Disebut Terlibat Kasus Suap Pengacara, Gayus Lapor KY

Rabu, 02 Oktober 2013 – 03:47 WIB

JAKARTA - Untuk kali pertama sejak berdiri di Indonesia, Komisi Yudisial (KY) kedatangan hakim agung terkait dugaan pelanggaran kode etik. Hakim agung Gayus Lumbuun mengadu ke lembaga penjaga marwah hakim itu karena merasa dirugikan pemberitaan yang menyebut dirinya terlibat meminta uang untuk perkara kasasi Hutomo Wijaya Ongowarsito (HWO).
      
Gayus mengatakan dirinya memang menangani perkara yang teregistrasi nomor 521 K/PID/2013 bersama dua hakim agung lainnya Andi Ayyub Saleh dan M Zaharuddin Utama. Perkara sudah diputus pada 29 Agustus 2013. "Amar putusan menolak kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU)," ungkapnya usai mengadu ke gedung KY, Selasa (1/10).

Putusan itu, kata Gayus, bertolak belakang dengan permintaan pegawai Mahkamah Agung (MA) Djodi Supratman yang kini menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan suap untuk perkara ini. Djodi dipesan oleh pengacara Mario C Bernardo agar kasasi dikabulkan sehingga HWO dijatuhkan hukuman penjara tiga tahun.

BACA JUGA: PK Pembebasan Koruptor Sudjiono Timan Berbau Pengaruh Pihak Luar

Jauh sebelum putusan dijatuhkan, Gayus mengaku sudah memberikan pandangan hukum atas perkara kasasi itu. Pada intinya dia menolak permohonan kasasi atau sependapat dengan hakim di pengadilan negeri yang juga membebaskan HWO dari tuntutan. "Akan tetapi alasan saya tentu berbeda dengan hakim di Pengadilan Negeri. Hanya saja tidak bisa saya ungkap di sini karena salinan putusan sedang diselesaikan," ucapnya.

Gayus mengaku bersyukur pendapat hukumnya berseberangan dengan permintaan Djodi. Jika yang terjadi sebaliknya, kata dia, akan jadi pembenaran bagi semua pihak untuk menuduh dirinya meminta uang atas perkara itu.

BACA JUGA: SDA Belum Pertimbangkan Ikut Nyapres

Mantan anggota DPR dari PDIP ini mengaku pendapat hukumnya atas perkara tersebut sudah diserahkan pada 11 Juli 2013 kepada hakim agung Andi Ayyub. Sedangkan transaksi suap Djodi saat ditangani KPK terjadi tanggal 25 Juli 2013. "Jadi jauh sebelum itu saya sudah berikan pandangan hukum. Dan itu kasus perdata sehingga memang harus ditolak," pikirnya.

Secara umum, Gayus hanya bisa mengatakan perkara HWO dimulai saat terdakwa yaitu HWO menjualan izin kuasa pertambangan kepada seorang bernama Kustanto Haryadi. Kemudian terjadi sengketa sehingga perkaranya dibawa ke pengadilan.

BACA JUGA: Urus Ekonomi, Presiden Minta Menteri tak Terpengaruh Politisasi

Atas dasar merasa tidak bersalah itu Gayus mengadu ke KY sebagai lembaga yang selain bisa menyelidiki hakim juga melakukan perlindungan kepada para pemegang palu keadilan itu. "Terus terang pemberitaan di koran Tempo hari ini yang menyebut tiga hakim agung minta uang atas perkara HWO telah menyudutkan saya sebagai hakim agung. Dengan fakta yang saya uangkap itu maka tidak logis kalau saya dikatakan minta uang," akunya.

Terkait dua hakim lainnya, Gayus enggan berkomentar. Termasuk soal kapan akhirnya dua hakim agung lainnya itu memberikan pandangan hukum sebelum dijadikan putusan apakah sebelum tanggal 25 Juli 2013 atau setelahnya. "Silakan konfirmasi kepada pihak bersangkutan. KY juga bisa meminta. KPK juga bisa dan memang sudah melakukan pemeriksaan (kepada Andi Ayyub)," ulasnya.

Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar, mengatakan aduan Gayus diterima langsung oleh dua komisioner KY, Taufiqurrahman Syahuri dan Jaja Ahmad Jayus. "KY dalam wewenangnya selain telusuri investigasi perkara pelanggaran para hakim juga untuk menangani perkara terkait potensi yang mengancam merendahkan harkat dan martabat hakim. Maka laporan pak Gayus akan langsung kita proses dan telaah," ujarnya.

Kasus serupa, kata Asep, pernah terjadi dan ditangani oleh KY. Walaupun bisa berujung pada upaya pemidanaan namun sejauh ini KY melakukan pembelaan kepada para hakim dengan melakukan teguran, mediasi, dan secara langsung memfasilitasi pertemuan kedua pihak terkait.

Dalam perkara yang menjerat Djodi dan Mario disebut-sebut ada rekaman pembicaraan terkait peran dua Hakim Agung. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan sebuah barang bukti yang terkait kasus itu akan dibuka ke persidangan, termasuk rekaman telepon. "Masalah rekaman itu kita terikat kode etik, tidak boleh menyampaikan sebelum sampai ke pengadilan," ujar Abharam.(gen/gun)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mulai Tahun Depan, Tes CPNS Wajib Gunakan CAT


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler