VP Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, secara total realisasi penyaluran kedua jenis bahan bakar tersebut telah melampaui kuota yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) kepada Pertamina. Terlampauinya kuota dipicu oleh realisasi penyaluran solar bersubsidi yang telah mencapai 3,70 juta kl atau 105,2 persen dari kuota yang ditetapkan.’’Konsumsi solar terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional,’’ kata Ali di Jakarta, Kamis (4/4).
Pertamina, lanjut Ali, telah meningkatkan ketersediaan BBM nonsubsidi, termasuk solar nonsubsidi untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan tersebut dan juga dalam rangka mendukung implementasi Permen ESDM No 1/2013.
’’Untuk itu, Pertamina bekerja sama dengan BPH Migas akan terus berupaya untuk memastikan penyaluran solar bersubsidi sesuai dengan kuota yang ditetapkan serta regulasi yang ada,’’ ucapnya.
Sementara itu, realisasi penyaluran premium di kuartal I relatif masih sesuai dengan kuota, yakni sekitar 7,04 juta kl atau 98,3 persen. ’’Realisasi penyaluran premium yang di bawah kuota tersebut sejalan dengan peningkatan konsumsi BBM nonsubsidi, yaitu pertamax dan pertamax plus yang tumbuh sekitar 5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,’’ imbuh dia.
Pertamina mendapatkan penugasan distribusi BBM bersubsidi dari BPH Migas tahun ini dengan kuota sebanyak 45,01 juta kl. Rinciannya, premium 29,03 juta kl, solar 14,28 juta kl, dan kerosene atau minyak tanah 1,70 juta kl.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, kuota BBM bersubsidi dari Januari hingga Maret ini mengalami peningkatan 6 persen dari jatah yang telah ditetapkan pemerintah. Tingginya angka konsumsi menurutnya karena pola gaya hidup masyarakat menengah atas baru yang cenderung boros.
Dalam APBN 2013, kuota BBM subsidi dipatok 46 juta kl, terdiri atas kuota BBM subsidi jenis premium 29,03 juta kl, solar 14,28 juta kl, dan minyak tanah 2,43 juta kl. Dari kuota yang ditetapkan itu, golongan mampu merupakan penyedot paling besar, mencapai 77 persen. ’’Menurut hasil survei dari kami, dan dua institusi pendidikan yang dapat subsidi BBM adalah kalangan menengah-atas sebanyak 77 persen,’’ katanya kemarin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memberi tenggat hingga Mei guna mengambil kebijakan subsidi harga bensin bersubsidi. Pasalnya, anggaran subsidi BBM yang ditanggung pemerintah yang mencapai Rp 300 triliun tahun ini tidak lagi relevan untuk dipertahankan. ’’Kalau terus dipertahankan bakal membuat APBN jebol,’’ tegasnya.
Oleh sebab itu, tengah dipertimbangkan untuk menurunkan anggaran BBM bersubsidi untuk melonggarkan gerak fiskal. Dana subsidi akan lebih dimaksimalkan untuk mengatasi kemiskinan dan mendorong kesejahteraan. Hanya, pihaknya belum dapat memastikan opsi atau alternatif apa yang dilakukan untuk menyelamatkan agar APBN tidak jebol akibat subsidi BBM.
Ketua umum PAN ini mengakui, kebijakan pengendalian volume BBM bersubsidi tidak berjalan efektif. Kebijakan larangan mengonsumsi BBM bersubsidi bagi kendaraan pelat merah, perkebunan, dan pertambangan masih kalah gaungnya dibanding pertumbuhan jumlah kendaraan.
Hal itu, kata Hatta, sebagai dampak sampingan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. ’’Pembatasan hanya mengurangi sekitar satu juta. Sementara tahun kemarin satu juta lebih mayoritas adalah di dalam negeri dan kebanyakan itu menggunakan subsidi,’’ jelasnya. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Pantau Uji Coba Jalur Contra Flow di Rawamangun
Redaktur : Tim Redaksi