jpnn.com - Huawei mengaku tak kuasa menahan tekanan dari Amerika Serikat, yang membuat mereka memutuskan bakal berhenti memproduksi chipset Kirin andalannya bulan depan.
Tekanan AS terhadap Huawei telah membuat divisi chip HiSilicon kesulitan untuk terus membuat chipset, komponen utama untuk ponsel Huawei, menurut CEO Consumer Business Unit Huawei, Richard Yu, dikutip dari Reuters, Minggu.
BACA JUGA: Huawei Memberikan Solusi untuk Membantu e-commerce
Di mana, Huawei makin terbatas untuk mendapatkan komponen utama dalam memproduksi prosesor mereka, termasuk peralatan produksi.
Hubungan AS-Tiongkok yang berada dalam posisi terburuk pada beberapa dekade ini, Washington mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk menekan Huawei.
BACA JUGA: Diduga Kelompok Mujahidin Sandera Warga Poso, Ada yang Tewas
AS berdalih bahwa Huawei menyerahkan data kepada pemerintah Tiongkok. Namun, Huawei telah membantah menjadi mata-mata Beijing.
Pada Mei, Departemen Perdagangan AS juga mengeluarkan perintah yang mewajibkan pemasok perangkat lunak dan peralatan manufaktur, untuk menahan diri berbisnis dengan Huawei tanpa terlebih dahulu mendapatkan lisensi.
BACA JUGA: Tanpa Didukung Google, Huawei Kuasai Pasar Smartphone 5G
"Mulai 15 September dan seterusnya, prosesor Kirin andalan kami tidak dapat diproduksi," kata Yu.
"Chip bertenaga AI kami juga tidak dapat diproses. Ini adalah kerugian besar bagi kami," dia melanjutkan.
Divisi HiSilicon Huawei mengandalkan perangkat lunak dari perusahaan AS seperti Cadence Design System atau Synopys, untuk merancang chipnya dan menyerahkan produksinya ke Taiwan Semiconductor Manufacturing (TSMC), yang menggunakan peralatan dari perusahaan AS.
HiSilicon memproduksi berbagai macam chip termasuk jajaran prosesor Kirin, yang hanya mendukung smartphone Huawei dan merupakan satu-satunya prosesor dari Tiongkok yang dapat menyaingi kualitas Qualcomm.
"Huawei mulai menjelajahi sektor chip lebih dari 10 tahun yang lalu, mulai dari sangat tertinggal, sedikit tertinggal, mengejar, dan kemudian menjadi pemimpin," kata Yu.
"Kami menginvestasikan sumber daya yang sangat besar untuk R&D, dan melalui proses yang sulit," dia menambahkan. (Reuters/ant/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha