Dokter Sombong Picu Pasien Lari ke Luar Negeri

Selasa, 26 Juni 2012 – 07:14 WIB

JAKARTA - Tren warga yang punya kantong tebal lebih memilih berobat ke luar negeri, bukan hanya fenomena di Medan. Namun, sudah menjadi fenomena nasional.

"Saya kira bukan hanya di Medan, tapi secara nasional seperti itu. Orang kaya lebih memilih berobat ke Penang dan Singapura," ujar Sekjen Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indionesia (Perdalin), Dr Latre Buntaran, Sp-MK, kepada JPNN kemarin (25/6).

Dokter yang juga menjabat Kepala Departemen Mikrobiologi RSAB Harapan Kita, Jakarta, itu menyebut sejumlah penyebab warga Indonesia barkantong tebal lebih suka berobat ke luar negeri.

Pertama, menyangkut karakter dokter di Indonesia secara umum. Menurut Latre, kebanyakan dokter di Indonesia sombong, merasa dibutuhkan, dan sangat sedikit yang punya jiwa melayani.

"Hambatan utamanya pada manusianya. Egonya yang super, merasa paling pintar, merasa diperlukan, sehingga pasien merasa hanya menjadi obyek saja," ujar Latre, yang juga  Ketua Komite Pengendalian Infeksi RS Siloam Graha Medika ini.

Menurut Latre, seorang yang sedang sakit mestinya dihadapi dengan rasa kasih, penih empati.  "Kebanyakan (dokter Indonesia, red) tidak punya empati, hanya mempertonjolkan soal biaya, tak bisa masuk ke sisi penyakit yang diderita pasien. Padahal masalah empati ini sangat penting," kritik tajam Latre.

Kedua menyangkut soal service. Pemicu kedua ini juga berkaitan dengan pemicu yang pertama. Tatkala sudah tak ada empati, maka service dipastikan akan buruk. "Service makin parah jika fasilitas tak memadai," ujarnya.

Sudah fasilitas buruk, dokternya pun sombong, disebutnya sebagai faktor utama pemicu pasien berkantong tebal malas berobat di RS yang ada di dalam negeri. "Ketika service tak manusiawi, tak ramah, maka pasien lebih suka ke luar negeri. Kalau soal kepintaran, dokter di dalam negeri tak kalah pintar," cetusnya.

Ketiga, masih kata Latre, adalah soal kepastian tarif berobat. Dia mengatakan, pengobatan di RS di Indonesia sulit diprediksi berapa besarannya. Seringkali, pasien menjadi terkaget-kaget mendapat tagihan pembayaran.

Sementara, menurut Latre, RS-RS di Penang dan Singapura, pelayanannya bagus dan biaya sudah bisa diestimasi sejak awal. "Dari awal sudah bisa diperkirakan costnya kalau di Penang dan Singapura. Kalau di kita tak bisa diperkirakan," imbuh Latre.

Terakhir, keempat, adalah soal ketepatan waktu dan ketepatan diagnosa. Sudah sering dikeluhkan pasien di RS dalam negeri, terutama RS plat merah, pasien bisa hingga berhari-hari tak disentuh dokter. Ini berbeda dengan RS di Penang dan Singapura, yang menurut Latre, penanganan pasien dilakukan secara tepat waktu, sebagai bagian dari service.

Dia yakin, jika sejumlah hal tersebut bisa dibenahi, secara lamban laun pasien berduit akan merasa nyaman berobat di RS dalam negeri. "Benahi service, empati, estimasi cost, ketepatan waktu dan diagnosa, pastilah (pasien, red) tak lari ke mana," kata Latre.

Diakui, masalah ini sudah menjadi bahan perbincangan di kalangan dokter di Indonesia. Dia pun yakin, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah mencari solusi persoalan ini. "Karena ini sudah menjadi pembahasan di Indonesia," ujarnya.

Akankah upaya perbaikan akan mencapai hasil? Latre pesimistis bisa tercapai dalam waktu dekat. "Karena hambatan utama ada di faktor manusianya (dokternya, red)," pungkas Latre.

Pernyataan Latre menanggapi DR dr Umar Zein DTM&H SpPd KPTI, yang menyebut banyak warga Mefan lebih nyaman untuk berobat ke Malaysia ataupun Singapura.

Menurut mantan Direktur Utama dr Pirngadi tersebut, apa yang membuat dokter di Medan melakukan hal itu disebabkan oleh beberapa faktor. Selain tidak mampu membentuk tim ahli untuk penanganan medis seorang pasien, tim medis di Indonesia khususnya Medan pun lebih banyak teori dalam pengambilan langkah medis.

Selain itu, kata Umar, peralatan medis juga serba tanggung serta tidak didukung oleh pemerintah meskipun memiliki dana adalah beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya kepercayaan masyarakat untuk berobat di negaranya.

Pemicu lain,  bilang Umar, rumah sakit di Medan, hanya berkutat untuk mengobati orang miskin saja, namun itupun belum bisa optimal. Hal itulah yang menyebabkan banyak dokter di Medan tidak percaya dengan rumah sakitnya. Bahkan ada yang menganjurkan pasiennya untuk ke luar negeri saja. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Putih Tetap Elegan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler