SURABAYA - Hukuman berat tak membuat Solikin tegang. Meski divonis bersalah dan dihukum 17 tahun penjara, pembunuh dan penyemen balita bernama Fahri itu tetap cengengesan. Dia bahkan langsung menyatakan menerima vonis tersebut meski belum ditanya hakim.
Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Suhandoyo di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (3/7). Hakim sependapat dengan jaksa yang menyebut warga Jalan Endrosono tersebut terbukti melakukan pembunuhan berencana. "Terdakwa terbukti melanggar pasal 340 KUHP," kata hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebut bahwa berdasar fakta yang terungkap di sidang, baik berupa keterangan saksi maupun alat bukti, Solikin memang telah merencanakan pembunuhan tersebut. Hal itu dikuatkan dengan keterangan Solikin dalam sidang.
Saat itu, dia mengaku tega menghabisi nyawa Fahri karena dendam dengan Misnawi, orang tua Fahri. Penyebabnya, perkataan Misnawi yang disebut menyinggungnya. "Tapi, terdakwa tidak berani dan melampiaskannya ke korban yang saat itu bermain di halaman rumahnya," kata hakim.
Hakim mengatakan, berdasar fakta dalam sidang terungkap bahwa pembantaian pada 16 Februari 2013 itu dilakukan dengan cara membekap mulut korban dan membantingnya ke lantai hingga berkali-kali sampai tak bergerak. Jasad korban disimpan di dalam rumah. Setelah tiga hari, tercium bau busuk.
Untuk menghilangkannya, terdakwa menyemen tubuh korban. Namun, semennya kurang sehingga dia membeli lagi 10 kilogram. Beruntung, sebelum digunakan, perbuatannya diketahui ayah terdakwa.
Menurut hakim, unsur perencanaan terlihat saat terdakwa menunggu situasi rumah sepi. Niatnya dilakukan ketika mengetahui Misnawi sedang membantu tetangganya yang sedang mengadakan resepsi. Hal itu dikuatkan dengan keterangan saksi ahli yang menyebut bahwa ada jeda masa berpikir untuk mengubah niatnya sebelum menghabisi nyawa korban.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga tidak sepakat dengan pembelaan tim kuasa hukum terdakwa yang menyebut Solikin mengidap gangguan jiwa. "Selama sidang, terdakwa sehat jasmani dan rohani," ucapnya.
Setelah membaca putusan, majelis hakim menyapa Solikin dengan memanggil namanya. Namun, baru disapa, Solikin langsung menyatakan menerima putusan tersebut. "Belum. Saya belum bertanya," ucap hakim yang disambut tawa pengunjung.
Setelah berkonsultasi dengan pengacaranya, Solikin langsung menyatakan menerima putusan itu. Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntutnya hukuman 20 tahun penjara. Saat beranjak ke ruang tahanan, dia melambaikan tangan kepada pengunjung. (eko/c6/nw)
Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Suhandoyo di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (3/7). Hakim sependapat dengan jaksa yang menyebut warga Jalan Endrosono tersebut terbukti melakukan pembunuhan berencana. "Terdakwa terbukti melanggar pasal 340 KUHP," kata hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebut bahwa berdasar fakta yang terungkap di sidang, baik berupa keterangan saksi maupun alat bukti, Solikin memang telah merencanakan pembunuhan tersebut. Hal itu dikuatkan dengan keterangan Solikin dalam sidang.
Saat itu, dia mengaku tega menghabisi nyawa Fahri karena dendam dengan Misnawi, orang tua Fahri. Penyebabnya, perkataan Misnawi yang disebut menyinggungnya. "Tapi, terdakwa tidak berani dan melampiaskannya ke korban yang saat itu bermain di halaman rumahnya," kata hakim.
Hakim mengatakan, berdasar fakta dalam sidang terungkap bahwa pembantaian pada 16 Februari 2013 itu dilakukan dengan cara membekap mulut korban dan membantingnya ke lantai hingga berkali-kali sampai tak bergerak. Jasad korban disimpan di dalam rumah. Setelah tiga hari, tercium bau busuk.
Untuk menghilangkannya, terdakwa menyemen tubuh korban. Namun, semennya kurang sehingga dia membeli lagi 10 kilogram. Beruntung, sebelum digunakan, perbuatannya diketahui ayah terdakwa.
Menurut hakim, unsur perencanaan terlihat saat terdakwa menunggu situasi rumah sepi. Niatnya dilakukan ketika mengetahui Misnawi sedang membantu tetangganya yang sedang mengadakan resepsi. Hal itu dikuatkan dengan keterangan saksi ahli yang menyebut bahwa ada jeda masa berpikir untuk mengubah niatnya sebelum menghabisi nyawa korban.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga tidak sepakat dengan pembelaan tim kuasa hukum terdakwa yang menyebut Solikin mengidap gangguan jiwa. "Selama sidang, terdakwa sehat jasmani dan rohani," ucapnya.
Setelah membaca putusan, majelis hakim menyapa Solikin dengan memanggil namanya. Namun, baru disapa, Solikin langsung menyatakan menerima putusan tersebut. "Belum. Saya belum bertanya," ucap hakim yang disambut tawa pengunjung.
Setelah berkonsultasi dengan pengacaranya, Solikin langsung menyatakan menerima putusan itu. Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntutnya hukuman 20 tahun penjara. Saat beranjak ke ruang tahanan, dia melambaikan tangan kepada pengunjung. (eko/c6/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diancam Diputus Pacar, Mahasiswa Coba Bunuh Diri
Redaktur : Tim Redaksi