Dokter Ibu

Dahlan Iskan

Jumat, 21 Juni 2024 – 07:07 WIB
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Ini bukan di film How to Make Millions Before Grandma Dies.

Ini di kehidupan nyata: ada dokter bertekad tidak mau kawin. Dia ingin fokus merawat ibunya. Dia khawatir: kalau kawin tidak bisa fokus merawat sang ibu, apalagi kalau istrinya ternyata tidak sayang mertua.

BACA JUGA: Minum Bir

Dia bukan tidak mau kawin seumur hidupnya. Suatu saat dia akan kawin --setelah ibunya meninggal dunia.

Dia seorang dokter. Namanya satu kata: Deny. Dia lulusan terbaik tetapi setelah lebih 15 tahun masih tetap jadi dokter umum.

BACA JUGA: Koran Elpiji

Begitu banyak tawaran untuk jadi spesialis. Termasuk di luar negeri. Deny tidak mau meninggalkan mamanya.

Di mata Deny, sang mama luar biasa. Saat Deny umur empat tahun ayahnya meninggal. Deny masih punya adik. Juga punya tiga kakak. Sang ibu sendirian membesarkan lima anak yang masih kecil.

BACA JUGA: Tambang Saham

Deny ingat perjuangan mamanya itu: jualan kue. Di kota kelahirannya: Bengkulu. Kue apa saja. Termasuk keripik biji durian.

Rumahnya di Bengkulu bertetangga dengan pengusaha yang jualan lempok: daging durian yang diolah jadi lauk-pauk. Biji duriannya dibuang.

Mama Deny memanfaatkan biji durian itu. Diparut. Dijadikan keripik. Dany kecil pun ikut memarut. Kadang sampai luka. Lalu ikut keliling menjual keripiknya.

Deny selalu jadi juara kelas. Sejak SD sampai SMA. Lalu ingin kuliah teknik mesin.

Agar bisa diterima di teknik mesin, dia menjadikan teknik sebagai pilihan kedua. Pilihan pertamanya kedokteran.

"Saya menyangka akan diterima di pilihan kedua. Kan, jarang pilihan pertama bisa didapat," ujarnya.

Ternyata Deny justru diterima di pilihan pertama. Jadilah dia kuliah di kedokteran Universitas Andalas Padang. "Di sana ada keluarga. Bisa tinggal di keluarga dan makan gratis," ujar Deny.

Dia lulus Desember 2006, wisuda 2007. Deny menjadi wisudawan terbaik. Dia tidak menyangka Universitas Andalas begitu obyektif.

"Saya kan double minoritas. Saya Tionghoa. Saya Kristen," ujar Deny.

Memang Deny sempat "dicurigai". Yakni saat Unand memberinya beasiswa berkat prestasinya. Lalu ada yang mempersoalkan: orang mampu, kok, mendapat beasiswa.

Dikira semua Tiinghoa itu mampu. Deny dipanggil pimpinan Unand. Saat itulah Deny menjelaskan: kalau mampu mengapa saat kuliah saya jalan kaki lima kilometer. Pulang pergi.

Setelah jadi dokter Deny tidak mau jadi pegawai negeri. Dia jadi dokter di rumah sakit swasta. Awalnya di RS Eka milik Sinar Mas di Riau. Lama Deny bertugas di Riau. Sampai mampu membeli rumah di Pekanbaru.

Sang mama sempat tahu anaknya menjadi dokter. Sangat bahagia. Satu-satunya dokter dari lima bersaudara. Maka sang mama selalu diajak Deny satu rumah ke kota mana pun Deny berdinas.

Saat di Riau itulah Deny mengambil gelar master manajemen. Dia banyak mendapat tawaran kuliah spesialis: tidak mampu bayar.

Juga tidak mau kehilangan penghasilan akibat kuliah lagi. Dia bertekad memilih jalur manajerial. Bukan jalur klinis.

Pun di tempat tugasnya yang baru sekarang ini Deny juga di lingkungan manajemen: Kepala Divisi Bisnis RS Mayapada Surabaya.

Tentu Deny sering dapat pertanyaan: lulusan terbaik, kok, hanya jadi dokter umum. Deny tidak menggubris. Dia tidak mungkin menjelaskan kalau semua itu lantaran sayang mama.

"Dulu saya jalan kaki. Sekarang punya mobil. Itu sudah satu kemajuan," ujarnya. "Daripada yang dulu sudah naik mobil dan setelah jadi spesialis juga tetap naik mobil," guraunya.

Sang mama meninggal dunia tahun lalu. Usia 82 tahun. Dikremasi.

Apakah kini Deny mau kawin?

Deny sudah lama kawin. Kawin umur 32 tahun.

"Saya dijodohkan oleh teman. Waktu itu saya menentukan syarat: saya mau kawin asal calon istri berkomitmen mau merawat ibu saya," katanya.

Komitmen itu dipenuhi oleh sang istri. Sampai yang mertua meninggal dunia di Surabaya.

Setelah tidak ada lagi yang dirawat, sang istri kini tinggal merawat Deny. Mereka belum dikaruniai anak.

"Gak berusaha bayi tabung?" tanya saya.

"Sudah berusaha. Belum berhasil," jawabnya.

Pasangan ini sudah tidak banyak berharap lagi. Deny berusia 42 tahun. Dia sudah bahagia bisa membahagiakan mamanya sampai akhir hayat sang mama.(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tambang Franklin


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler