup di unit-unit pelayanan pembuatan SIM/STNK tidak seberapa dibanding dugaan korupsi di Korlantas, yang menyeret dua jenderal, yakniKa Korlantas  Irjen Djoko Susilo dan Waka Korlantas Brigjen Didik Purnomo.

Hanya saja, jika dikumpulkan, nilai korupsi di unit pelayanan pembuatan SIM/STNK itu cukup besar. "Itu sudah menjadi rahasia umum. Pungutan saat membuat SIM terjadi di mana-mana," ujar Yuna.

Mengenai mesin simulatornya sendiri, Yuna mengusulkan agar dilego saja, atau disewakan ke mall, yang biasanya ada arena permainan anak. "Disewakan saja, tinggal nambahin coin box," ujar Yuna mengejek.

Alasan Yuna, mesin simulator itu tidak efektif untuk menguji praktek mengendarai motor atau menyetir, untuk mendapatkan SIM. Sopir yang sudah lihai, ujarnya, belum tentu bisa mengoperasikan mesin itu.

"Itu kan mirip games yang biasa dipakai main anak-anak itu. Jadi, kalau yang membuat SIM anak-anak, justru malah lolos karena biasa main games," ujar Yuna lagi.

Dia mengatakan, pengadaan proyek senilai Rp198,7 miliar itu sama sekali tidak didasarkan kepada kebutuhan nyata. Tapi lebih kepada berorientasi proyek, dengan berharap rente dari pelaksana proyek.

Seperti diberitakan, Sat Lantas Polresta Medan menerima empat unit mesin simulator SIM dari Korlantas Mabes Polri. Dua untuk kendaraan roda dua dan dua lagi untuk kendaraan roda empat.

Keempat mesin tersebut berada di Sat Lantas Polresta Medan untuk menguji pemohon SIM B1 Umum, A Umum, dan B2 Umum. Namun, yang difungsikan ternyata hanya dua unit, yakni untuk roda empat atau lebih.

Petugas simulator di kantor Polresta Medan yang enggan disebut namanya, mengatakan rata-rata ada 30 pemohon SIM baru maupun perpanjangan yang menggunakan mesin tersebut. “Biaya menggunakan simulator ini Rp50 ribu per orang. Maksimal tiga kali tes. Bila gagal, sepekan berikutnya boleh mengulang,” kata dia. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Kukuh Tak Akan Serahkan Kasus Korupsi Simulator ke KPK

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler