jpnn.com - JAKARTA – Saat debat cawapres pada Jumat (22/12) malam, Gibran Rakabuming Raka mengritik sikap Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang dinilai tidak konsisten soal pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pasalnya, kata Gibran, Cak Imin juga hadir dalam acara seremoni potong tumpeng yang dilakukan pemerintah saat hendak melakukan pembangunan IKN.
BACA JUGA: Mahfud Bertanya soal Tax Ratio 23 Persen, Gibran Malah Berburu di Kebun Binatang
Namun, menurut Gibran, setelah menjadi cawapres pendamping Anies Baswedan, Cak Imin tidak mendukung Pembangunan IKN.
"Saya ingat sekali Gus Muhaimin dulu sempat ikut dan potong tumpeng di IKN. Ini gimana, ini nggak konsisten, dulu dukung, sekarang enggak dukung, karena menjadi pendamping Anies di perubahan," ujar Gibran.
BACA JUGA: Saat Memimpin Solo, Gibran Mengaku Sering Dibantu Ganjar
Gibran mengatakan bahwa pembangunan IKN bukan hanya untuk pemerintah, tetapi sebagai simbol pemerataan pembangunan di Indonesia.
Merespons pernyataan Gibran, Juru bicara Timnas pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Angga Putra Fidrian, mengatakan bahwa Cak Imin saat itu terpaksa untuk mengikuti seremoni potong tumpeng di IKN.
BACA JUGA: Cak Imin Bingung soal SGIE, Gibran: Maaf Kalau Pertanyaannya Agak Sulit Ya, Gus
"Mungkin gini, Cak Imin dulu belum tahu dan dalam situasi belum kontestasi (pilpres) dan terpaksa harus ikut seremonial bersama pemerintah," kata Angga saat diwawancara di Sekretariat Timnas AMIN, Jakarta Pusat pada Jumat (22/12) malam, seusai acara debat cawapres.
Angga mengatakan, Cak Imin sekarang sudah mengetahui apa akar masalah yang sebenarnya timbul dari rencana pembangunan di Kalimantan Timur itu.
Dia mengatakan, tidak adanya skala prioritas pembangunan merupakan salah satu akar masalah yang dilakukan pemerintah saat ini.
"Sekarang ketika Cak Imin sudah tahu masalah sebenarnya seperti apa, kan Cak Imin juga tadi menjelaskan bahwa sebenarnya masalah prioritas saja milih bangun IKN Rp400 triliun atau milih benerin sekolah Rp13 triliun, atau milih bangun kereta Rp8 triliun," kata Angga. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu